Bukan Salah Nyi Roro Kidul, Inilah Penyebab Laut di Pulau Jawa Mematikan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Nama Badarawuhi viral sejak film horor KKN di Desa Penari tayang di bioskop Indonesia dikaitkan dengan Nyi Roro Kidul. Begitu pula Kematian orang akibat terseret arus di pantai di pulau Jawa juga kerap dikaitkan dengan mitos Nyi Roro Kidul (Ratu Kidul).
Sosok perempuan yang dipercaya ‘menguasai’ pantai selatan. Guna menghindari bala dan menjamin keselamatan warga, sejumlah komunitas yang menyelenggarakan ritual sesembahan kepada Nyi Roro Kidul. Ritual ini disebut larung sesaji atau sedekah laut.
Sebagian masyarakat juga percaya larangan penggunaan pakaian berwarna hijau di pantai selatan karena disukai Nyi Roro Kidul. Orang yang memakai baju ini dipercaya bakal hanyut dan tenggelam karena diculik sang ratu.
Seperti dilansir dari Conversations, secara saintifik, kasus kematian di pantai selatan sebenarnya terkait dengan fenomena rip current (arus balik atau disebut juga arus rabak). Arus ini terjadi akibat adanya pertemuan dua arus sejajar pantai yang kemudian berbalik dengan cepat ke laut.
Kasus ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, kematian akibat arus balik dapat mencapai 35 orang per tahun dengan usia antara 10-29 tahun – lebih tinggi jika dibandingkan dengan serangan hiu. Di Australia, kasusnya mencapai 26 orang per tahun. Kebanyakan orang tersebut tidak mengetahui bahwa mereka terseret arus balik.
Kasus kematian akibat arus balik juga kerap melanda para wisatawan yang tidak mengenal daerah tersebut.
Karena itulah, para wisatawan seharusnya mengenali karakter kawasan pantai dan meningkatkan kewaspadaan untuk mencegah risiko terseret arus. Langkah-langkah menangani arus balik di pantai juga harus dipahami agar kejadian ini tak berujung pada kematian.
Tidak semua pantai mengalami fenomena arus balik. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi batimetri (dasar pantai dan kedalamannya) dan faktor oseanografi lainnya. Arus balik juga bisa terjadi beberapa kali di titik yang berbeda dalam satu pantai.
Adapun arus balik kerap terjadi di pantai yang berkarakter semi tertutup (seperti diapit dua dinding) dan mempunyai gelombang yang tinggi. Namun kejadian ini bisa juga disebabkan oleh bangunan pantai seperti dermaga.
Sedangkan dari letak geografis, pantai yang bersinggungan langsung dengan samudera akan lebih rentan terjadi rip current. Faktor lainnya seperti gelombang, fitur pantai (kelerengan pantai, sedimen, bangunan pantai), dan faktor geomorfologi (pembentukan) pantai.
Penelitian bersama tim pada 2018 mengidentifikasi fenomena arus balik di Pantai Pangandaran dan Pelabuhan Ratu di Jawa Barat.
Di wilayah pantai barat Pangandaran, misalnya, rawan terjadi arus balik karena fitur pantai yang membentang sangat panjang dengan kontur yang berbeda-beda. Keduanya memiliki karakter yang sama yakni berada di selatan Jawa dengan kondisi arus serta gelombang yang cepat dan menyusur sejajar pantai.
Kami juga mendapati arus balik Pangandaran dan Pelabuhan Ratu juga berpindah-pindah seiring dengan waktu harian. Perpindahan ini dipengaruhi pola pasang surut dan angin di setiap wilayah perairan pantai.
Jumlah kejadian arus balik ini dapat bervariasi setiap harinya. Namun, semakin besar gelombang, maka potensi rip current akan bertambah.
Di pantai selatan Jawa seperti Pangandaran dan Pelabuhan Ratu, arus balik dapat berlangsung lebih banyak pada siang hari, terutama pada Juni-Agustus, ketika angin monsun bertiup dari Australia. Kondisi ini dapat berubah dalam waktu singkat (1-3 jam) tergantung pada perubahan oseanografi misalnya arus, pasang surut, dan angin.
Penelitian lainnya dari tim Universitas Gadjah Mada menemukan arus balik juga terjadi di Pantai Drini di Gunung Kidul DI Yogyakarta. Berbeda dengan di Pangandaran, arus balik di kawasan ini bersifat menetap di beberapa lokasi karena adanya rataan terumbu karang.
Adapun kejadian tersebut banyak berlangsung di siang hari pada saat surut karena dua arus sejajar perairan yang surut menabrak dasar pantai sehingga langsung tertarik ke tengah laut.
Sosok perempuan yang dipercaya ‘menguasai’ pantai selatan. Guna menghindari bala dan menjamin keselamatan warga, sejumlah komunitas yang menyelenggarakan ritual sesembahan kepada Nyi Roro Kidul. Ritual ini disebut larung sesaji atau sedekah laut.
Sebagian masyarakat juga percaya larangan penggunaan pakaian berwarna hijau di pantai selatan karena disukai Nyi Roro Kidul. Orang yang memakai baju ini dipercaya bakal hanyut dan tenggelam karena diculik sang ratu.
Seperti dilansir dari Conversations, secara saintifik, kasus kematian di pantai selatan sebenarnya terkait dengan fenomena rip current (arus balik atau disebut juga arus rabak). Arus ini terjadi akibat adanya pertemuan dua arus sejajar pantai yang kemudian berbalik dengan cepat ke laut.
Kasus ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, kematian akibat arus balik dapat mencapai 35 orang per tahun dengan usia antara 10-29 tahun – lebih tinggi jika dibandingkan dengan serangan hiu. Di Australia, kasusnya mencapai 26 orang per tahun. Kebanyakan orang tersebut tidak mengetahui bahwa mereka terseret arus balik.
Kasus kematian akibat arus balik juga kerap melanda para wisatawan yang tidak mengenal daerah tersebut.
Karena itulah, para wisatawan seharusnya mengenali karakter kawasan pantai dan meningkatkan kewaspadaan untuk mencegah risiko terseret arus. Langkah-langkah menangani arus balik di pantai juga harus dipahami agar kejadian ini tak berujung pada kematian.
Tidak semua pantai mengalami fenomena arus balik. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi batimetri (dasar pantai dan kedalamannya) dan faktor oseanografi lainnya. Arus balik juga bisa terjadi beberapa kali di titik yang berbeda dalam satu pantai.
Adapun arus balik kerap terjadi di pantai yang berkarakter semi tertutup (seperti diapit dua dinding) dan mempunyai gelombang yang tinggi. Namun kejadian ini bisa juga disebabkan oleh bangunan pantai seperti dermaga.
Sedangkan dari letak geografis, pantai yang bersinggungan langsung dengan samudera akan lebih rentan terjadi rip current. Faktor lainnya seperti gelombang, fitur pantai (kelerengan pantai, sedimen, bangunan pantai), dan faktor geomorfologi (pembentukan) pantai.
Penelitian bersama tim pada 2018 mengidentifikasi fenomena arus balik di Pantai Pangandaran dan Pelabuhan Ratu di Jawa Barat.
Di wilayah pantai barat Pangandaran, misalnya, rawan terjadi arus balik karena fitur pantai yang membentang sangat panjang dengan kontur yang berbeda-beda. Keduanya memiliki karakter yang sama yakni berada di selatan Jawa dengan kondisi arus serta gelombang yang cepat dan menyusur sejajar pantai.
Kami juga mendapati arus balik Pangandaran dan Pelabuhan Ratu juga berpindah-pindah seiring dengan waktu harian. Perpindahan ini dipengaruhi pola pasang surut dan angin di setiap wilayah perairan pantai.
Jumlah kejadian arus balik ini dapat bervariasi setiap harinya. Namun, semakin besar gelombang, maka potensi rip current akan bertambah.
Di pantai selatan Jawa seperti Pangandaran dan Pelabuhan Ratu, arus balik dapat berlangsung lebih banyak pada siang hari, terutama pada Juni-Agustus, ketika angin monsun bertiup dari Australia. Kondisi ini dapat berubah dalam waktu singkat (1-3 jam) tergantung pada perubahan oseanografi misalnya arus, pasang surut, dan angin.
Penelitian lainnya dari tim Universitas Gadjah Mada menemukan arus balik juga terjadi di Pantai Drini di Gunung Kidul DI Yogyakarta. Berbeda dengan di Pangandaran, arus balik di kawasan ini bersifat menetap di beberapa lokasi karena adanya rataan terumbu karang.
Adapun kejadian tersebut banyak berlangsung di siang hari pada saat surut karena dua arus sejajar perairan yang surut menabrak dasar pantai sehingga langsung tertarik ke tengah laut.
(wbs)