Peneliti: Kasus Pertama Infeksi Ulang Virus Corona Terkonfirmasi
Selasa, 25 Agustus 2020 - 07:08 WIB
HONG KONG - Sebuah penelitian baru mengungkap seorang pria di Hong Kong menjadi orang pertama dengan infeksi ulang yang terkonfirmasi karena virus Corona baru. (Baca juga: Kesaktian Gravitasi Bumi Belokan Jalur Asteroid yang Mengancam Manusia )
Laman Live Science melaporkan, ini mungkin petunjuk besar pertama untuk pertanyaan yang masih belum terjawab tentang pandemik COVID-19, yakni berapa lama kekebalan terhadap SARS-CoV-2 bertahan?
Ada beberapa laporan sebelumnya tentang potensi kasus infeksi ulang di seluruh dunia, tapi tidak ada yang dikonfirmasi dengan pengujian definitif, menurut The New York Times. Orang yang pulih dari COVID-19 dapat melepaskan fragmen virus selama berminggu-minggu, yang dapat muncul sebagai hasil tes COVID-19 positif, bahkan ketika mereka tidak benar-benar menyebarkan virus langsung.
Tetapi hari ini, siaran pers dari Departemen Kedokteran Universitas Hong Kong mengutarakan, sekelompok peneliti melaporkan kasus seorang pasien yang terinfeksi dengan dua jenis virus Corona yang berbeda secara genetik, dengan jarak berbulan-bulan. Para ilmuwan menemukan virus Corona yang menginfeksi pasien, pria berusia 33 tahun di Hong Kong, untuk kedua kalinya memiliki 24 nukleotida berbeda, atau blok bangunan, dalam urutan gennya daripada virus yang menginfeksinya pertama kali.
Menurut jurnal Clinical Infectious Diseases, itu bisa berarti orang tersebut tidak terus menumpahkan virus yang sama beberapa bulan setelah terinfeksi.
Tapi kasus ini seharusnya tidak menimbulkan ketakutan yang meluas. "Ini bukan alasan untuk khawatir -ini adalah contoh buku teks tentang bagaimana kekebalan harus bekerja," tulis Akiko Iwasaki, Profesor Imunobiologi dan Biologi Molekuler dan Perkembangan di Yale School of Medicine dalam cuitannya di Twitter.
Pasien yang sebelumnya sehat itu pertama kali didiagnosis COVID-19 pada 26 Maret. Pada infeksi pertama dia mengalami gejala ringan, antara lain batuk, radang tenggorokan, sakit kepala dan demam selama beberapa hari. Meskipun gejalanya mereda, dia dirawat di rumah sakit pada 29 Maret dan dipulangkan pada 14 April setelah dites negatif dua kali.
Empat setengah bulan kemudian, pasien kembali ke Hong Kong dari Spanyol melalui Inggris dan dites positif terkena virus dalam pemeriksaan di bandara Hong Kong pada 15 Agustus, menurut laporan medis setempat. Dia kembali dirawat di rumah sakit tetapi tidak menunjukkan gejala apa pun.
"Meskipun kekebalan tidak cukup untuk memblokir infeksi ulang, kekebalan melindungi orang dari penyakit," tulis Iwasaki.
Laman Live Science melaporkan, ini mungkin petunjuk besar pertama untuk pertanyaan yang masih belum terjawab tentang pandemik COVID-19, yakni berapa lama kekebalan terhadap SARS-CoV-2 bertahan?
Ada beberapa laporan sebelumnya tentang potensi kasus infeksi ulang di seluruh dunia, tapi tidak ada yang dikonfirmasi dengan pengujian definitif, menurut The New York Times. Orang yang pulih dari COVID-19 dapat melepaskan fragmen virus selama berminggu-minggu, yang dapat muncul sebagai hasil tes COVID-19 positif, bahkan ketika mereka tidak benar-benar menyebarkan virus langsung.
Tetapi hari ini, siaran pers dari Departemen Kedokteran Universitas Hong Kong mengutarakan, sekelompok peneliti melaporkan kasus seorang pasien yang terinfeksi dengan dua jenis virus Corona yang berbeda secara genetik, dengan jarak berbulan-bulan. Para ilmuwan menemukan virus Corona yang menginfeksi pasien, pria berusia 33 tahun di Hong Kong, untuk kedua kalinya memiliki 24 nukleotida berbeda, atau blok bangunan, dalam urutan gennya daripada virus yang menginfeksinya pertama kali.
Menurut jurnal Clinical Infectious Diseases, itu bisa berarti orang tersebut tidak terus menumpahkan virus yang sama beberapa bulan setelah terinfeksi.
Tapi kasus ini seharusnya tidak menimbulkan ketakutan yang meluas. "Ini bukan alasan untuk khawatir -ini adalah contoh buku teks tentang bagaimana kekebalan harus bekerja," tulis Akiko Iwasaki, Profesor Imunobiologi dan Biologi Molekuler dan Perkembangan di Yale School of Medicine dalam cuitannya di Twitter.
Pasien yang sebelumnya sehat itu pertama kali didiagnosis COVID-19 pada 26 Maret. Pada infeksi pertama dia mengalami gejala ringan, antara lain batuk, radang tenggorokan, sakit kepala dan demam selama beberapa hari. Meskipun gejalanya mereda, dia dirawat di rumah sakit pada 29 Maret dan dipulangkan pada 14 April setelah dites negatif dua kali.
Empat setengah bulan kemudian, pasien kembali ke Hong Kong dari Spanyol melalui Inggris dan dites positif terkena virus dalam pemeriksaan di bandara Hong Kong pada 15 Agustus, menurut laporan medis setempat. Dia kembali dirawat di rumah sakit tetapi tidak menunjukkan gejala apa pun.
"Meskipun kekebalan tidak cukup untuk memblokir infeksi ulang, kekebalan melindungi orang dari penyakit," tulis Iwasaki.
tulis komentar anda