Dihancurkan Letusan Gunung Vesuvius, Rahasia Penerus Alexander Agung Diungkap Teknologi AI
loading...
A
A
A
PARIS - Gulungan papirus berusia 2.000 tahun yang dikenal sebagai The Lost Book karena hancur akibat letusan gunung berapi Vesuvius berhasil diungkap isinya berkat teknologi Artificial Intelligence (AI). Gulungan papirus itu ternyata isinya menuliskan dinasti yang menggantikan Alexander Agung.
Gulungan papirus yang dijuluki The Lost Book atau Buku yang Hilang ini kondisinya hangus menjadi arang akibat letusan gunung Vesuvius tahun 79 M. Berabad-abad kemudian, gulungan itu diserahkan kepada Napoleon Bonaparte pada tahun 1804.
Buku yang hilang itu berasal dari Vila Papirus di Herculaneum, sebuah kota yang hancur di sepanjang Pompeii ketika Gunung Vesuvius meletus setelah pergantian milenium pertama. Vila tersebut, dinamai berdasarkan banyak ditemukan gulungan papirusnya yang berisi tulisan filsuf Philodemus (hidup sekitar tahun 110 SM sampai 30 SM).
Bongkahan gulungan papirus yang menghitam ini diberikan kepada Napoleon Bonaparte dan diserahkan ke Institut de France di Paris. Pada tahun 1986, upaya membuka gulungan papirus malah mengakibatkan kerusakan lebih lanjut.
Dikutip dari laman Live Science, Kamis (9/2/2023), saat ini para peneliti menggunakan teknologi machine learning, cabang dari kecerdasan buatan (artificial intelligence), untuk mengungkap isi papirus itu. Teknologi machine learning digunakan karena mampu membedakan tinta samar pada gulungan papirus yang kondisinya tak utuh.
Machine learning adalah ilmu pengembangan algoritma dan model secara statistik yang digunakan sistem komputer untuk menjalankan tugas tanpa instruksi eksplisit, dengan mengandalkan pola serta inferensi. Sistem komputer menggunakan algoritme machine learning untuk memproses data historis berjumlah besar dan mengidentifikasi pola data.
Hal ini memungkinkannya untuk memprediksi hasil yang lebih akurat dari set data input yang diberikan. Richard Janko, profesor studi klasik Universitas Gerald F. Else di University of Michigan mengatakan berhasil mengungkap isi gulungan papirus The Lost Book menggunakan machine learning.
Hanya sebagian kecil dari teks yang rusak berat yang dapat dibaca sekarang. “Ini berisi nama sejumlah dinasti dan jenderal Makedonia Alexander Agung,” kata Janko saat presentasi pada pertemuan tahunan Institut Arkeologi Amerika dan Society for Classical Studies, di New Orleans bulan lalu.
Penelitian ini belum dipublikasikan dalam jurnal peer-review. Janko menambahkan bahwa papirus itu juga mencakup beberapa penyebutan nama Alexander Agung.
Diketahui, setelah Alexander Agung meninggal pada tahun 323 SM, kerajaannya runtuh. Teks tersebut menyebutkan jenderal Makedonia Seleucus, yang menggantikan menguasai sejumlah besar wilayah di Timur Tengah, dan Cassander yang memerintah Yunani setelah kematian Alexander.
Janko telah mempelajari papirus dengan bantuan tim yang dipimpin oleh Brent Seales, direktur Pusat Visualisasi dan Lingkungan Virtual di Universitas Kentucky. Untuk mengungkap rahasia papirus, tim Seales telah menggunakan machine learning.
Mereka telah melatih program komputer cara mendeteksi tinta pada papirus dengan membiarkannya menganalisis gulungan kuno dengan pemindaian computed tomography (CT), yang memerlukan ribuan sinar-X untuk membuat gambar digital 3D.
"Mereka memiliki tulisan yang terlihat, sehingga kami dapat mencocokkan lokasi tinta dengan tempat yang tepat untuk mencari tinta tersebut di micro-CT," kata Seales kepada Live Science.
Gulungan papirus yang dijuluki The Lost Book atau Buku yang Hilang ini kondisinya hangus menjadi arang akibat letusan gunung Vesuvius tahun 79 M. Berabad-abad kemudian, gulungan itu diserahkan kepada Napoleon Bonaparte pada tahun 1804.
Buku yang hilang itu berasal dari Vila Papirus di Herculaneum, sebuah kota yang hancur di sepanjang Pompeii ketika Gunung Vesuvius meletus setelah pergantian milenium pertama. Vila tersebut, dinamai berdasarkan banyak ditemukan gulungan papirusnya yang berisi tulisan filsuf Philodemus (hidup sekitar tahun 110 SM sampai 30 SM).
Bongkahan gulungan papirus yang menghitam ini diberikan kepada Napoleon Bonaparte dan diserahkan ke Institut de France di Paris. Pada tahun 1986, upaya membuka gulungan papirus malah mengakibatkan kerusakan lebih lanjut.
Dikutip dari laman Live Science, Kamis (9/2/2023), saat ini para peneliti menggunakan teknologi machine learning, cabang dari kecerdasan buatan (artificial intelligence), untuk mengungkap isi papirus itu. Teknologi machine learning digunakan karena mampu membedakan tinta samar pada gulungan papirus yang kondisinya tak utuh.
Machine learning adalah ilmu pengembangan algoritma dan model secara statistik yang digunakan sistem komputer untuk menjalankan tugas tanpa instruksi eksplisit, dengan mengandalkan pola serta inferensi. Sistem komputer menggunakan algoritme machine learning untuk memproses data historis berjumlah besar dan mengidentifikasi pola data.
Hal ini memungkinkannya untuk memprediksi hasil yang lebih akurat dari set data input yang diberikan. Richard Janko, profesor studi klasik Universitas Gerald F. Else di University of Michigan mengatakan berhasil mengungkap isi gulungan papirus The Lost Book menggunakan machine learning.
Hanya sebagian kecil dari teks yang rusak berat yang dapat dibaca sekarang. “Ini berisi nama sejumlah dinasti dan jenderal Makedonia Alexander Agung,” kata Janko saat presentasi pada pertemuan tahunan Institut Arkeologi Amerika dan Society for Classical Studies, di New Orleans bulan lalu.
Penelitian ini belum dipublikasikan dalam jurnal peer-review. Janko menambahkan bahwa papirus itu juga mencakup beberapa penyebutan nama Alexander Agung.
Diketahui, setelah Alexander Agung meninggal pada tahun 323 SM, kerajaannya runtuh. Teks tersebut menyebutkan jenderal Makedonia Seleucus, yang menggantikan menguasai sejumlah besar wilayah di Timur Tengah, dan Cassander yang memerintah Yunani setelah kematian Alexander.
Janko telah mempelajari papirus dengan bantuan tim yang dipimpin oleh Brent Seales, direktur Pusat Visualisasi dan Lingkungan Virtual di Universitas Kentucky. Untuk mengungkap rahasia papirus, tim Seales telah menggunakan machine learning.
Baca Juga
Mereka telah melatih program komputer cara mendeteksi tinta pada papirus dengan membiarkannya menganalisis gulungan kuno dengan pemindaian computed tomography (CT), yang memerlukan ribuan sinar-X untuk membuat gambar digital 3D.
"Mereka memiliki tulisan yang terlihat, sehingga kami dapat mencocokkan lokasi tinta dengan tempat yang tepat untuk mencari tinta tersebut di micro-CT," kata Seales kepada Live Science.
(wib)