Prediksi Gempa 2 Jam sebelum Kejadian, AS Kembangkan Alat Pendeteksi Gunakan Data GPS
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Para peneliti dari Laboratorium Geodesi Nevada, Universitas Nevada, mengembangkan alat pendeteksi gempa bumi menggunakan data satelit GPS (Global Positioning System). Dalam penelitian baru yang diterbitkan Jurnal Geofisika pada 20 Juli 2023, cara ini dapat memprediksi peristiwa gempa bumi 2 jam sebelumnya.
Selama beberapa dekade, para ilmuwan mencoba menemukan pola yang mendahului gempa bumi besar sehingga orang memiliki waktu untuk bersiap, tetapi sejauh ini upaya tersebut tidak berhasil. Namun, satelit GPS dapat membantu peneliti mengidentifikasi prekursor gempa kuat dua jam sebelum terjadi.
Caranya dengan melacak "slip" kecil di lempeng tektonik saat bergesekan satu sama lain. Gempa bumi terjadi ketika lempengan batuan yang bergerak lambat tepat di bawah permukaan bumi tiba-tiba meluncur melewati satu sama lain.
Peristiwa ini melepaskan gelombang energi yang memicu guncangan di permukaan, yang bervariasi dari gemuruh kecil hingga gempa besar. “Mengidentifikasi pola gerakan halus ini dapat membantu para ilmuwan memperingatkan orang-orang tentang gempa bumi beberapa jam sebelumnya,” kata Quentin Bletery salah satu peneliti Universitas Nevada, dikutip SINDOnews dari laman Live Science, Jumat (28/7/2023).
Para peneliti menganalisis data GPS global dari lebih 90 gempa bumi dengan magnitudo lebih besar dari 7. Satelit GPS mampu mendeteksi pergerakan tanah dengan mengukur posisi sensor yang tertanam di sekitar Bumi dan mencatat seberapa besar perpindahannya dari waktu ke waktu.
Para ilmuwan melacak bagaimana pergerakan tanah bergeser dalam 48 jam menjelang setiap peristiwa, khususnya dengan memperhatikan jumlah dan arah guncangan. Mereka menemukan bahwa dua jam sebelum gempa bumi pecah, gerakan tanah horizontal dipercepat dalam pola konsisten.
Pola ini disebut "slip patahan lambat", yaitu saat tanah bergerak tanpa menghasilkan gelombang seismik atau getaran apa pun. Kemudian para peneliti mengulangi analisis ini pada 100.000 jendela waktu 48 jam acak yang tidak terjadi sebelum gempa bumi dan melihat pola serupa hanya pada 0,03% sampel.
Ini mendukung gagasan bahwa pola "slip patahan lambat" terjadi sebelum gempa bumi di sebagian besar waktu. Studi baru ini diambil lebih dari 3.000 sensor di seluruh dunia untuk mengungkap pola sebelum gempa.
Tetapi mengidentifikasi pola slip kesalahan yang lambat di lokasi individu akan membutuhkan sensor yang setidaknya 100 kali lebih sensitif daripada teknologi yang ada. “Sistem ini bisa diterapkan dengan mengembangkan sistem GPS yang lebih canggih,” kata Bletery kepada Scientific American.
Selama beberapa dekade, para ilmuwan mencoba menemukan pola yang mendahului gempa bumi besar sehingga orang memiliki waktu untuk bersiap, tetapi sejauh ini upaya tersebut tidak berhasil. Namun, satelit GPS dapat membantu peneliti mengidentifikasi prekursor gempa kuat dua jam sebelum terjadi.
Caranya dengan melacak "slip" kecil di lempeng tektonik saat bergesekan satu sama lain. Gempa bumi terjadi ketika lempengan batuan yang bergerak lambat tepat di bawah permukaan bumi tiba-tiba meluncur melewati satu sama lain.
Peristiwa ini melepaskan gelombang energi yang memicu guncangan di permukaan, yang bervariasi dari gemuruh kecil hingga gempa besar. “Mengidentifikasi pola gerakan halus ini dapat membantu para ilmuwan memperingatkan orang-orang tentang gempa bumi beberapa jam sebelumnya,” kata Quentin Bletery salah satu peneliti Universitas Nevada, dikutip SINDOnews dari laman Live Science, Jumat (28/7/2023).
Para peneliti menganalisis data GPS global dari lebih 90 gempa bumi dengan magnitudo lebih besar dari 7. Satelit GPS mampu mendeteksi pergerakan tanah dengan mengukur posisi sensor yang tertanam di sekitar Bumi dan mencatat seberapa besar perpindahannya dari waktu ke waktu.
Para ilmuwan melacak bagaimana pergerakan tanah bergeser dalam 48 jam menjelang setiap peristiwa, khususnya dengan memperhatikan jumlah dan arah guncangan. Mereka menemukan bahwa dua jam sebelum gempa bumi pecah, gerakan tanah horizontal dipercepat dalam pola konsisten.
Pola ini disebut "slip patahan lambat", yaitu saat tanah bergerak tanpa menghasilkan gelombang seismik atau getaran apa pun. Kemudian para peneliti mengulangi analisis ini pada 100.000 jendela waktu 48 jam acak yang tidak terjadi sebelum gempa bumi dan melihat pola serupa hanya pada 0,03% sampel.
Ini mendukung gagasan bahwa pola "slip patahan lambat" terjadi sebelum gempa bumi di sebagian besar waktu. Studi baru ini diambil lebih dari 3.000 sensor di seluruh dunia untuk mengungkap pola sebelum gempa.
Tetapi mengidentifikasi pola slip kesalahan yang lambat di lokasi individu akan membutuhkan sensor yang setidaknya 100 kali lebih sensitif daripada teknologi yang ada. “Sistem ini bisa diterapkan dengan mengembangkan sistem GPS yang lebih canggih,” kata Bletery kepada Scientific American.
(wib)