Sosok Meret-Neith Mulai Terungkap, Punya Otoritas Melebihi Raja Mesir Kuno
loading...
A
A
A
KAIRO - Penggalian makam ratu Mesir kuno Meret-Neith mengungkapkan dia merupakan sosok yang berpengaruh dengan tingkat otoritas yang luar biasa tinggi. Prasasti yang ditemukan di dalam makam yang terletak di Abydos, di Mesir tengah, menunjukkan Meret-Neith memegang peran penting dalam perbendaharaan dan menjabat di posisi pemerintahan lainnya sekitar tahun 3000 SM.
Penggalian baru terhadap makam Meret-Neith telah menemukan banyak artefak barang berharga yang menunjukkan dia mungkin adalah penguasa wanita pertama Mesir kuno. Namun, beberapa ahli mempertanyakan apakah dia benar-benar memerintah.
Makam Meret-Neith ditemukan pada tahun 1900, namun penggalian baru-baru ini mengungkapkan makam monumental sang ratu berisi ratusan toples berisi biji anggur berusia 5.000 tahun. Diketahui, sisa-sisa anggur yang terpelihara dengan baik dan barang-barang kuburan lainnya yang identik untuk sebuah makam kerajaan.
“Ini jelas merupakan makam yang sangat penting,” kata Ronald Leprohon, profesor emeritus Egyptology di Universitas Toronto kepada Live Science melalui email dikutip SINDOnews, Kamis (19/10/2023).
Menurut Leprohon, Meret-Neith berarti "kekasih dewi Neith" adalah istri Raja Djet, raja ketiga dari dinasti pertama penguasa Mesir kuno dan ibu dari ahli warisnya, Raja Den. Kompleks makamnya mencakup berisi 41 makam orang istana dan pelayan dan dibuat dari batu bata lumpur, tanah liat, dan kayu melalui beberapa tahap konstruksi.
Temuan sebelumnya menunjukkan bahwa nama ratu muncul setelah nama putranya dalam daftar penguasa yang ditemukan di makamnya di Saqqara. Biasanya, diikuti dengan gelar “ibu raja,” yang menunjukkan bahwa dia memerintah setara bupati pada masa muda Raja Den.
Posisi di pemerintahan dapat tergambar jelas mengapa dia dimakamkan dengan megah di pemakaman kerajaan di Abydos. “Fakta namanya ditambahkan ke dalam daftar raja menunjukkan sesuatu yang sangat penting telah terjadi pada Meret-Neith,” kata Leprohon.
Namun apa yang sebenarnya terjadi masih menjadi misteri, kata Christiana Kohler, seorang arkeolog dan profesor Egyptology di Universitas Wina di Austria yang memimpin penggalian di Abydos. “Memang ada banyak perdebatan di kalangan ahli Mesir Kuno karena bukti yang ada tidak sepenuhnya meyakinkan,” kata Kohler kepada Live Science.
Beberapa ahli percaya Meret-Neith memiliki kekuasaan yang sama dengan yang diberikan kepada raja laki-laki, berdasarkan daftar penguasa yang ditemukan sebelumnya dan petunjuk lainnya. “Tidak ada ratu lain pada periode awal dinasti yang memiliki begitu banyak hak istimewa kerajaan,” tulis Jean-Pierre Patznick, seorang Egyptologist di Universitas Sorbonne di Prancis.
Peneliti lain tidak begitu yakin dengan otoritas Meret-Neith, dengan alasan bahwa wanita jarang memerintah di Mesir kuno, terutama pada masa awal Mesir. “Istri dan anak perempuan biasanya tidak dipertimbangkan dalam suksesi kerajaan,” kata Margaret Maitland, kurator utama koleksi Mediterania kuno di Museum Nasional Skotlandia.
Elizabeth Carney, seorang profesor emerita sejarah di Clemson University di South Carolina, setuju. “Akan sangat mengejutkan jika Anda memiliki raja perempuan sejak dinasti pertama,” katanya.
Namun, Leprohon punya argumen menarik bahwa posisi Meret-Neith di pemerintahan Mesir kuno 5.000 tahun yang lalu, namun tidak dianggap sebagai “firaun” atau raja. Sebab, istilah firaun yang berarti “rumah besar” dalam bahasa Mesir kuno, kemungkinan besar baru digunakan beberapa waktu kemudian.
Dia merujuk pada raja-raja dari dinasti ke-18 (sekitar tahun 1550 hingga 1295 SM) dan seterusnya. “Salah satu rekan peneliti kami juga menduga Hatshepsut pertama kali menggunakan istilah Istana Besar (firaun) untuk merujuk pada raja karena netral gender,” kata Leprohon.
Penggalian baru terhadap makam Meret-Neith telah menemukan banyak artefak barang berharga yang menunjukkan dia mungkin adalah penguasa wanita pertama Mesir kuno. Namun, beberapa ahli mempertanyakan apakah dia benar-benar memerintah.
Makam Meret-Neith ditemukan pada tahun 1900, namun penggalian baru-baru ini mengungkapkan makam monumental sang ratu berisi ratusan toples berisi biji anggur berusia 5.000 tahun. Diketahui, sisa-sisa anggur yang terpelihara dengan baik dan barang-barang kuburan lainnya yang identik untuk sebuah makam kerajaan.
Baca Juga
“Ini jelas merupakan makam yang sangat penting,” kata Ronald Leprohon, profesor emeritus Egyptology di Universitas Toronto kepada Live Science melalui email dikutip SINDOnews, Kamis (19/10/2023).
Menurut Leprohon, Meret-Neith berarti "kekasih dewi Neith" adalah istri Raja Djet, raja ketiga dari dinasti pertama penguasa Mesir kuno dan ibu dari ahli warisnya, Raja Den. Kompleks makamnya mencakup berisi 41 makam orang istana dan pelayan dan dibuat dari batu bata lumpur, tanah liat, dan kayu melalui beberapa tahap konstruksi.
Temuan sebelumnya menunjukkan bahwa nama ratu muncul setelah nama putranya dalam daftar penguasa yang ditemukan di makamnya di Saqqara. Biasanya, diikuti dengan gelar “ibu raja,” yang menunjukkan bahwa dia memerintah setara bupati pada masa muda Raja Den.
Posisi di pemerintahan dapat tergambar jelas mengapa dia dimakamkan dengan megah di pemakaman kerajaan di Abydos. “Fakta namanya ditambahkan ke dalam daftar raja menunjukkan sesuatu yang sangat penting telah terjadi pada Meret-Neith,” kata Leprohon.
Namun apa yang sebenarnya terjadi masih menjadi misteri, kata Christiana Kohler, seorang arkeolog dan profesor Egyptology di Universitas Wina di Austria yang memimpin penggalian di Abydos. “Memang ada banyak perdebatan di kalangan ahli Mesir Kuno karena bukti yang ada tidak sepenuhnya meyakinkan,” kata Kohler kepada Live Science.
Beberapa ahli percaya Meret-Neith memiliki kekuasaan yang sama dengan yang diberikan kepada raja laki-laki, berdasarkan daftar penguasa yang ditemukan sebelumnya dan petunjuk lainnya. “Tidak ada ratu lain pada periode awal dinasti yang memiliki begitu banyak hak istimewa kerajaan,” tulis Jean-Pierre Patznick, seorang Egyptologist di Universitas Sorbonne di Prancis.
Peneliti lain tidak begitu yakin dengan otoritas Meret-Neith, dengan alasan bahwa wanita jarang memerintah di Mesir kuno, terutama pada masa awal Mesir. “Istri dan anak perempuan biasanya tidak dipertimbangkan dalam suksesi kerajaan,” kata Margaret Maitland, kurator utama koleksi Mediterania kuno di Museum Nasional Skotlandia.
Elizabeth Carney, seorang profesor emerita sejarah di Clemson University di South Carolina, setuju. “Akan sangat mengejutkan jika Anda memiliki raja perempuan sejak dinasti pertama,” katanya.
Namun, Leprohon punya argumen menarik bahwa posisi Meret-Neith di pemerintahan Mesir kuno 5.000 tahun yang lalu, namun tidak dianggap sebagai “firaun” atau raja. Sebab, istilah firaun yang berarti “rumah besar” dalam bahasa Mesir kuno, kemungkinan besar baru digunakan beberapa waktu kemudian.
Dia merujuk pada raja-raja dari dinasti ke-18 (sekitar tahun 1550 hingga 1295 SM) dan seterusnya. “Salah satu rekan peneliti kami juga menduga Hatshepsut pertama kali menggunakan istilah Istana Besar (firaun) untuk merujuk pada raja karena netral gender,” kata Leprohon.
(wib)