Bingung Membedakan Antara Beracun dan Berbisa, Ternyata Begini Caranya
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Tumbuhan beracun dan hewan berbisa sama-sama berbahaya dan dapat membunuh, jadi harus diwaspadai. Namun, istilah racun (poison) dan bisa (venom) tidak dapat disamakan atau dipertukarkan karena memiliki perbedaan yang subtansi.
Secara sederhana ular disebut berbisa, sedangkan untuk buah atau tumbuhan disebut beracun. Jadi, istilah bisa itu jika disuntikkan langsung oleh hewan, sedangkan racun bekerja secara pasif, seperti disentuh atau ditelan.
“Jika Anda menggigitnya dan Anda sakit, itu beracun. Sebaliknya, jika itu menggigit atau menyengat Anda dan Anda sakit, itu berbisa," kata Jason Strickland, seorang ahli biologi di University of South Alabama dikutip dari laman Live Science, Selasa (28/3/2023).
Dalam sebuah artikel penelitian yang diterbitkan pada tahun 2013 di jurnal Biological Review, para ilmuwan mengusulkan kategori ketiga dari racun alami, yaitu "toxungens". Toxungens secara aktif disemprotkan atau dilemparkan ke arah korbannya tanpa suntikan, misalnya ular kobra yang meludah dapat memuntahkan racun dari taringnya.
Tidak peduli bagaimana racun dan bisa dikirim, bahan kimia beracun ini adalah senjata yang sangat efektif antara pemangsa dan mangsa. Dalam beberapa kasus, seekor hewan dapat menggunakan racunnya untuk menyerang dan bertahan.
Kobra penyembur, seperti kobra penyembur berleher hitam (Naja nigricollis) dan kobra Filipina (Naja philippinensis), mengeluarkan racun untuk membela diri saat menghadapi ancaman dan menyuntikkan racun ke mangsanya untuk berburu. Fakta ini menjadikan mereka makhluk beracun dan berbisa.
Terkadang, dua metode berbeda digunakan untuk tujuan yang sama. Salamander api (Salamandra salamandra) membela diri dengan racun di kulitnya dan racun yang disemprotkan dari matanya. Hal ini membuatnya juga disebut hewan beracun dan berbisa.
Secara biologis, semua zat beracun ini juga sangat beragam. Bisa telah berevolusi secara mandiri lebih dari 100 kali, pada makhluk yang beragam seperti ular, kalajengking, laba-laba, dan siput kerucut. Mereka juga sangat umum karena setidaknya, sekitar 15% dari semua spesies hewan di Bumi berbisa.
Secara sederhana ular disebut berbisa, sedangkan untuk buah atau tumbuhan disebut beracun. Jadi, istilah bisa itu jika disuntikkan langsung oleh hewan, sedangkan racun bekerja secara pasif, seperti disentuh atau ditelan.
“Jika Anda menggigitnya dan Anda sakit, itu beracun. Sebaliknya, jika itu menggigit atau menyengat Anda dan Anda sakit, itu berbisa," kata Jason Strickland, seorang ahli biologi di University of South Alabama dikutip dari laman Live Science, Selasa (28/3/2023).
Dalam sebuah artikel penelitian yang diterbitkan pada tahun 2013 di jurnal Biological Review, para ilmuwan mengusulkan kategori ketiga dari racun alami, yaitu "toxungens". Toxungens secara aktif disemprotkan atau dilemparkan ke arah korbannya tanpa suntikan, misalnya ular kobra yang meludah dapat memuntahkan racun dari taringnya.
Tidak peduli bagaimana racun dan bisa dikirim, bahan kimia beracun ini adalah senjata yang sangat efektif antara pemangsa dan mangsa. Dalam beberapa kasus, seekor hewan dapat menggunakan racunnya untuk menyerang dan bertahan.
Kobra penyembur, seperti kobra penyembur berleher hitam (Naja nigricollis) dan kobra Filipina (Naja philippinensis), mengeluarkan racun untuk membela diri saat menghadapi ancaman dan menyuntikkan racun ke mangsanya untuk berburu. Fakta ini menjadikan mereka makhluk beracun dan berbisa.
Terkadang, dua metode berbeda digunakan untuk tujuan yang sama. Salamander api (Salamandra salamandra) membela diri dengan racun di kulitnya dan racun yang disemprotkan dari matanya. Hal ini membuatnya juga disebut hewan beracun dan berbisa.
Secara biologis, semua zat beracun ini juga sangat beragam. Bisa telah berevolusi secara mandiri lebih dari 100 kali, pada makhluk yang beragam seperti ular, kalajengking, laba-laba, dan siput kerucut. Mereka juga sangat umum karena setidaknya, sekitar 15% dari semua spesies hewan di Bumi berbisa.