Pelarangan Bahan Tambahan, Gaprindo Khawatir Tak Ada Pembeda Rasa

Selasa, 28 Januari 2020 - 12:33 WIB
Pelarangan Bahan Tambahan,...
Pelarangan Bahan Tambahan, Gaprindo Khawatir Tak Ada Pembeda Rasa
A A A
TEL AVIV - Industri Hasil Tembakau (IHT) sebagai salah satu industri strategis di Indonesia dan Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) keberatan pengunaan bahan tambahan. Hal ini dikarenakan tak ada pembeda dalam rasa jika larangan ini tetap dijalankan.

Ketua Gaprindo Muhaimin Moefti mengatakan Kondisi terkini IHT di Indonesia yang saat ini tengah berada dalam kondisi menurun, salah satunya disebabkan oleh peraturan yang dirasa eksesif.

Mengenai aturan bahan tambahan, Gaprindo memastikan bahan yang ditambahkan, seperti gula, cokelat, dan ekstra rempah, sudah pasti terjamin keamanannya. Dibatasinya bahan tambahan dinilai tidak hanya akan membatasi inovasi industri, tetapi juga meningkatkan peluang rokok ilegal untuk masuk ke pasar karena tidak adanya pembeda antara satu merek dan merek lain.

" Pelarangan pengunaan bahan tambahan akan membuat industri semakin terpuruk, pasalnya jika bahan itu semua merek rokok akan berasa sama," tutur Muhaimin Moefti dalam keterangan persnya di Jakarta.

Muhaimin menyebutkan, industri rokok telah berupaya menanggulangi prevalensi perokok anak melalui berbagai program pencegahan. Contohnya, program Youth Smoking Prevention (YSP) pernah dilakukan anggota Gaprindo melalui jalur peritel masing-masing.
" Kampanye pelarangan penggunaan perokok di bawah umur justru sudah kami lakukan jauh-jauh hari, kita sosialisasikan ke toko-toko retail," tutur Muhaimin.

Sementara itu, Dr. Mochammad Sholichin M.Pharm. – Mantan R&D HM Sampoerna, Akademisi, dan Pakar di bidang Industri Hasil Tembakau mengatakan, Pemerintah melalui gagasan Kementerian Kesehatan mengajukan rencana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 (PP 109/2012) tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

Di dalam rencana tersebut mencakup poin-poin perubahan yang akan berdampak langsung pada keseluruhan rantai pasokan industri, Dia yakin jika revisi ini dipaksakan, penyerapan komoditas perkebunan tembakau dan cengkeh akan menurun, berkurangnya omset penjualan toko retail/pengecer dan hilangnya daya beli masyarakat kelas bawah.

”Industri ini memahami bahwa rokok ada risiko kesehatannya. Kalau diatur dengan regulasi yang adil, berimbang, dan tidak eksesif, kami akan baik-baik saja. Regulasi setidaknya dapat mengakomodasi kepentingan pemerintah, masyarakat kesehatan, atau industri,” ujar Muhaimin.

Apabila revisi itu direalisasikan, dampaknya diyakini bakal meluas, tidak hanya pada pelaku usaha, tetapi juga pihak-pihak yang menyokong jalannya industri ini. Sholichin menyebutkan, ada sekitar 6 juta tenaga kerja yang terlibat dalam industri hasil tembakau dari hulu ke hilir.

Aturan untuk memperbesar gambar peringatan kesehatan, misalnya, membutuhkan biaya penggantian mesin cetak. Aturan pelarangan iklan juga akan berdampak langsung dan tidak langsung pada industri dan pelaku usaha terkait. Iklan rokok disebutkannya berkontribusi 8-9 persen pada penghasilan industri iklan nasional.

Pada tahun 2020, kenaikan cukai dan harga eceran rokok berganda dikhawatirkan kembali menjatuhkan jumlah produksi rokok. Kementerian Keuangan, seperti diketahui, menargetkan kenaikan penerimaan cukai rokok sampai Rp 179,2 triliun dari sebelumnya Rp 154 triliun.
(wbs)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8967 seconds (0.1#10.140)