Matahari Tak Berhenti Lontarkan Badai Raksasa, Bagaimana Nasib Bumi?

Jum'at, 18 Februari 2022 - 19:01 WIB
loading...
Matahari Tak Berhenti Lontarkan Badai Raksasa, Bagaimana Nasib Bumi?
Dalam beberapa pekan ini, matahari mengalami serangkaian letusan raksasa yang menyebabkan badai matahari terlontar ke luar angkasa. Foto/dok
A A A
JAKARTA - Dalam beberapa pekan ini, matahari mengalami serangkaian letusan raksasa yang menyebabkan plasma atau badai matahari terlontar ke luar angkasa. Terakhir, matahari melontarkan badai terkuatnya yang merontokan sistem satelit dan mengganggu sinyal dan listrik di bumi.

Dilansir Science Alert, Jumat (18/2/2022), lontaran massa korona yang kuat dan badai matahari yang meletus dari sisi terjauh terjadi pada 15 Februari 2022 tepat sebelum tengah malam. Berdasarkan ukurannya, mungkin saja letusan itu termasuk dalam kategori paling kuat, setara badai kelas-X.

Karena suar dan CME diarahkan menjauh dari Bumi, ilmuwan mungkin tidak melihat efek apa pun yang terkait dengan badai geomagnetik ketika material dari letusan menghantam atmosfer Bumi.



Ini termasuk gangguan komunikasi, fluktuasi jaringan listrik, dan aurora. Tetapi aktivitas yang meningkat menunjukkan bahwa bumi dapat mengantisipasi badai seperti itu dalam waktu dekat.

"Ini hanya wilayah aktif sisi jauh kedua dengan ukuran ini sejak September 2017. Jika wilayah ini tetap besar saat berotasi ke sisi matahari yang menghadap Bumi, itu bisa memberi kita beberapa suar yang menarik," kata astronom Junwei Zhao dari kelompok helioseismologi Universitas Stanford kepada SpaceWeather.

Menurut SpaceWeatherLive yang melacak aktivitas tersebut, matahari telah meletus setiap hari selama bulan Februari. Beberapa hari matahari juga menampilkan beberapa suar yang kuat.

Badai itu termasuk tiga dari kategori suar paling kuat kedua, suar kelas-M: sebuah M1.4 pada 12 Februari; sebuah M1 pada 14 Februari; dan M1.3 pada 15 Februari. Ada juga lima flare kelas M di bulan Januari.



Patut diketahui, badai geomagnetik ringan yang menjatuhkan 40 satelit Starlink yang baru diluncurkan dari orbit rendah Bumi mengikuti suar kelas-M yang terjadi pada 29 Januari.

Ejecta dari letusan matahari biasanya memakan waktu beberapa hari untuk mencapai Bumi, tergantung seberapa cepat material tersebut bergerak. "Suar yang tersisa yang terjadi pada bulan Februari sejauh ini berada dalam kategori kelas C yang lebih ringan," katanya.

Meurut ilmuwan, letusan raksasa yang menyebabkan terlontarnya badai matahari adalah siklus 11 tahunan. Siklus ini didasarkan pada medan magnet Matahari, yang berputar setiap 11 tahun dengan kutub magnet utara dan selatannya bertukar tempat.



Minimum matahari menandai akhir dari satu siklus dan awal yang baru dan itu terjadi ketika medan magnet matahari berada pada titik terlemahnya. Ini karena medan magnet Matahari mengontrol aktivitasnya.

Sedangkan maksimum matahari akan terjadi sekitar Juli 2025. Sulit untuk memprediksi seberapa aktif siklus tertentu, tetapi para ilmuwan pada tahun 2020 menemukan bukti bahwa saat ini mungkin memasuki siklus terkuat yang tercatat hingga sekarang.
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3387 seconds (0.1#10.140)