Canggih, Drone Rudal Jelajah Ini Dikendalikan Suara
Senin, 16 September 2024 - 08:36 WIB
JAKARTA - Startup teknologi pertahanan Anduril mengungkap drone senjata terbaru, Barracuda. Drone rudal jelajah ini cukup canggih karena dikendalikan via perintah suara.
Anduril menciptakan serangkaian model kendaraan udara otonom berjenis air-breathing, mirip dengan rudal jelajah atau drone satu arah. Drone senjata ini hadir dalam tiga konfigurasi — Barracuda-100, -250, dan -500 — dengan ukuran dan muatan yang meningkat di setiap versinya.
Laman Breaking Defense melansir, Senin (16/9/2024) konfigurasi terbesar Barracuda memiliki jangkauan lebih dari 804 kilometer dan dapat membawa muatan lebih dari 50 kilogram. Sementara, dua konfigurasi yang lebih kecil memiliki jangkauan lebih pendek dan muatan hingga 18 kilogram. Ketiga varian ini dapat terbang dengan kecepatan hingga 500 knot.
Chris Brose, Chief Strategy Officer Anduril mengungkapkan bahwa kini tengah berusaha meminimalkan penggunaan material khusus pertahanan dan lebih mengandalkan komponen yang tersedia secara komersial. Barracuda dapat diluncurkan dari berbagai platform, seperti pesawat, kapal, dan sistem berbasis darat.
Senjata ini dipilih dalam tahap awal pengembangan Angkatan Udara AS dan Defense Innovation Unit untuk kendaraan udara berbiaya rendah. Selain itu, Barracuda dapat dikonfigurasi sebagai rudal jelajah atau munisi dengan fitur modular yang memungkinkannya menjalankan berbagai fungsi, seperti pengelabuan, deteksi target, dan serangan.
Kunci dari kemampuan otonom Barracuda terletak pada perangkat lunaknya, yang menggunakan platform Lattice milik Anduril. Perangkat lunak ini dapat membantu mengatasi countermeasure musuh dan mempermudah peningkatan sistem.
Selain itu, Anduril juga mengeksplorasi penggunaan model bahasa besar seperti ChatGPT untuk operasi drone. Contohnya, operator bisa meminta laporan dari drone setelah patroli panjang. Fitur ini telah diuji dalam simulasi dan kemungkinan akan diterapkan di lingkungan nyata dalam waktu dekat.
Meskipun ada kemajuan dalam kemampuan satu operator mengendalikan beberapa drone sekaligus, tantangan seperti gangguan dari musuh masih ada. Namun, Salmon, Vice President for Air Dominance & Strike Anduril, berharap teknologi ini dapat diterapkan dalam beberapa tahun ke depan.
Demonstrasi perintah suara, yang memerlukan izin operator untuk menembakkan drone, menyoroti debat tentang tingkat otonomi yang diizinkan untuk sistem senjata mematikan. Anduril berkomitmen untuk mematuhi kebijakan DoD terkait penggunaan senjata otonom, namun mereka juga menyadari bahwa kebijakan dapat berubah seiring waktu.
Anduril menciptakan serangkaian model kendaraan udara otonom berjenis air-breathing, mirip dengan rudal jelajah atau drone satu arah. Drone senjata ini hadir dalam tiga konfigurasi — Barracuda-100, -250, dan -500 — dengan ukuran dan muatan yang meningkat di setiap versinya.
Laman Breaking Defense melansir, Senin (16/9/2024) konfigurasi terbesar Barracuda memiliki jangkauan lebih dari 804 kilometer dan dapat membawa muatan lebih dari 50 kilogram. Sementara, dua konfigurasi yang lebih kecil memiliki jangkauan lebih pendek dan muatan hingga 18 kilogram. Ketiga varian ini dapat terbang dengan kecepatan hingga 500 knot.
Chris Brose, Chief Strategy Officer Anduril mengungkapkan bahwa kini tengah berusaha meminimalkan penggunaan material khusus pertahanan dan lebih mengandalkan komponen yang tersedia secara komersial. Barracuda dapat diluncurkan dari berbagai platform, seperti pesawat, kapal, dan sistem berbasis darat.
Senjata ini dipilih dalam tahap awal pengembangan Angkatan Udara AS dan Defense Innovation Unit untuk kendaraan udara berbiaya rendah. Selain itu, Barracuda dapat dikonfigurasi sebagai rudal jelajah atau munisi dengan fitur modular yang memungkinkannya menjalankan berbagai fungsi, seperti pengelabuan, deteksi target, dan serangan.
Kunci dari kemampuan otonom Barracuda terletak pada perangkat lunaknya, yang menggunakan platform Lattice milik Anduril. Perangkat lunak ini dapat membantu mengatasi countermeasure musuh dan mempermudah peningkatan sistem.
Selain itu, Anduril juga mengeksplorasi penggunaan model bahasa besar seperti ChatGPT untuk operasi drone. Contohnya, operator bisa meminta laporan dari drone setelah patroli panjang. Fitur ini telah diuji dalam simulasi dan kemungkinan akan diterapkan di lingkungan nyata dalam waktu dekat.
Meskipun ada kemajuan dalam kemampuan satu operator mengendalikan beberapa drone sekaligus, tantangan seperti gangguan dari musuh masih ada. Namun, Salmon, Vice President for Air Dominance & Strike Anduril, berharap teknologi ini dapat diterapkan dalam beberapa tahun ke depan.
Demonstrasi perintah suara, yang memerlukan izin operator untuk menembakkan drone, menyoroti debat tentang tingkat otonomi yang diizinkan untuk sistem senjata mematikan. Anduril berkomitmen untuk mematuhi kebijakan DoD terkait penggunaan senjata otonom, namun mereka juga menyadari bahwa kebijakan dapat berubah seiring waktu.
(msf)
tulis komentar anda