Bikin Merinding, Ini yang Terjadi Jika Pecah Perang Nuklir AS dan Rusia
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Menurut penelitian terbaru yang diterbitkan 15 Agustus 2022 di jurnal Nature Food, jika perang nuklir antara Amerika Serikat (AS) dan Rusia benar-benar terjadi, maka lebih dari 5 miliar orang atau 63% populasi dunia saat ini akan mati kelaparan.
Menurut para peneliti, setelah perang nuklir skala penuh antara Amerika Serikat, Rusia dan sekutu mereka, konflik tersebut akan menciptakan kebakaran luas yang dapat mengeluarkan hingga 150 juta metrik ton jelaga ke atmosfer Bumi. Kondisi itu, menyebabkan penurunan panen di AS dan Rusia, yang dikenal sebagai pengekspor makanan, produksi kalori global anjlok sebanyak 90%.
“Perang nuklir skala penuh akan menghasilkan perubahan iklim yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah manusia. Dalam perang nuklir AS-Rusia, lebih banyak orang akan mati [karena kelaparan] di India dan Pakistan, daripada di negara-negara yang benar-benar berperang,” kata Alan Robock, seorang profesor ilmu iklim di Universitas Rutgers di New Jersey, saat konferensi pers pada hari Senin 15 Agustus 2022.
Menurut laporan terbaru Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm, dari sekitar 12.705 hulu ledak nuklir di dunia, sebagian besar dimiliki Rusia dan AS. Rusia memiliki 5.977 hulu ledak nuklir dan Amerika Serikat memiliki 5.428 hulu ledak nuklir.
Negara dengan hulu ledak nuklir terbanyak ketiga adalah China, dengan 350 hulu ledak nuklir. India dan Pakistan masing-masing memiliki 160 dan 165 hulu ledak nuklir.
Para peneliti mengkhawatirkan dampak yang paling mematikan dan menakutkan, bahkan dari perang nuklir skala kecil, yang disebut dengan "musim dingin nuklir". Dalam skenario kiamat ini, debu dan asap radioaktif akan menghalangi sebagian besar cahaya matahari.
Dengan turunnya suhu, banyak tanaman dunia akan mati, menciptakan kelaparan global dan memusnahkan miliaran orang. Para peneliti menemukan bahwa dalam skenario terburuk perang nuklir antara AS dan Rusia, suhu di permukaan bumi akan turun sebanyak 16 derajat Celcius atau lebih dari tiga kali perbedaan suhu antara sekarang dan saat ini (seperti zaman es terakhir) dan 5 miliar orang akan binasa.
Dalam perang paling ekstrem antara India dan Pakistan, produksi kalori global bisa turun hingga 50%, menyebabkan 2 miliar kematian. Daerah yang paling terpukul adalah negara-negara pengimpor makanan di Afrika dan Timur Tengah.
Australia dan Selandia Baru, sementara itu, akan menjadi wilayah yang menghasilkan pangan yang terbaik, karena terhindar dari sebagian besar bom yang dijatuhkan di Belahan Bumi Utara. Kondisi ini juga bergantung pada tanaman gandum yang dapat tumbuh lebih baik di iklim yang lebih dingin.
Owen B. Toon, seorang profesor ilmu atmosfer dan kelautan di Laboratory for Atmospheric and Space Physics yang bekerja dengan Carl Sagan pada tahun 1983 ketika mengenalkan teori "musim dingin nuklir", masalah besar yang paling mengkhawatirkan dari perang nuklir adalah ketika asapnya masuk ke lapisan atmosfer.
“Energi yang dilepaskan dari kebakaran ini adalah 100 hingga 1.000 kali energi yang dilepaskan oleh senjata itu sendiri. Jadi ketika asap sebanyak itu naik ke sana, dia akan tinggal di sana selama bertahun-tahun. Tidak ada hujan di stratosfer,” katanya dikutip SINDOnews dari laman Live Science, Sabtu (20/8/2022).
Menurut para peneliti, setelah perang nuklir skala penuh antara Amerika Serikat, Rusia dan sekutu mereka, konflik tersebut akan menciptakan kebakaran luas yang dapat mengeluarkan hingga 150 juta metrik ton jelaga ke atmosfer Bumi. Kondisi itu, menyebabkan penurunan panen di AS dan Rusia, yang dikenal sebagai pengekspor makanan, produksi kalori global anjlok sebanyak 90%.
“Perang nuklir skala penuh akan menghasilkan perubahan iklim yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah manusia. Dalam perang nuklir AS-Rusia, lebih banyak orang akan mati [karena kelaparan] di India dan Pakistan, daripada di negara-negara yang benar-benar berperang,” kata Alan Robock, seorang profesor ilmu iklim di Universitas Rutgers di New Jersey, saat konferensi pers pada hari Senin 15 Agustus 2022.
Menurut laporan terbaru Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm, dari sekitar 12.705 hulu ledak nuklir di dunia, sebagian besar dimiliki Rusia dan AS. Rusia memiliki 5.977 hulu ledak nuklir dan Amerika Serikat memiliki 5.428 hulu ledak nuklir.
Negara dengan hulu ledak nuklir terbanyak ketiga adalah China, dengan 350 hulu ledak nuklir. India dan Pakistan masing-masing memiliki 160 dan 165 hulu ledak nuklir.
Para peneliti mengkhawatirkan dampak yang paling mematikan dan menakutkan, bahkan dari perang nuklir skala kecil, yang disebut dengan "musim dingin nuklir". Dalam skenario kiamat ini, debu dan asap radioaktif akan menghalangi sebagian besar cahaya matahari.
Dengan turunnya suhu, banyak tanaman dunia akan mati, menciptakan kelaparan global dan memusnahkan miliaran orang. Para peneliti menemukan bahwa dalam skenario terburuk perang nuklir antara AS dan Rusia, suhu di permukaan bumi akan turun sebanyak 16 derajat Celcius atau lebih dari tiga kali perbedaan suhu antara sekarang dan saat ini (seperti zaman es terakhir) dan 5 miliar orang akan binasa.
Dalam perang paling ekstrem antara India dan Pakistan, produksi kalori global bisa turun hingga 50%, menyebabkan 2 miliar kematian. Daerah yang paling terpukul adalah negara-negara pengimpor makanan di Afrika dan Timur Tengah.
Australia dan Selandia Baru, sementara itu, akan menjadi wilayah yang menghasilkan pangan yang terbaik, karena terhindar dari sebagian besar bom yang dijatuhkan di Belahan Bumi Utara. Kondisi ini juga bergantung pada tanaman gandum yang dapat tumbuh lebih baik di iklim yang lebih dingin.
Baca Juga
Owen B. Toon, seorang profesor ilmu atmosfer dan kelautan di Laboratory for Atmospheric and Space Physics yang bekerja dengan Carl Sagan pada tahun 1983 ketika mengenalkan teori "musim dingin nuklir", masalah besar yang paling mengkhawatirkan dari perang nuklir adalah ketika asapnya masuk ke lapisan atmosfer.
“Energi yang dilepaskan dari kebakaran ini adalah 100 hingga 1.000 kali energi yang dilepaskan oleh senjata itu sendiri. Jadi ketika asap sebanyak itu naik ke sana, dia akan tinggal di sana selama bertahun-tahun. Tidak ada hujan di stratosfer,” katanya dikutip SINDOnews dari laman Live Science, Sabtu (20/8/2022).
(wib)