Riset NTU Sebut Kota-kota Besar di Asia Tenggara Akan Tenggelam dalam Waktu Dekat
loading...
A
A
A
SINGAPURA - Kota-kota pesisir di Asia Selatan dan Tenggara akan tenggelam lebih cepat daripada tempat lain di dunia, menempatkan puluhan juta orang lebih berisiko dari ancaman kenaikan permukaan laut, menurut sebuah studi baru.
Sebuah studi oleh Nanyang Technological University (NTU) di Singapura, yang diterbitkan minggu lalu di jurnal Nature Sustainability, menyatakan bahwa proses urbanisasi yang cepat telah membuat kota-kota pesisir sangat bergantung pada sumber daya air bawah tanah untuk mengakomodasi peningkatan populasi.
"Hal ini menyebabkan kota-kota yang terlibat mengalami bencana penurunan tanah dan lebih berisiko terkena dampak kenaikan permukaan air laut akibat perubahan iklim," kata studi tersebut Senin (25/9/2022).
Kota Ho Chi Minh yang merupakan pusat urbanisasi dan bisnis utama Vietnam tenggelam dengan kecepatan rata-rata 16,2 milimeter per tahun. Kota ini menduduki puncak daftar 48 kota pesisir di seluruh dunia berdasarkan studi data satelit.
Kota pelabuhan Chittagong di Bangladesh selatan adalah yang paling cepat tenggelam kedua dengan Ahmedabad di India selatan, ibu kota Indonesia Jakarta dan pusat komersial Myanmar Yangon juga tenggelam lebih dari 20 milimeter per tahun.
"Banyak dari kota-kota pesisir yang menetap ini berkembang pesat dengan permintaan air tanah yang tinggi dan beban dari struktur bangunan berkontribusi pada sedimen permukaan tanah," kata studi yang sama.
Kota-kota yang tenggelam tidak sepenuhnya disebabkan oleh perubahan iklim tetapi para ilmuwan mengatakan penelitian mereka akan memberikan lebih banyak pengetahuan tentang bagaimana fenomena tersebut akan memperburuk efek perubahan iklim yang didorong oleh kenaikan permukaan laut.
Lebih dari satu miliar orang diperkirakan tinggal di kota-kota pesisir yang berisiko tenggelam karena naiknya permukaan laut pada tahun 2050, menurut Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) PBB.
Menurut IPCC, permukaan laut global diperkirakan akan naik 60 sentimeter pada akhir abad ini bahkan jika emisi gas rumah kaca dapat dikurangi secara signifikan.
Sebuah studi oleh Nanyang Technological University (NTU) di Singapura, yang diterbitkan minggu lalu di jurnal Nature Sustainability, menyatakan bahwa proses urbanisasi yang cepat telah membuat kota-kota pesisir sangat bergantung pada sumber daya air bawah tanah untuk mengakomodasi peningkatan populasi.
"Hal ini menyebabkan kota-kota yang terlibat mengalami bencana penurunan tanah dan lebih berisiko terkena dampak kenaikan permukaan air laut akibat perubahan iklim," kata studi tersebut Senin (25/9/2022).
Kota Ho Chi Minh yang merupakan pusat urbanisasi dan bisnis utama Vietnam tenggelam dengan kecepatan rata-rata 16,2 milimeter per tahun. Kota ini menduduki puncak daftar 48 kota pesisir di seluruh dunia berdasarkan studi data satelit.
Kota pelabuhan Chittagong di Bangladesh selatan adalah yang paling cepat tenggelam kedua dengan Ahmedabad di India selatan, ibu kota Indonesia Jakarta dan pusat komersial Myanmar Yangon juga tenggelam lebih dari 20 milimeter per tahun.
"Banyak dari kota-kota pesisir yang menetap ini berkembang pesat dengan permintaan air tanah yang tinggi dan beban dari struktur bangunan berkontribusi pada sedimen permukaan tanah," kata studi yang sama.
Kota-kota yang tenggelam tidak sepenuhnya disebabkan oleh perubahan iklim tetapi para ilmuwan mengatakan penelitian mereka akan memberikan lebih banyak pengetahuan tentang bagaimana fenomena tersebut akan memperburuk efek perubahan iklim yang didorong oleh kenaikan permukaan laut.
Lebih dari satu miliar orang diperkirakan tinggal di kota-kota pesisir yang berisiko tenggelam karena naiknya permukaan laut pada tahun 2050, menurut Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) PBB.
Menurut IPCC, permukaan laut global diperkirakan akan naik 60 sentimeter pada akhir abad ini bahkan jika emisi gas rumah kaca dapat dikurangi secara signifikan.
(wbs)