Butuh Alat Deteksi Tsunami, RI Harus Siapkan Rp2,8 T per-2000 Km

Kamis, 27 Desember 2018 - 00:07 WIB
Butuh Alat Deteksi Tsunami,...
Butuh Alat Deteksi Tsunami, RI Harus Siapkan Rp2,8 T per-2000 Km
A A A
JAKARTA - Indonesia saat ini memang sudah seharusnya memberikan penyegaran terhadap alat deteksi dini bencana tsunami. Geofisikawan Kelautan Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI) Nugroho Dwi Hananto mengatakan bahwa sejak gempa dan tsunami yang melanda wilayah Palu, Sulawesi Selatan beberapa bulan lalu, Presiden RI Joko Widodo telah menginstruksikan untuk memberikan penyegaran terhadap early warning system di Indonesia.

"Setelah gempa Palu kemarin ada instruksinya Pak Jokowi untuk meng establish kembali dan mempermodern early warning sistem. Jadi temen-temen dengan di kordinasikan Menkomar lagi menyusun moderenisasi dari sistem-sitem tersebut, jadi bisa berfungsi kembali dengan lebih baik," kata Nugroho saat dihubungi melalui sambungan telepon dengan SINDOnews, Rabu (26/12/2018).

Ia menyebutkan salah satu yang saat ini termasuk dalam rencana adalah penggunaan kabel bawah laut atau Cable Based Tsunameter (CBT). Proyek ini masih dalam proses perencanaan.

"Masih dalam tahap perencanaan, kan ngga bisa langsung jalan ya. Karena kan ada perencanaan, ada pembiayaan, pengadaan, terus ke bappenas dan lain sebagainya. Prosesnya masih baru dimulai," tambahnya.

Soal alternatif alat deteksi dini tsunami ini Deputi Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Hammam Riza, menjelaskan bahwa teknologi kabel bawah laut ini merujuk dari negara Jepang yang sepanjang pesisir pantai timurnya dipasang CBT di dasar laut. Menurut Hammam, kabel ini memiliki beberapa peralatan sensor.

"Cable Based Tsunameter ini memiliki beberapa peralatan sensor yang bisa mengetahui tentang tekanan suhu dan kemudian pergerakan dari arus laut itu. Sehingga kalau ada tsunami dengan ketinggian 3 meter itu bisa dilacak dari jauh. Kabelnya akan mengirimkan sinyal langsung ke stasiun yang ada di daratan yang langsung mengeluarkan peringatan, seperti alarm," ujarnya.

Ia lalu menyebutkan ada tiga elemen penting yang mendukung jalannya teknologi ini, yang pertama yaitu hardware, software dan brainware. " Untuk sistem pendeteksi ini ada 3 ware artinya ada hardwarenya itu peralata komputer, softwarenya itu aplikasi perangkat lunak dan otaknya itu ada di otak manusia, brainware yang menjadi pengambil keputusan peringatan dini," jelas Hammam.

Soal perkiraan biaya, Hummam memperkirakan untuk 2000km CBT akan membutuhkan biaya sebesar Rp 2,8 Triliun. Harga itu memang terbilang cukup besar, namun itu dengan asumsi mendatangkan seluruh peralatan kabel khusus. " Tapi kalau menggunakan kabel yang sudah eksisting bisa menghemat sekitar 30 sampai 40 persen, dari situ perkiraan saya 2000km sekitar 2 Triliun," pungkasnya.
(wbs)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1442 seconds (0.1#10.140)