Varian Delta Serang Dunia, Fungsi Kekebalan Vaksin COVID-19 Dipertanyakan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Varian delta COVID-19 telah menyebar secara global termasuk Indonesia, kemanjuran vaksin COVID-19 terhadap imun manusia kini dipertanyakan. Penentuan angka cakupan vaksinasi seharusnya didasarkan pada jenis vaksin yang digunakan, efikasi dari vaksin tersebut, serta varian galur virus yang dominan di daerah tersebut.
Hingga saat ini, terdapat setidaknya 3 jenis varian virus penyebab COVID-19, yang menimbulkan keresahan para ahli kesehatan dunia.
Seperti dilansir dari conversation, Varian B.1.1.7 yang ditemukan pertama di Inggris, telah terbukti lebih menular dan menyebabkan angka kematian 55% lebih tinggi.
Varian B.1.351 yang terdeteksi pertama kali di Afrika Selatan memiliki potensi penularan antarindividu 30-80% lebih tinggi dibandingkan dengan galur murni.
Varian P.1 yang diidentifikasi di Brasil, terbukti 1.4–2.2 kali lebih menular dibandingkan dengan galur murni,
Semakin menular suatu infeksi dan semakin rendahnya efikasi vaksin, maka semakin tinggi cakupan vaksinasi yang dibutuhkan untuk mencapai kekebalan masyarakat.
Melihat perkembangan mutasi virus dan penyebarannya, maka untuk memastikan terwujudnya herd immunity, penentuan cakupan vaksin pada masyarakat seharusnya disesuaikan dengan varian virus yang dominan menyebar di masyarakat.
Dalam sebuah studi pemodelan, diketahui untuk dapat mencapai kekebalan masyarakat dibutuhkan setidaknya vaksinasi pada 69% populasi (dengan pemberian vaksin produksi Pfizer efikasi 94,8%) atau 93% populasi (dengan pemberian vaksin produksi Oxford-AstraZeneca efikasi 70,4%).
Penelitian lain menunjukkan bahwa dengan efikasi vaksin 90%, kekebalan masyarakat dapat dicapai dengan memvaksinasi 66% populasi. Namun, vaksin dengan efikasi kurang dari 70% tidak dapat mencapai kekebalan masyarakat dan dapat mengakibatkan terjadinya wabah yang berkelanjutan.
Hasil penelitian-penelitian ini dijadikan dasar pengambilan kebijakan cakupan vaksinasi di Australia. Di negeri Kanguru cakupan vaksinasi bukan suatu angka yang mutlak.
Hingga saat ini, terdapat setidaknya 3 jenis varian virus penyebab COVID-19, yang menimbulkan keresahan para ahli kesehatan dunia.
Seperti dilansir dari conversation, Varian B.1.1.7 yang ditemukan pertama di Inggris, telah terbukti lebih menular dan menyebabkan angka kematian 55% lebih tinggi.
Varian B.1.351 yang terdeteksi pertama kali di Afrika Selatan memiliki potensi penularan antarindividu 30-80% lebih tinggi dibandingkan dengan galur murni.
Varian P.1 yang diidentifikasi di Brasil, terbukti 1.4–2.2 kali lebih menular dibandingkan dengan galur murni,
Semakin menular suatu infeksi dan semakin rendahnya efikasi vaksin, maka semakin tinggi cakupan vaksinasi yang dibutuhkan untuk mencapai kekebalan masyarakat.
Melihat perkembangan mutasi virus dan penyebarannya, maka untuk memastikan terwujudnya herd immunity, penentuan cakupan vaksin pada masyarakat seharusnya disesuaikan dengan varian virus yang dominan menyebar di masyarakat.
Dalam sebuah studi pemodelan, diketahui untuk dapat mencapai kekebalan masyarakat dibutuhkan setidaknya vaksinasi pada 69% populasi (dengan pemberian vaksin produksi Pfizer efikasi 94,8%) atau 93% populasi (dengan pemberian vaksin produksi Oxford-AstraZeneca efikasi 70,4%).
Penelitian lain menunjukkan bahwa dengan efikasi vaksin 90%, kekebalan masyarakat dapat dicapai dengan memvaksinasi 66% populasi. Namun, vaksin dengan efikasi kurang dari 70% tidak dapat mencapai kekebalan masyarakat dan dapat mengakibatkan terjadinya wabah yang berkelanjutan.
Hasil penelitian-penelitian ini dijadikan dasar pengambilan kebijakan cakupan vaksinasi di Australia. Di negeri Kanguru cakupan vaksinasi bukan suatu angka yang mutlak.