Ada 14.000 Spesies Semut di Dunia, Rahasia Evolusinya Sejak 60 Juta Tahun Terungkap
loading...
A
A
A
CHICAGO - Sekitar 60 juta tahun yang lalu, sebagian besar semut adalah penghuni hutan yang membangun sarangnya di bawah tanah. Tapi semut modern telah terdiversifikasi menjadi lebih dari 14.000 spesies, yang hidup di sabana, padang rumput, dan gurun.
Faktanya, semut dapat ditemukan di setiap benua kecuali Antartika. Semut dapat ditemukan dalam jumlah besar di hampir semua wilayah dan habitat dunia. Para ilmuwan menemukan jawaban, mengapa semut menjadi spesies serangga besar dan sangat beragam di bumi.
Dalam studi yang dipublikasikan dalam jurnal Evolution Letters, para para peneliti dari Field Museum di Chicago serta Universitas Cornell dan Stanford, menemukan diversifikasi semut seiring dengan munculnya angiospermae, tanaman yang menghasilkan bunga dan menghasilkan biji dalam buah.
Setelah mempelajari fosil, DNA, dan data iklim, ditemukan bagaimana semut dan tanaman saling terkait, secara evolusioner. Penelitian ini menjelaskan studi sebelumnya yang menyebutkan jumlah semut di dunia diperkirakan lebih dari empat kuadriliun (angka empat diikuti 15 nol di belakang).
“Studi ini menunjukkan peran penting tumbuhan dalam membentuk ekosistem. Pergeseran dalam komunitas tumbuhan, berdampak pada hewan dan organisme lain yang bergantung pada tumbuhan ini,” kata Matthew Nelsen, pemimpin studi ini dikutip dari laman NewAtlas, Kamis (13/4/2023).
Untuk memodelkan evolusi semut, para peneliti membandingkan iklim tempat tinggal 1.435 spesies semut modern. Ditambah dengan rekonstruksi silsilah semut berskala waktu berdasarkan informasi genetik dan fosil semut yang diawetkan dalam damar.
Mereka memperoleh informasi serupa tentang tumbuhan dan kemudian membandingkan keduanya. Temuan ini menunjukkan bahwa sebagian besar semut purba menghuni habitat hutan hingga sekitar periode Paleogen pertengahan hingga akhir (66 hingga 23 juta tahun lalu) hingga Neogen awal (23 juta tahun lalu hingga sekarang).
Saat itulah mereka mulai melakukan diversifikasi, dipengaruhi oleh evolusi tumbuhan hutan. “Sekitar waktu ini, beberapa tumbuhan di hutan ini berevolusi untuk mengeluarkan lebih banyak uap air melalui lubang kecil di daunnya,” ujar Nelsen.
Untuk menghindari basah, beberapa semut memindahkan sarangnya dari bawah tanah ke pepohonan. Para peneliti berpendapat bahwa ketika angiospermae hutan perlahan-lahan menyebar ke luar untuk menghuni daerah yang lebih terbuka dan gersang, beberapa semut mengikutinya. Mungkin, kata para peneliti, karena mereka mengikuti perut mereka.
“Ilmuwan lain telah menunjukkan bahwa tumbuhan di habitat gersang ini mengembangkan cara membuat makanan bagi semut. Seperti elaiosom, tumbuh berdaging pada bijinya,” kata Nelsen.
Hubungan yang saling menguntungkan berkembang. Semut menikmati makanan yang disediakan oleh benih tanaman, dan semut yang mengambil benih memastikan tanaman menyebar lebih jauh. Temuan penelitian ini meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana evolusi semut bertepatan dengan dan dimungkinkan oleh evolusi tumbuhan berbunga, yang dimulai jutaan tahun lalu.
Faktanya, semut dapat ditemukan di setiap benua kecuali Antartika. Semut dapat ditemukan dalam jumlah besar di hampir semua wilayah dan habitat dunia. Para ilmuwan menemukan jawaban, mengapa semut menjadi spesies serangga besar dan sangat beragam di bumi.
Dalam studi yang dipublikasikan dalam jurnal Evolution Letters, para para peneliti dari Field Museum di Chicago serta Universitas Cornell dan Stanford, menemukan diversifikasi semut seiring dengan munculnya angiospermae, tanaman yang menghasilkan bunga dan menghasilkan biji dalam buah.
Setelah mempelajari fosil, DNA, dan data iklim, ditemukan bagaimana semut dan tanaman saling terkait, secara evolusioner. Penelitian ini menjelaskan studi sebelumnya yang menyebutkan jumlah semut di dunia diperkirakan lebih dari empat kuadriliun (angka empat diikuti 15 nol di belakang).
“Studi ini menunjukkan peran penting tumbuhan dalam membentuk ekosistem. Pergeseran dalam komunitas tumbuhan, berdampak pada hewan dan organisme lain yang bergantung pada tumbuhan ini,” kata Matthew Nelsen, pemimpin studi ini dikutip dari laman NewAtlas, Kamis (13/4/2023).
Untuk memodelkan evolusi semut, para peneliti membandingkan iklim tempat tinggal 1.435 spesies semut modern. Ditambah dengan rekonstruksi silsilah semut berskala waktu berdasarkan informasi genetik dan fosil semut yang diawetkan dalam damar.
Mereka memperoleh informasi serupa tentang tumbuhan dan kemudian membandingkan keduanya. Temuan ini menunjukkan bahwa sebagian besar semut purba menghuni habitat hutan hingga sekitar periode Paleogen pertengahan hingga akhir (66 hingga 23 juta tahun lalu) hingga Neogen awal (23 juta tahun lalu hingga sekarang).
Saat itulah mereka mulai melakukan diversifikasi, dipengaruhi oleh evolusi tumbuhan hutan. “Sekitar waktu ini, beberapa tumbuhan di hutan ini berevolusi untuk mengeluarkan lebih banyak uap air melalui lubang kecil di daunnya,” ujar Nelsen.
Untuk menghindari basah, beberapa semut memindahkan sarangnya dari bawah tanah ke pepohonan. Para peneliti berpendapat bahwa ketika angiospermae hutan perlahan-lahan menyebar ke luar untuk menghuni daerah yang lebih terbuka dan gersang, beberapa semut mengikutinya. Mungkin, kata para peneliti, karena mereka mengikuti perut mereka.
“Ilmuwan lain telah menunjukkan bahwa tumbuhan di habitat gersang ini mengembangkan cara membuat makanan bagi semut. Seperti elaiosom, tumbuh berdaging pada bijinya,” kata Nelsen.
Hubungan yang saling menguntungkan berkembang. Semut menikmati makanan yang disediakan oleh benih tanaman, dan semut yang mengambil benih memastikan tanaman menyebar lebih jauh. Temuan penelitian ini meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana evolusi semut bertepatan dengan dan dimungkinkan oleh evolusi tumbuhan berbunga, yang dimulai jutaan tahun lalu.
(wib)