Salju Abadi Papua Terancam Hilang Akibat El Nino Tahun Depan
loading...
A
A
A
PAPUA - Fenomena alam El Nino yang mengakibatkan peningkatan suhu panas tak hanya berdampak pada lapisan es Antartika. Faktanya Salju Abadu di Puncak Jaya, Papua, menyusut sangat cepat.
Luas tutupan es salju berketinggian 4.884 meter di atas permukaan laut ini menciut sampai 98%, dari 19,3 km2 pada 1850 menjadi hanya 0,34 km2 pada 2020.
Data terbaru dari satelit Sentinel-2A juga menunjukkan penyusutan luas tutupan es Papua tak terbendung: menjadi sebesar 0,27 km2 pada Juli 2021 dan 0,23 km2 pada April 2022.
Ini terlihat dari hasil pemantauan berkala oleh tim Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan PT Freeport Indonesia (PTFI) sejak 2010 hingga 2022. Temuan turut diperkuat dengan hasil penelitian BMKG bersama The Ohio State University, Amerika Serikat.
Selama 2010-2015, kami mendapati es menipis sekitar 5 m dengan laju penipisan 1,05 m per tahun.
Pada November 2015-2016, penipisan es sangat signifikan: hingga 5 m. Ini kemungkinan disebabkan oleh efek El Niño 2015–2016 yang amat kuat.
Pada awal 2021, berdasarkan foto udara, kami mendapati ketebalan es telah berkurang 12,5 m lagi sejak November 2016 atau setara dengan laju penipisan sekitar 2,5 m per tahun.
Seperti dilansir dari Conversation, menggunakan pemodelan CORDEX-SEA dan data observasi untuk memprediksi hilangnya tutupan es Papua berdasarkan proyeksi iklim di masa depan.
Hasilnya, tutupan es di Puncak Jaya diperkirakan hilang pada tahun 2026.
Namun, laju penipisan gletser bisa lebih parah. Gletser dapat habis total paling cepat pada tahun 2024. Risiko ini semakin besar karena El Nino yang membuat iklim bumi lebih hangat–dapat terjadi pada tahun ini.
Semua hasil pengamatan di atas terangkum dalam artikel yang saya tulis bersama kolega dan terbit di Proceedings of the National Academy of Sciences Amerika Serikat (PNAS) pada 2019.
Pada Desember 2022, BMKG mengadakan survei pemantauan gletser lanjutan. Mengukur tiang atau stake dengan mengidentifikasi sisa stake yang nampak di permukaan es melalui foto udara.
Luas tutupan es salju berketinggian 4.884 meter di atas permukaan laut ini menciut sampai 98%, dari 19,3 km2 pada 1850 menjadi hanya 0,34 km2 pada 2020.
Data terbaru dari satelit Sentinel-2A juga menunjukkan penyusutan luas tutupan es Papua tak terbendung: menjadi sebesar 0,27 km2 pada Juli 2021 dan 0,23 km2 pada April 2022.
Ini terlihat dari hasil pemantauan berkala oleh tim Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan PT Freeport Indonesia (PTFI) sejak 2010 hingga 2022. Temuan turut diperkuat dengan hasil penelitian BMKG bersama The Ohio State University, Amerika Serikat.
Selama 2010-2015, kami mendapati es menipis sekitar 5 m dengan laju penipisan 1,05 m per tahun.
Pada November 2015-2016, penipisan es sangat signifikan: hingga 5 m. Ini kemungkinan disebabkan oleh efek El Niño 2015–2016 yang amat kuat.
Pada awal 2021, berdasarkan foto udara, kami mendapati ketebalan es telah berkurang 12,5 m lagi sejak November 2016 atau setara dengan laju penipisan sekitar 2,5 m per tahun.
Seperti dilansir dari Conversation, menggunakan pemodelan CORDEX-SEA dan data observasi untuk memprediksi hilangnya tutupan es Papua berdasarkan proyeksi iklim di masa depan.
Hasilnya, tutupan es di Puncak Jaya diperkirakan hilang pada tahun 2026.
Namun, laju penipisan gletser bisa lebih parah. Gletser dapat habis total paling cepat pada tahun 2024. Risiko ini semakin besar karena El Nino yang membuat iklim bumi lebih hangat–dapat terjadi pada tahun ini.
Semua hasil pengamatan di atas terangkum dalam artikel yang saya tulis bersama kolega dan terbit di Proceedings of the National Academy of Sciences Amerika Serikat (PNAS) pada 2019.
Pada Desember 2022, BMKG mengadakan survei pemantauan gletser lanjutan. Mengukur tiang atau stake dengan mengidentifikasi sisa stake yang nampak di permukaan es melalui foto udara.
(wbs)