Peneliti Sebut Ada Indikasi Obat Kucing Sembuhkan Pasien COVID-19
Sabtu, 15 Agustus 2020 - 23:27 WIB
Virus Corona lain, termasuk SARS-CoV-2, juga menggunakan protease M untuk membuat salinan virus. Sebuah studi tahun 2016, yang diterbitkan dalam jurnal PLOS Pathogens, mengungkapkan, GC376 juga menghentikan kerja protease M di SAR-CoV dan MERS-CoV, dua virus Corona yang menyebabkan wabah penyakit pernapasan pada manusia di tahun 2000-an.
Tahun ini, sebuah studi di jurnal Cell Research menyarankan obat tersebut juga dapat menghentikan SARS-CoV-2 mereplikasi dalam tabung reaksi. Sementara penelitian lain menunjukkan hasil serupa pada sel monyet yang tumbuh di laboratorium.
Berdasarkan hasil ini, Anivive Lifesciences, perusahaan yang memproduksi GC376, berencana menguji obat tersebut dalam uji coba pada manusia untuk digunakan sebagai pengobatan COVID-19.
Obat kucing eksperimental kedua, GS-441524, telah menunjukkan keberhasilan yang sama pada penelitian hewan SARS-CoV-2, Science News melaporkan. Obat ini bekerja serupa dengan remdesivir, antivirus yang terbukti mengurangi waktu pemulihan pada pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit.
"Sebagian karena penelitian peritonitis menular pada kucing, banyak dokter hewan tampaknya menyadari di awal perjalanan pandemik COVID-19 bahwa remdesivir bisa menjadi kandidat yang menjanjikan untuk pengobatan COVID-19 pada manusia," kata Susan Amirian, Ahli Epidemiologi Molekuler di Rice Universitas, Houston.
Kedua obat tersebut memiliki struktur kimia yang mirip yang menyerupai segmen RNA virus -molekul yang dikenal sebagai nukleotida yang terhubung untuk membentuk RNA dan DNA. Saat terpapar salah satu obat tersebut, enzim virus Corona menjejalkan molekul tersebut ke dalam RNA virus menggantikan nukleotida sebenarnya, yang membuat replikasi virus terhenti.
Perhatikan bahwa obat-obatan tersebut hanya bekerja dengan enzim virus RNA, bukan enzim manusia, sehingga obat tersebut tidak mengacaukan replikasi DNA manusia, menurut Scope Blog, yang diterbitkan oleh Stanford Medicine.
Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Cell Reports menunjukkan bahwa, selain menghentikan virus corona pada kucing, GS-441524 juga dapat mencegah SARS-CoV-2 berkembang biak di sel monyet dan manusia yang tumbuh di laboratorium. Namun, GS-441524 paling efektif pada sel monyet, sementara remdesivir bekerja lebih baik daripada GS-441524 pada sel paru-paru manusia.
"Perusahaan biofarmasi Gilead Sciences merancang remdesivir dan GS-441524. Mereka juga telah memulai penelitian awal untuk membandingkan efek kedua obat tersebut terhadap SARS-CoV-2," ungkap juru bicara perusahaan Chris Ridley.
Sebelumnya, perusahaan menyatakan mereka memilih untuk fokus pada remdesivir daripada GS-441524 pada awal pandemik. Sebab remdesivir telah diuji dalam uji keselamatan manusia sebagai pengobatan antivirus untuk Ebola, di mana obat tersebut tidak mengobati secara efektif.
Tahun ini, sebuah studi di jurnal Cell Research menyarankan obat tersebut juga dapat menghentikan SARS-CoV-2 mereplikasi dalam tabung reaksi. Sementara penelitian lain menunjukkan hasil serupa pada sel monyet yang tumbuh di laboratorium.
Berdasarkan hasil ini, Anivive Lifesciences, perusahaan yang memproduksi GC376, berencana menguji obat tersebut dalam uji coba pada manusia untuk digunakan sebagai pengobatan COVID-19.
Obat kucing eksperimental kedua, GS-441524, telah menunjukkan keberhasilan yang sama pada penelitian hewan SARS-CoV-2, Science News melaporkan. Obat ini bekerja serupa dengan remdesivir, antivirus yang terbukti mengurangi waktu pemulihan pada pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit.
"Sebagian karena penelitian peritonitis menular pada kucing, banyak dokter hewan tampaknya menyadari di awal perjalanan pandemik COVID-19 bahwa remdesivir bisa menjadi kandidat yang menjanjikan untuk pengobatan COVID-19 pada manusia," kata Susan Amirian, Ahli Epidemiologi Molekuler di Rice Universitas, Houston.
Kedua obat tersebut memiliki struktur kimia yang mirip yang menyerupai segmen RNA virus -molekul yang dikenal sebagai nukleotida yang terhubung untuk membentuk RNA dan DNA. Saat terpapar salah satu obat tersebut, enzim virus Corona menjejalkan molekul tersebut ke dalam RNA virus menggantikan nukleotida sebenarnya, yang membuat replikasi virus terhenti.
Perhatikan bahwa obat-obatan tersebut hanya bekerja dengan enzim virus RNA, bukan enzim manusia, sehingga obat tersebut tidak mengacaukan replikasi DNA manusia, menurut Scope Blog, yang diterbitkan oleh Stanford Medicine.
Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Cell Reports menunjukkan bahwa, selain menghentikan virus corona pada kucing, GS-441524 juga dapat mencegah SARS-CoV-2 berkembang biak di sel monyet dan manusia yang tumbuh di laboratorium. Namun, GS-441524 paling efektif pada sel monyet, sementara remdesivir bekerja lebih baik daripada GS-441524 pada sel paru-paru manusia.
"Perusahaan biofarmasi Gilead Sciences merancang remdesivir dan GS-441524. Mereka juga telah memulai penelitian awal untuk membandingkan efek kedua obat tersebut terhadap SARS-CoV-2," ungkap juru bicara perusahaan Chris Ridley.
Sebelumnya, perusahaan menyatakan mereka memilih untuk fokus pada remdesivir daripada GS-441524 pada awal pandemik. Sebab remdesivir telah diuji dalam uji keselamatan manusia sebagai pengobatan antivirus untuk Ebola, di mana obat tersebut tidak mengobati secara efektif.
tulis komentar anda