Suku di Jepang Modifikasi Tengkorak, Kultur atau Ritual Sesat?
Jum'at, 18 Agustus 2023 - 17:00 WIB
JAKARTA - Kultur kuno sangat menghargai hubungan antarmanusia dan mewujudkannya melalui simbolisasi khusus, salah satunya dengan memodifikasi tulang orang-orang tercinta yang meninggal.
Suku Hirota yang tinggal di sekitar perairan Tanegashima, Kepulauan Ōsumi menerapkan cara tersebut. Dari penelitian yang diterbitkan oleh Kyushu University, modifikasi dilakukan terhadap tulang belulang bayi dan anak-anak keturunan Hirota.
Tulang-tulang tadi dijadikan satu untuk menggambarkan satu kesatuan sejarah dalam kehidupan suku Hirota yang eksis medio 3-7 Masehi.
Praktik serupa ternyata dilakukan pada abad ke-20 di Kongo, Afrika dan Prancis. Para penganutnya ingin memerlihatkan status sosial maupun darimana keturunan mereka berasal.
Analisis terbaru melihat sisa-sisa artifak yang terpisah dari situs pemakaman yang digali dua kali, dari tahun 1957 hingga 1959 dan dari penggalian pada 2005 hingga 2006.
"Kami menemukan sisa-sisa dengan deformasi tengkorak yang ditandai dengan kepala pendek dan bagian belakang tengkorak yang rata, khususnya tulang oksipital dan bagian posterior tulang parietal," kata Noriko Seguchi, penulis dan profesor di Fakultas Studi Sosial dan Budaya di Universitas Kyushu dilansir dari Technologynetworks.com, Jumat (18/8/2023).
Pekerjaan awal itu tidak dapat menentukan apakah modifikasi itu adalah praktik budaya yang disengaja, atau hanya konsekuensi yang tidak diinginkan dari praktik lain.
Tim peneliti kemudian menggabungkan teknik pencitraan 2D dan 3D untuk memeriksa tengkorak secara rinci. Tengkorak Hirota dibandingkan dengan sampel dari orang lain, termasuk orang Jomon Pulau Kyushu dan orang Doigahama Yayoi di Yamaguchi Barat.
Suku Hirota yang tinggal di sekitar perairan Tanegashima, Kepulauan Ōsumi menerapkan cara tersebut. Dari penelitian yang diterbitkan oleh Kyushu University, modifikasi dilakukan terhadap tulang belulang bayi dan anak-anak keturunan Hirota.
Tulang-tulang tadi dijadikan satu untuk menggambarkan satu kesatuan sejarah dalam kehidupan suku Hirota yang eksis medio 3-7 Masehi.
Praktik serupa ternyata dilakukan pada abad ke-20 di Kongo, Afrika dan Prancis. Para penganutnya ingin memerlihatkan status sosial maupun darimana keturunan mereka berasal.
Analisis terbaru melihat sisa-sisa artifak yang terpisah dari situs pemakaman yang digali dua kali, dari tahun 1957 hingga 1959 dan dari penggalian pada 2005 hingga 2006.
Baca Juga
"Kami menemukan sisa-sisa dengan deformasi tengkorak yang ditandai dengan kepala pendek dan bagian belakang tengkorak yang rata, khususnya tulang oksipital dan bagian posterior tulang parietal," kata Noriko Seguchi, penulis dan profesor di Fakultas Studi Sosial dan Budaya di Universitas Kyushu dilansir dari Technologynetworks.com, Jumat (18/8/2023).
Pekerjaan awal itu tidak dapat menentukan apakah modifikasi itu adalah praktik budaya yang disengaja, atau hanya konsekuensi yang tidak diinginkan dari praktik lain.
Tim peneliti kemudian menggabungkan teknik pencitraan 2D dan 3D untuk memeriksa tengkorak secara rinci. Tengkorak Hirota dibandingkan dengan sampel dari orang lain, termasuk orang Jomon Pulau Kyushu dan orang Doigahama Yayoi di Yamaguchi Barat.
tulis komentar anda