Bukti Planet Mars Mirip Bumi, Dapat Dihuni Manusia pada Masa Depan
Senin, 14 Agustus 2023 - 13:22 WIB
JAKARTA - Pesawat jelajah ruang angkasa Curiosity terbaru menampakkan gambaran retakan lumpur di permukaan Planet Mars . Gambaran kondisi ini menjadi salah satu bukti Planet Mars mirip dengan Bumi dan dapat dihuni manusia.
Retakan lumpur di permukaan tadi menunjukkan bahwa siklus iklim basah-kering terjadi di Mars. Planet merah kemungkinan pernah mengalami pola cuaca musiman atau bahkan pernah terjadi banjir bandang .
Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Nature mencermati retakan lumpur menjadi semacam sejarah aliran air yang hilang di Mars. Ditengarai Mars berubah dari planet beriklim hangat dan basah menjadi tempat yang dingin dan kering seperti sekarang
"Retakan lumpur ini menunjukkan waktu transisi, ketika air dalam bentuk cair berkurang tetapi masih aktif di permukaan Mars," kata Nina Lanza, peneliti utama instrumen ChemCam pesawat penjelajah Curiosity dilansir dari Science Daily, Senin (14/8/2023).
Kemiripan karakter permukaan Mars dengan sifat lingkungan basah-kering di Bumi yang sangat kondusif bagi perkembangan molekul organik dan potensi kehidupan memberi gambaran yang lebih jelas tentang Mars sebagai planet yang layak huni. Kehadiran lingkungan basah jangka panjang, seperti bukti adanya danau purba di Mars, terdokumentasi dengan baik. Namun, belum diketahui dengan pasti apakah kondisi tersebut akan berlangsung jangka pendek ataupun berkesinambungan.
Pesawat jelajah Curiosity bertahun-tahun menjelajahi medan yang sebagian besar terdiri dari silikat dan sulfat di Mars. Cara kerjanya menandai transisi lingkungan di permukaan planet. Di lingkungan baru ini, tim peneliti menemukan perubahan pola retakan lumpur, menandakan perubahan cara permukaan mengering.
Hal ini menunjukkan bahwa air masih ada di permukaan Mars secara episodik, artinya air bisa saja ada untuk sementara waktu, menguap, dan berulang hingga terbentuk poligon, atau retakan lumpur.
"Fokus utama misi Curiosity, dan salah satu alasan utama memilih Kawah Gale sebagai lokasi pengamatan untuk memahami transisi Mars kuno yang 'hangat dan basah' menjadi Mars 'dingin dan kering' yang kita lihat sekarang," kata Patrick Gasda dari Kelompok Ilmu Data dan Laboratorium Penginderaan Jauh.
Curiosity bisa mengamati sedimen dasar danau tanah liat ke sedimen non-dasar danau dan kaya sulfat yang lebih kering sebagai bagian dari transisi ini.Tanah, retakan lumpur awal pada lumpur membentuk pola berbentuk T, tetapi siklus pembasahan dan pengeringan berikutnya menyebabkan retakan membentuk lebih banyak pola berbentuk Y, seperti yang diamati oleh Curiosity.
Selain itu, ditemukan bukti bahwa retakan lumpur hanya sedalam beberapa sentimeter, yang berarti bahwa siklus basah-kering bersifat musiman, atau bahkan mungkin terjadi lebih cepat. Temuan ini dapat memperkuat hipotesa bahwa Mars pernah memiliki iklim basah seperti Bumi, dengan banjir musiman atau jangka pendek, dan Mars mungkin dapat mendukung kehidupan di beberapa titik.
Retakan lumpur di permukaan tadi menunjukkan bahwa siklus iklim basah-kering terjadi di Mars. Planet merah kemungkinan pernah mengalami pola cuaca musiman atau bahkan pernah terjadi banjir bandang .
Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Nature mencermati retakan lumpur menjadi semacam sejarah aliran air yang hilang di Mars. Ditengarai Mars berubah dari planet beriklim hangat dan basah menjadi tempat yang dingin dan kering seperti sekarang
"Retakan lumpur ini menunjukkan waktu transisi, ketika air dalam bentuk cair berkurang tetapi masih aktif di permukaan Mars," kata Nina Lanza, peneliti utama instrumen ChemCam pesawat penjelajah Curiosity dilansir dari Science Daily, Senin (14/8/2023).
Kemiripan karakter permukaan Mars dengan sifat lingkungan basah-kering di Bumi yang sangat kondusif bagi perkembangan molekul organik dan potensi kehidupan memberi gambaran yang lebih jelas tentang Mars sebagai planet yang layak huni. Kehadiran lingkungan basah jangka panjang, seperti bukti adanya danau purba di Mars, terdokumentasi dengan baik. Namun, belum diketahui dengan pasti apakah kondisi tersebut akan berlangsung jangka pendek ataupun berkesinambungan.
Pesawat jelajah Curiosity bertahun-tahun menjelajahi medan yang sebagian besar terdiri dari silikat dan sulfat di Mars. Cara kerjanya menandai transisi lingkungan di permukaan planet. Di lingkungan baru ini, tim peneliti menemukan perubahan pola retakan lumpur, menandakan perubahan cara permukaan mengering.
Hal ini menunjukkan bahwa air masih ada di permukaan Mars secara episodik, artinya air bisa saja ada untuk sementara waktu, menguap, dan berulang hingga terbentuk poligon, atau retakan lumpur.
"Fokus utama misi Curiosity, dan salah satu alasan utama memilih Kawah Gale sebagai lokasi pengamatan untuk memahami transisi Mars kuno yang 'hangat dan basah' menjadi Mars 'dingin dan kering' yang kita lihat sekarang," kata Patrick Gasda dari Kelompok Ilmu Data dan Laboratorium Penginderaan Jauh.
Curiosity bisa mengamati sedimen dasar danau tanah liat ke sedimen non-dasar danau dan kaya sulfat yang lebih kering sebagai bagian dari transisi ini.Tanah, retakan lumpur awal pada lumpur membentuk pola berbentuk T, tetapi siklus pembasahan dan pengeringan berikutnya menyebabkan retakan membentuk lebih banyak pola berbentuk Y, seperti yang diamati oleh Curiosity.
Selain itu, ditemukan bukti bahwa retakan lumpur hanya sedalam beberapa sentimeter, yang berarti bahwa siklus basah-kering bersifat musiman, atau bahkan mungkin terjadi lebih cepat. Temuan ini dapat memperkuat hipotesa bahwa Mars pernah memiliki iklim basah seperti Bumi, dengan banjir musiman atau jangka pendek, dan Mars mungkin dapat mendukung kehidupan di beberapa titik.
(msf)
tulis komentar anda