Inilah Otak Purba Berusia 12.00 Tahun Terakhir yang Ditemukan

Jum'at, 22 Maret 2024 - 06:48 WIB
loading...
Inilah Otak Purba Berusia...
Otak Purba Berusia 12.00. FOTO/ IFL Scirnce
A A A
LONDON - Otak manusia kita rapuh bagaikan tahu. Meskipun menjijikkan, fakta ini membuat penemuan spesimen otak yang diawetkan secara alami berusia ribuan tahun menjadi semakin menarik.



Dulu dianggap sangat langka, penelitian baru menantang anggapan bahwa otak tidak dapat diawetkan dengan baik.

Hal ini menunjukkan bahwa kita telah menemukan banyak sekali otak manusia yang terawetkan, terkadang dengan organ berpikir yang licin ini menjadi satu-satunya jaringan lunak yang tersisa di dalam rongga tengkorak, sementara bagian tubuh lainnya telah menjadi kerangka.

Tim yang dipimpin oleh Kandidat Doktor NERC Alexandra Morton-Hayward dari Merton College, Departemen Ilmu Bumi, Universitas Oxford, telah berhasil mengumpulkan lebih dari 4.000 otak manusia yang diawetkan ke dalam arsip global.

Otak-otak ini berasal dari enam benua, dengan sebagian besar berusia sekitar 12.000 tahun. Berasal dari berbagai lapisan masyarakat, mulai dari penjelajah Arktik, biksu Eropa, hingga anggota keluarga kerajaan di Mesir dan Korea.

Yang paling menarik adalah subkelompok lebih dari 1.300 otak yang menjadi satu-satunya jaringan lunak yang tersisa di antara sisa-sisa kerangka. Benda-benda aneh ini ditemukan di kuburan yang tergenang air, bangkai kapal karam, dan kolam hangat.

Menurut Morton-Hayward, menemukan jaringan lunak dalam bentuk apa pun di situs-situs ini sangatlah mengejutkan. Namun, di sanalah otak kuno ini berada.

Otak kuno ini juga merupakan yang tertua dalam arsip, beberapa di antaranya berasal dari Zaman Es terakhir. Penjelasan untuk kelestariannya mungkin terkait dengan faktor lingkungan atau biokimia unik otak itu sendiri. Namun, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahuinya.

Untuk saat ini, penemuan ini mungkin merupakan pengingat bahwa sudah waktunya untuk mulai mempertimbangkan tubuh manusia, dan sisa-sisa tubuh kita yang membusuk, dengan cara yang tidak terlalu biner.

"Sebelum saya mempelajari antropologi forensik, saya bekerja selama bertahun-tahun sebagai pengurus pemakaman. Dan satu hal yang saya pelajari adalah bahwa sama seperti kita semua berbeda dalam hidup, kita juga membusuk secara berbeda dalam kematian," kata Morton-Hayward kepada IFLScience.

"Ada pola-pola mapan yang dapat kita amati (misalnya, jaringan yang mengalami biomineralisasi, seperti tulang dan gigi, hampir pasti akan bertahan paling lama), namun pembusukan dapat mengejutkan kita."

Penemuan ini membuka peluang baru untuk mempelajari evolusi otak manusia, penyakit neurodegeneratif, dan bahkan ritual pemakaman di masa lampau.
(wbs)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1507 seconds (0.1#10.140)