Suara Letusan Gunung Krakatau Begitu Keras, Mampu Pecahkan Gendang Telinga
loading...
A
A
A
JAKARTA - Suara apa yang paling keras di dunia? Menurut ilmuwan, suara paling keras di dunia adalah letusan Gunung Krakatau yang terjadi pada 1883. Hal tersebut diketahui dari pembacaan barometer di pabrik gas yang terletak 160 kilometer dari Gunung Krakatau. Diperkirakan letusan Krakatau saat itu menimbulkan suara hingga 172 desibel. Padahal, ambang rasa sakit manusia hanya berada di angka 130 desibel.
Begitu dahsyatnya, suara letusan gunung tersebut masih terdengar dengan jelas hingga 4.800 kilometer. Dilansir dari IFL Science, Sabtu (4/3), letusan Krakatau terjadi pada 27 Agustus 1883, pukul 10.22 WIB.
Tak hanya menghasilkan suara yang dahsyat, letusan Gunung Krakatau juga mengirimkan gelombang tsunami setinggi 46 meter yang meluas hingga wilayah Afrika Selatan.
Jika dibandingkan dengan sebuah bom, maka ledakan letusan gunung Krakatau saat ini setara dengan bom berkekuatan 200 megaton.
Menurut ilmuwan, Gunung Krakatau pernah berada di tengah-tengah antara Jawa dan Sumatra. Posisi Krakatau menjulang dengan ketinggian 838 meter di atas permukaan laut. Gunung tersebut berada di pulau vulkanik kecil yang tak berpenghuni, terakhir kali diyakini aktif sejak 1680 sebelum peristiwa letusan 1883.
Peristiwa letusan Gunung Krakatau itu tercatat sebagai bencana alam mematikan kedua sepanjang sejarah dengan menelan korban 36.000 jiwa. Bandingkan dengan letusan Gunung Tambora pada 1815 yang merenggut sedikitnya 60.000 jiwa.
Pada saat terjadinya letusan Krakatau, seorang pelaut berjarak 64 kilometer dari pulau merasakan sendiri betapa kerasnya suara tersebut. Diperkirakan suara letusan Gunung Krakatau lebih dari 194 desibel. Tekanan udara membuat berubah dari suara yang dapat dirasakan menjadi semburan udara bertekanan sehingga berpotensi memecahkan gendang telinga.
“Begitu dahsyatnya ledakan sehingga gendang telinga lebih dari setengah kru saya hancur,” demikian catata kapten kapal Inggris, Kastil Norham.
Dilansir dari Live Science, aktivitas vulkanik Krakatau terjadi karena aktivitas subduksi lempeng Indo-Australia yang bergerak ke arah utara menuju daratan Asia.
Letusan tersebut melontarkan sekitar 11 mil kubik puing ke atmosfer, menggelapkan langit hingga 442 kilometer. Akibatnya, cahaya matahari tak terlihat selama tiga hari di wilayah tersebut.
Sebelum letusan bersejarah itu, gunung tersebut punya tiga puncak gunung berapi yang terhubung yakni Perboewatan yang paling utara dan paling aktif, Danan di tengah, dan yang terbesar adalah Rakata.
Sekarang, terakhir kalinya Gunung Anak Krakatau (GAK) kembali erupsi terjadi pada Jumat, 27 Januari 2023 malam.
Erupsi pertama pukul 21:35 WIB dengan tinggi kolom tidak teramati, namun terekam seismograf dengan amplitudo maksimum 55 mm dan berdurasi 38 detik.
Erupsi kedua pada pukul 21.44 WIB, kolom tidak teramati namun terekam pada seismograf dengan amplitudo maksimum 52 mm dan berdurasi0detik.
Begitu dahsyatnya, suara letusan gunung tersebut masih terdengar dengan jelas hingga 4.800 kilometer. Dilansir dari IFL Science, Sabtu (4/3), letusan Krakatau terjadi pada 27 Agustus 1883, pukul 10.22 WIB.
Tak hanya menghasilkan suara yang dahsyat, letusan Gunung Krakatau juga mengirimkan gelombang tsunami setinggi 46 meter yang meluas hingga wilayah Afrika Selatan.
Jika dibandingkan dengan sebuah bom, maka ledakan letusan gunung Krakatau saat ini setara dengan bom berkekuatan 200 megaton.
Menurut ilmuwan, Gunung Krakatau pernah berada di tengah-tengah antara Jawa dan Sumatra. Posisi Krakatau menjulang dengan ketinggian 838 meter di atas permukaan laut. Gunung tersebut berada di pulau vulkanik kecil yang tak berpenghuni, terakhir kali diyakini aktif sejak 1680 sebelum peristiwa letusan 1883.
Peristiwa letusan Gunung Krakatau itu tercatat sebagai bencana alam mematikan kedua sepanjang sejarah dengan menelan korban 36.000 jiwa. Bandingkan dengan letusan Gunung Tambora pada 1815 yang merenggut sedikitnya 60.000 jiwa.
Pada saat terjadinya letusan Krakatau, seorang pelaut berjarak 64 kilometer dari pulau merasakan sendiri betapa kerasnya suara tersebut. Diperkirakan suara letusan Gunung Krakatau lebih dari 194 desibel. Tekanan udara membuat berubah dari suara yang dapat dirasakan menjadi semburan udara bertekanan sehingga berpotensi memecahkan gendang telinga.
“Begitu dahsyatnya ledakan sehingga gendang telinga lebih dari setengah kru saya hancur,” demikian catata kapten kapal Inggris, Kastil Norham.
Dilansir dari Live Science, aktivitas vulkanik Krakatau terjadi karena aktivitas subduksi lempeng Indo-Australia yang bergerak ke arah utara menuju daratan Asia.
Letusan tersebut melontarkan sekitar 11 mil kubik puing ke atmosfer, menggelapkan langit hingga 442 kilometer. Akibatnya, cahaya matahari tak terlihat selama tiga hari di wilayah tersebut.
Sebelum letusan bersejarah itu, gunung tersebut punya tiga puncak gunung berapi yang terhubung yakni Perboewatan yang paling utara dan paling aktif, Danan di tengah, dan yang terbesar adalah Rakata.
Sekarang, terakhir kalinya Gunung Anak Krakatau (GAK) kembali erupsi terjadi pada Jumat, 27 Januari 2023 malam.
Erupsi pertama pukul 21:35 WIB dengan tinggi kolom tidak teramati, namun terekam seismograf dengan amplitudo maksimum 55 mm dan berdurasi 38 detik.
Erupsi kedua pada pukul 21.44 WIB, kolom tidak teramati namun terekam pada seismograf dengan amplitudo maksimum 52 mm dan berdurasi0detik.
(dan)