Letusan Mematikan Gunung Semeru Dipicu Hujan dan Badai, Bikin Jadi Sulit Diprediksi

Selasa, 07 Desember 2021 - 22:46 WIB
loading...
Letusan Mematikan Gunung...
Letusan Gunung Semeru pada Sabtu 4 Desember 2021 menghasilkan gumpalan abu yang mencapai ketinggian 15 km ke atmosfer bersama dengan aliran piroklastik panas. Foto/Antara/Zabur Karuru
A A A
LETUSAN Gunung Semeru pada Sabtu 4 Desember 2021 menghasilkan gumpalan abu yang mencapai ketinggian 15 km ke atmosfer bersama dengan aliran piroklastik panas, berupa awan padat lava , abu, dan gas yang bergerak cepat.

Semburan lumpur vulkanik yang disebut lahar juga berjatuhan menuruni lereng curam di sekitar gunung. Abu tebal menyelimuti desa-desa terdekat dan membuat beberapa daerah gelap gulita.

Beberapa desa tertimbun material vulkanik dan puing-puing setinggi 4 meter, lebih dari 3.000 bangunan rusak, dan Jembatan Gladak Perak yang menghubungkan Lumajang dengan Malang, ambruk. (Baca juga; 8 Korban Tewas Letusan Gunung Semeru Kembali Ditemukan, Total Sudah 34 Orang )

Volcano Observatory Notice for Aviation (VONA) melaporkan aliran piroklastik selanjutnya menuruni lereng gunung dan gumpalan abu mencapai 4,5 km di atas puncaknya. Ada juga laporan aliran lava di kawah puncak.

Gunung Semeru adalah salah satu gunung berapi paling aktif di Jawa, dengan aktivitas yang berlangsung selama 74 tahun dalam 80 tahun terakhir. (Baca juga; PVMBG Klaim Telah Peringatkan Masyarakat soal Letusan Gunung Semeru )

Fase letusan gunung berapi saat ini dimulai pada tahun 2014, dengan seringnya emisi gumpalan abu hingga ratusan meter di atas kawah, aliran piroklastik, dan longsoran lava pijar.

Namun, letusan pada Sabtu 4 Desember 2021, secara tak terduga, jauh lebih besar daripada latar belakang aktivitas yang sedang berlangsung. (Baca juga; Tak Terdeteksi Gempa Vulkanik, PVMBG Sebut Aktivitas Magma ke Puncak Semeru Skala Rendah )

Dikutip dari laman phys.org, Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Eko Budi Lelono mengatakan, badai petir dan hujan terus-menerus telah mengikis sebagian kubah lava gunung tersebut sehingga menyumbat lava yang memadat di puncak. Hal ini menyebabkan kubah runtuh, dan memicu letusan.

Runtuhnya kubah lava adalah pemicu umum letusan gunung berapi, dan telah menjadi penyebab beberapa letusan paling mematikan dalam sejarah. Kubah lava terkadang runtuh karena beratnya sendiri saat tumbuh, atau bisa melemah karena kondisi cuaca eksternal, seperti yang terjadi di Gunung Semeru.

Fakta bahwa letusan Gunung Semeru dipicu oleh faktor eksternal, bukan kondisi di dalam gunung berapi, akan membuat lebih sulit untuk diperkirakan. Pemantauan gunung berapi biasanya bergantung pada tanda-tanda peningkatan aktivitas di dalam gunung berapi. (Baca juga; PVMBG: Gunung Semeru Masih Berpotensi Keluarkan Awan Panas dan Lontaran Batuan Pijar )

Peningkatan aktivitas gempa bisa menjadi tanda bahwa magma bergerak di bawah tanah. Tanda peringatan lainnya adalah perubahan suhu atau jenis gas yang dipancarkan. Terkadang, perubahan kecil dalam bentuk gunung berapi atau kubah lava dapat dideteksi di tanah atau dari satelit.
Letusan Mematikan Gunung Semeru Dipicu Hujan dan Badai, Bikin Jadi Sulit Diprediksi

Gunung berapi aktif dipantau oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Indonesia (CVGHM). Aktivitas erupsi ditandai dengan erupsi simbol gunung Merapi (oranye) dan Gunung Semeru (kuning) di Jawa.

Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Andiani menjelaskan, ke depan masih terdapat potensi bahaya awan panas guguran (APG) dan banjir lahar dingin. Oleh karena itu Badan Geologi masih terus melakukan pengamatan terhadap aktivitas Gunungapi Semeru selama 24 jam setiap harinya.

"Potensi terjadinya APG masih ada, tetapi kami sulit untuk menentukan waktu terjadinya. Untuk itu kami melakukan monitoring, jadi ketika menjelang APG terjadi, kami memiliki alat-alat yang dapat mencatat getaran-getaran. Setelah alat tersebut mencatat getaran segera kami sampaikan melalui grup WhatsApp untuk segera disebarluaskan kepada masyarakat,” katanya dalam siaran pers yang dikutip dari laman esdm.go.id pada 6 Desember 2021.

Selain itu, juga ada potensi bahaya banjir lahar, karena di daerah hulu atau bagian puncak gunung masih ada material hasil erupsi dengan volume yang cukup banyak. Utamanya adalah pada bukaan kawah yang mengarah ke bagian selatan dan tenggara, di antaranya melalui sungai Besuki-Kobokan

“Sehingga apabila dengan curah hujan yang saat ini masih cukup tinggi, sesuai laporan dari Kepala BMKG tadi, tentunya potensi lahar juga masih tinggi," ujarnya. (Baca juga; PVMBG Minta Warga Waspadai Guguran Lava dan Awan Panas Merapi Sejauh 5 Km )
(wib)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2679 seconds (0.1#10.140)