Tak Hanya Anak Krakatau, Gunung Bawah Laut Lain Kirim Magnitudo
A
A
A
BANTEN - Selain Anak Krakatau yang terus mengeluarkan gelombang magnitudo, ternyata ada beberapa gunung berapi di bawah laut yang juga mengirimkan gelombang magnitudo yang tak biasa sejak 11 November 2018.
Jacques-Marie Bardintzeff dari University of Paris-South. mengatakan Gunung Anak Krakatau sudah aktif sejak Juni 2018.
“Tampaknya tsunami disebabkan oleh longsoran bagian Gunung Anak Krakatau di dalam laut yang telah berlangsung sejak Juni," kata Jacques-Marie seperti dilansir dari AFP. Baca: Pasir dari Tahun 500 Masehi Ditemukan, Ahli: Mega Tsunami Akan Terjadi
Senada dengan Jacques, Kepala Badan Geologi ESDM Rudy Suhendar mengatakan Gunung Anak Krakatau yang berada di Selat Sunda telah menunjukkan aktivitas erupsi setiap hari sejak 29 Juni 2018.
"Sampai sekarang terus menunjukkan aktivitas yang cukup besar," ujar Rudy melalui teleconference di Kantor Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), 23 Desember 2018.
Tak hanya Anak Krakatau, para ahli geologi juga menangkap gelombang aktivitas gunung berapi bawah laut timur laut Mayotte. Getaran terasa sekitar 15 mil di lepas pantai Mayotte, sebuah pulau milik Prancis di Samudera Hindia dekat Madagaskar dan benua Afrika. Baca: Rentetan Erupsi Ibu dan Anak Krakatau Sampai Tsunami 40 Meter
Seperti dilaporkan National Geographic.Sebelum getaran ini melintasi Afrika, terdeteksi oleh sensor di Ethiopia, Zambia, Kenya, dan di tempat lain. Kemudian di Samudra Atlantik, Chili, Kanada, Hawaii, Selandia Baru, dan daerah lainnya.
“Saya tidak pernah melihat yang seperti itu,” kata Goran Ekstrom, seorang ahli seismologi di Universitas Columbia.
Anthony Lomax, seorang konsultan seismologi independen, kepada Dailymail mengatakan bahwa aktivitas itu “hampir pasti” disebabkan oleh aktivitas gunung berapi bawah laut timur laut Mayotte.
“Telah ada aktivitas seismik tingkat rendah yang sedang berlangsung di sana sejak Mei,” tambahnya. Baca: Tsunami Banten Langka, Kombinasi Longsor Bawah Laut dan Purnama
“Deflasi dan runtuhnya kawah gunung api, dan pergerakan magma di bawah gunung berapi dapat menghasilkan berbagai sinyal seismik, termasuk periode panjang dan gelombang berulang seperti yang diamati 11 November,” tambahnya.
Goran Ekstrom berteori lain dengan spekulasi-spekulasi tersebut. Dia mengatakan kejadian pada 11 November 2018 sebenarnya dimulai dengan gempa bumi yang setara dengan gempa berkekuatan 5 magnitudo.
Dia menduga getaran ini adalah gempa lambat. Getaran ini lebih tenang dikarenakan berasal dari tekanan secara bertahap yang terjadi dalam rentang beberapa menit, jam, atau bahkan berhari-hari. Jenis aktivitas seismik tersebut sering dikaitkan dengan letusan gunung berapi.
Misalnya, gunung berapi Gunung Nyiragongo di Republik Demokratik Kongo menghasilkan “gempa lambat” yang serupa dan gelombang frekuensi rendah.
Jenis gelombang yang sama terjadi selama letusan Kilauea tahun ini yang berlangsung selama berminggu-minggu di Hawaii.
Sementara Gurney, lulusan University of Plymouth, kepada dailymail mengatakan “tidak diketahui jika sinyal global serupa pernah diamati.”
Beberapa ilmuwan berspekulasi gelombang terkait dengan gempa swarm yang sedang berlangsung di wilayah itu yang dimulai pada Mei 2017. Gempa terbesar yang menghantam daerah itu adalah 5,8 pada skala Richter.
Gempa Swarm adalah aktivitas gempa bermagnitudo kecil dengan frekuensi kejadian yang sangat sering dan berlangsung lama.
Jacques-Marie Bardintzeff dari University of Paris-South. mengatakan Gunung Anak Krakatau sudah aktif sejak Juni 2018.
“Tampaknya tsunami disebabkan oleh longsoran bagian Gunung Anak Krakatau di dalam laut yang telah berlangsung sejak Juni," kata Jacques-Marie seperti dilansir dari AFP. Baca: Pasir dari Tahun 500 Masehi Ditemukan, Ahli: Mega Tsunami Akan Terjadi
Senada dengan Jacques, Kepala Badan Geologi ESDM Rudy Suhendar mengatakan Gunung Anak Krakatau yang berada di Selat Sunda telah menunjukkan aktivitas erupsi setiap hari sejak 29 Juni 2018.
"Sampai sekarang terus menunjukkan aktivitas yang cukup besar," ujar Rudy melalui teleconference di Kantor Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), 23 Desember 2018.
Tak hanya Anak Krakatau, para ahli geologi juga menangkap gelombang aktivitas gunung berapi bawah laut timur laut Mayotte. Getaran terasa sekitar 15 mil di lepas pantai Mayotte, sebuah pulau milik Prancis di Samudera Hindia dekat Madagaskar dan benua Afrika. Baca: Rentetan Erupsi Ibu dan Anak Krakatau Sampai Tsunami 40 Meter
Seperti dilaporkan National Geographic.Sebelum getaran ini melintasi Afrika, terdeteksi oleh sensor di Ethiopia, Zambia, Kenya, dan di tempat lain. Kemudian di Samudra Atlantik, Chili, Kanada, Hawaii, Selandia Baru, dan daerah lainnya.
“Saya tidak pernah melihat yang seperti itu,” kata Goran Ekstrom, seorang ahli seismologi di Universitas Columbia.
Anthony Lomax, seorang konsultan seismologi independen, kepada Dailymail mengatakan bahwa aktivitas itu “hampir pasti” disebabkan oleh aktivitas gunung berapi bawah laut timur laut Mayotte.
“Telah ada aktivitas seismik tingkat rendah yang sedang berlangsung di sana sejak Mei,” tambahnya. Baca: Tsunami Banten Langka, Kombinasi Longsor Bawah Laut dan Purnama
“Deflasi dan runtuhnya kawah gunung api, dan pergerakan magma di bawah gunung berapi dapat menghasilkan berbagai sinyal seismik, termasuk periode panjang dan gelombang berulang seperti yang diamati 11 November,” tambahnya.
Goran Ekstrom berteori lain dengan spekulasi-spekulasi tersebut. Dia mengatakan kejadian pada 11 November 2018 sebenarnya dimulai dengan gempa bumi yang setara dengan gempa berkekuatan 5 magnitudo.
Dia menduga getaran ini adalah gempa lambat. Getaran ini lebih tenang dikarenakan berasal dari tekanan secara bertahap yang terjadi dalam rentang beberapa menit, jam, atau bahkan berhari-hari. Jenis aktivitas seismik tersebut sering dikaitkan dengan letusan gunung berapi.
Misalnya, gunung berapi Gunung Nyiragongo di Republik Demokratik Kongo menghasilkan “gempa lambat” yang serupa dan gelombang frekuensi rendah.
Jenis gelombang yang sama terjadi selama letusan Kilauea tahun ini yang berlangsung selama berminggu-minggu di Hawaii.
Sementara Gurney, lulusan University of Plymouth, kepada dailymail mengatakan “tidak diketahui jika sinyal global serupa pernah diamati.”
Beberapa ilmuwan berspekulasi gelombang terkait dengan gempa swarm yang sedang berlangsung di wilayah itu yang dimulai pada Mei 2017. Gempa terbesar yang menghantam daerah itu adalah 5,8 pada skala Richter.
Gempa Swarm adalah aktivitas gempa bermagnitudo kecil dengan frekuensi kejadian yang sangat sering dan berlangsung lama.
(wbs)