Berwarna Unik, Spesies Ular Baru Ditemukan di Sulawesi Selatan
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Spesies baru ular air bernama Hypsiscopus Indonesiensis ditemukan di Danau Towuti, Sulawesi Selatan. Penemuan ini menambah jumlah total spesies ular di Sulawesi menjadi 60 spesies.
Ular ini memiliki warna abu-abu kecokelatan dengan ekor yang pipih menyamping dan lebih banyak baris sisik di sepanjang bagian tengah tubuhnya. Yang menarik, ular ini memiliki lebih banyak sisik ventral tetapi lebih sedikit sisik ekor dibandingkan dengan spesies Hypsiscopus lainnya . Ular ini juga memiliki pola warna yang unik dibandingkan dengan spesies lainnya.
H. indonesiensis merupakan ular air tawar yang dikenal dengan sebutan "ular air berekor pipih". Menurut peneliti dari Pusat Penelitian Biosistematika dan Evolusi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, BRIN, Amir Hamidy, kelompok ular ini umumnya menghuni lingkungan air tawar dan memangsa ikan kecil, kecebong, atau kepiting.
Secara fisik, mereka relatif kecil, jarang melebihi 1 meter atau 700 milimeter, dan hanya ditemukan di Danau Towuti. Kehadiran mereka menunjukkan tingkat endemisme yang lebih tinggi dibandingkan dengan H. matannensis .
"Penelitian lebih lanjut mengenai populasi dan distribusinya diperlukan untuk menilai status konservasinya," kata Amir.
Ia menjelaskan, dari empat spesies dalam genus tersebut, tiga di antaranya ditemukan di Sulawesi, dua di antaranya endemik. Satu adalah H. indonesiensis yang hanya ditemukan di Danau Towuti, sedangkan satu lagi adalah H. matanensis yang ditemukan di Danau Matano dan beberapa daerah lain di Sulawesi.
Amir mencatat bahwa hampir 60 persen dari semua ular di Sulawesi merupakan spesies endemik, angka yang jauh lebih rendah dibandingkan di Kepulauan Sundaland. Namun, tingkat endemik ular Sulawesi lebih tinggi.
"Sumatera memiliki 127 jenis ular, 16 persen di antaranya endemik, sedangkan Kalimantan memiliki 133 jenis (23 persen endemik), dan Jawa-Bali memiliki 110 jenis (6,4 persen endemik)," jelasnya.
Amir kemudian bercerita tentang catatan Den Bosch tahun 1985 yang mencatat keberadaan 55 spesies ular di Sulawesi. Namun pada tahun 2005, penulis buku "The Snakes of Sulawesi: A Field Guide to the Land Snakes of Sulawesi", Ruud de Lang dan Gernot Vogel, merevisi jumlahnya menjadi 52 spesies. Seiring berjalannya waktu, tujuh spesies ular baru berhasil diidentifikasi di Sulawesi, sehingga jumlah total spesies ular di sana menjadi 59. Penemuan terbaru ini membuat keanekaragaman spesies ular darat di Sulawesi menjadi 60 spesies.
Amir juga berbagi cerita menarik tentang penemuan H. indonesiensis . Menurutnya, spesimen ular ini berasal dari enam spesimen yang dikumpulkan pada tahun 2003 dan satu spesimen yang dikumpulkan pada tahun 2009, dengan rentang waktu yang cukup panjang, sekitar 16 tahun. Amir menambahkan, proses identifikasi sempat tertunda karena keterbatasan jumlah spesimen saat itu.
Ia menambahkan, setelah tahun 2019, anggota Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) saat itu berhasil mengumpulkan spesimen segar dari Danau Towuti yang sangat membantu dalam validasi proses identifikasi. Hasilnya, temuan tersebut dipublikasikan dalam jurnal Treubia Volume 50 Nomor 1 tahun 2023.
Sebagai informasi tambahan, Sulawesi - sebuah pulau di Kepulauan Indo-Australia - dikenal karena sejarah geologisnya yang unik dan merupakan pusat keanekaragaman hayati bagi banyak spesies. Pulau ini memiliki beberapa danau purba yang terpecah selama zaman Pliosen, termasuk Danau Matano, Danau Towuti, dan Danau Mahalona.
Baca Juga
Ular ini memiliki warna abu-abu kecokelatan dengan ekor yang pipih menyamping dan lebih banyak baris sisik di sepanjang bagian tengah tubuhnya. Yang menarik, ular ini memiliki lebih banyak sisik ventral tetapi lebih sedikit sisik ekor dibandingkan dengan spesies Hypsiscopus lainnya . Ular ini juga memiliki pola warna yang unik dibandingkan dengan spesies lainnya.
H. indonesiensis merupakan ular air tawar yang dikenal dengan sebutan "ular air berekor pipih". Menurut peneliti dari Pusat Penelitian Biosistematika dan Evolusi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, BRIN, Amir Hamidy, kelompok ular ini umumnya menghuni lingkungan air tawar dan memangsa ikan kecil, kecebong, atau kepiting.
Secara fisik, mereka relatif kecil, jarang melebihi 1 meter atau 700 milimeter, dan hanya ditemukan di Danau Towuti. Kehadiran mereka menunjukkan tingkat endemisme yang lebih tinggi dibandingkan dengan H. matannensis .
"Penelitian lebih lanjut mengenai populasi dan distribusinya diperlukan untuk menilai status konservasinya," kata Amir.
Ia menjelaskan, dari empat spesies dalam genus tersebut, tiga di antaranya ditemukan di Sulawesi, dua di antaranya endemik. Satu adalah H. indonesiensis yang hanya ditemukan di Danau Towuti, sedangkan satu lagi adalah H. matanensis yang ditemukan di Danau Matano dan beberapa daerah lain di Sulawesi.
Amir mencatat bahwa hampir 60 persen dari semua ular di Sulawesi merupakan spesies endemik, angka yang jauh lebih rendah dibandingkan di Kepulauan Sundaland. Namun, tingkat endemik ular Sulawesi lebih tinggi.
"Sumatera memiliki 127 jenis ular, 16 persen di antaranya endemik, sedangkan Kalimantan memiliki 133 jenis (23 persen endemik), dan Jawa-Bali memiliki 110 jenis (6,4 persen endemik)," jelasnya.
Amir kemudian bercerita tentang catatan Den Bosch tahun 1985 yang mencatat keberadaan 55 spesies ular di Sulawesi. Namun pada tahun 2005, penulis buku "The Snakes of Sulawesi: A Field Guide to the Land Snakes of Sulawesi", Ruud de Lang dan Gernot Vogel, merevisi jumlahnya menjadi 52 spesies. Seiring berjalannya waktu, tujuh spesies ular baru berhasil diidentifikasi di Sulawesi, sehingga jumlah total spesies ular di sana menjadi 59. Penemuan terbaru ini membuat keanekaragaman spesies ular darat di Sulawesi menjadi 60 spesies.
Amir juga berbagi cerita menarik tentang penemuan H. indonesiensis . Menurutnya, spesimen ular ini berasal dari enam spesimen yang dikumpulkan pada tahun 2003 dan satu spesimen yang dikumpulkan pada tahun 2009, dengan rentang waktu yang cukup panjang, sekitar 16 tahun. Amir menambahkan, proses identifikasi sempat tertunda karena keterbatasan jumlah spesimen saat itu.
Ia menambahkan, setelah tahun 2019, anggota Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) saat itu berhasil mengumpulkan spesimen segar dari Danau Towuti yang sangat membantu dalam validasi proses identifikasi. Hasilnya, temuan tersebut dipublikasikan dalam jurnal Treubia Volume 50 Nomor 1 tahun 2023.
Sebagai informasi tambahan, Sulawesi - sebuah pulau di Kepulauan Indo-Australia - dikenal karena sejarah geologisnya yang unik dan merupakan pusat keanekaragaman hayati bagi banyak spesies. Pulau ini memiliki beberapa danau purba yang terpecah selama zaman Pliosen, termasuk Danau Matano, Danau Towuti, dan Danau Mahalona.
(wbs)