Perang Nuklir di Depan Mata, Ilmuwan Gambarkan Dampak Mengerikan Bagi Bumi
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Ketika sejumlah negara berlomba untuk menambah persenjataan nuklir mereka, sejumlah ilmuwan membuat skenario dampak global akibat radiasinya. Dalam penelitian terlihat bagaimana dampak mengerikan yang merusak sebagian besar bumi.
Apa yang ditunjukkan oleh temuan baru ini, kerusakan lingkungan bisa lebih parah dan berlangsung lebih lama. Ilmuwan memperhitungkan kerusakan dari efek pemanasan awal ledakan nuklir serta hilangnya lapisan ozon dari dampak berikutnya.
"Meskipun kami menduga bahwa ozon akan hancur setelah perang nuklir dan itu akan menghasilkan peningkatan sinar ultraviolet di permukaan bumi, jika ada terlalu banyak asap, itu akan menghalangi sinar ultraviolet," kata ilmuwan iklim Alan Robock, dari Universitas Rutgers, di New Jersey seperti dikutip Science Alert, Jumat (15/10/2021).
Tim menganalisis dampak perang nuklir regional dan global, dengan masing-masing 5 megaton dan 150 megaton jelaga dilepaskan. Perang global akan menyebabkan hilangnya lapisan ozon rata-rata 75 persen selama 15 tahun.
Kemudian asap akan menghalangi sinar matahari pada awalnya. Dalam beberapa tahun berikutnya, semburan sinar ultraviolet yang lebih kuat akan menghantam permukaan bumi akibat rusaknya lapisan ozon. "Ledakan awal, melalui reaksi kimia akan berkontribusi pada hilangnya ozon," katanya.
Dampak mengerikannya, akibat radiasi nuklir akan membuat manusia menderita karena kanker kulit, rusaknya lahan pertanian hingga kelangsungan hidup seluruh ekosistem.
"Kondisi akan berubah secara dramatis, dan adaptasi yang mungkin berhasil pada awalnya tetapi tidak akan membantu saat suhu memanas kembali dan radiasi UV meningkat," kata ilmuwan atmosfer Charles Bardeen, dari National Center for Atmospheric Research (NCAR) di Colorado.
Model perang nuklir paling awal dari tahun 1980-an meramalkan bakal terjadi musim dingin ekstrem akibat asap dari ledakan nuklir menghalangi Matahari. Model yang dibuat sekarang berbeda karena telah mempertimbangkan bagaimana kenaikan suhu serta kerusakan langsung dapat berdampak pada lapisan ozon melalui pemanasan stratosfer.
Penting untuk diingat bahwa persenjataan nuklir juga terus berubah: negara-negara seperti India dan Pakistan kemungkinan besar memperoleh lebih banyak senjata dan senjata yang lebih kuat, sedangkan untuk AS dan Rusia, trennya terbalik.
Studi ini bertujuan untuk menggabungkan sebanyak mungkin pertimbangan yang berbeda ini untuk menunjukkan perbedaan potensial antara perang nuklir global dan regional – dengan hasil akhirnya adalah bahwa tidak ada jalan keluar dari efek selama beberapa dekade berikutnya, di mana pun Anda berada di Bumi.
Apa yang ditunjukkan oleh temuan baru ini, kerusakan lingkungan bisa lebih parah dan berlangsung lebih lama. Ilmuwan memperhitungkan kerusakan dari efek pemanasan awal ledakan nuklir serta hilangnya lapisan ozon dari dampak berikutnya.
"Meskipun kami menduga bahwa ozon akan hancur setelah perang nuklir dan itu akan menghasilkan peningkatan sinar ultraviolet di permukaan bumi, jika ada terlalu banyak asap, itu akan menghalangi sinar ultraviolet," kata ilmuwan iklim Alan Robock, dari Universitas Rutgers, di New Jersey seperti dikutip Science Alert, Jumat (15/10/2021).
Tim menganalisis dampak perang nuklir regional dan global, dengan masing-masing 5 megaton dan 150 megaton jelaga dilepaskan. Perang global akan menyebabkan hilangnya lapisan ozon rata-rata 75 persen selama 15 tahun.
Kemudian asap akan menghalangi sinar matahari pada awalnya. Dalam beberapa tahun berikutnya, semburan sinar ultraviolet yang lebih kuat akan menghantam permukaan bumi akibat rusaknya lapisan ozon. "Ledakan awal, melalui reaksi kimia akan berkontribusi pada hilangnya ozon," katanya.
Dampak mengerikannya, akibat radiasi nuklir akan membuat manusia menderita karena kanker kulit, rusaknya lahan pertanian hingga kelangsungan hidup seluruh ekosistem.
"Kondisi akan berubah secara dramatis, dan adaptasi yang mungkin berhasil pada awalnya tetapi tidak akan membantu saat suhu memanas kembali dan radiasi UV meningkat," kata ilmuwan atmosfer Charles Bardeen, dari National Center for Atmospheric Research (NCAR) di Colorado.
Model perang nuklir paling awal dari tahun 1980-an meramalkan bakal terjadi musim dingin ekstrem akibat asap dari ledakan nuklir menghalangi Matahari. Model yang dibuat sekarang berbeda karena telah mempertimbangkan bagaimana kenaikan suhu serta kerusakan langsung dapat berdampak pada lapisan ozon melalui pemanasan stratosfer.
Penting untuk diingat bahwa persenjataan nuklir juga terus berubah: negara-negara seperti India dan Pakistan kemungkinan besar memperoleh lebih banyak senjata dan senjata yang lebih kuat, sedangkan untuk AS dan Rusia, trennya terbalik.
Studi ini bertujuan untuk menggabungkan sebanyak mungkin pertimbangan yang berbeda ini untuk menunjukkan perbedaan potensial antara perang nuklir global dan regional – dengan hasil akhirnya adalah bahwa tidak ada jalan keluar dari efek selama beberapa dekade berikutnya, di mana pun Anda berada di Bumi.
(ysw)