Batu Berusia 2.000 Tahun Ungkap Tarian dan Musik Tertua di Bumi
loading...
A
A
A
LIMA - Sebuah penemuan menarik di Peru selatan menunjukkan serangkaian ukiran kuno pada batu vulkanik yang diperkirakan berusia 2.000 tahun.
Ukiran-ukiran ini, yang terdiri dari gambar manusia menari dikelilingi garis zigzag dan bentuk geometris lainnya, diduga menggambarkan musik yang dimainkan dalam ritual perdukunan dengan tanaman halusinogen.
Meskipun makna seni ini masih belum sepenuhnya dipahami, analisis baru menunjukkan kemungkinan bahwa bentuk abstrak ini merepresentasikan lagu yang membawa para peserta ritual ke dimensi lain selama pengalaman psikedelik mereka.
Untuk membangun hipotesis mereka, para peneliti menunjukkan kesamaan mencolok antara gambar di Toro Muerto dan karya seni tradisional budaya Tukano di Amazon Kolombia.
Analisis antropologis terhadap ritual-ritual ini telah berulang kali menyoroti pentingnya musik, dengan lagu-lagu yang dikenal sebagai icaros dinyanyikan oleh para dukun sebagai sarana berkomunikasi dengan para dewa dan melakukan perjalanan melalui kosmos spiritual.
Bagian teks ini membahas interpretasi para peneliti mengenai penggambaran musik dalam seni pra-Columbus, khususnya pada budaya Tukano dan Toro Muerto.
Bentuk-bentuk dalam seni Tukano dan Toro Muerto digambarkan sebagai representasi musik perdukunan yang digunakan dalam ritual dengan ayahuasca.
Musik ini diyakini membawa peserta ritual ke "dunia paralel" di mana mereka dapat terhubung kembali dengan mitologi leluhur.
Garis-garis bergelombang dan zigzag diinterpretasikan sebagai visualisasi lagu, melambangkan energi dan kekuatan yang mentransfer peserta ke dunia lain.
Kosmos digambarkan sebagai ruang yang dieksplorasi dukun dalam perjalanan visionernya.
Sensasi dunia lain: Garis bergelombang dan zigzag juga dapat mewakili sensasi berada di dunia paralel.
Penelitian ini menunjukkan bahwa penggambaran musik dalam seni pra-Columbus bukan hanya dekorasi semata, tetapi memiliki makna yang lebih dalam terkait dengan ritual perdukunan, perjalanan spiritual, dan kosmologi.
Ukiran-ukiran ini, yang terdiri dari gambar manusia menari dikelilingi garis zigzag dan bentuk geometris lainnya, diduga menggambarkan musik yang dimainkan dalam ritual perdukunan dengan tanaman halusinogen.
Meskipun makna seni ini masih belum sepenuhnya dipahami, analisis baru menunjukkan kemungkinan bahwa bentuk abstrak ini merepresentasikan lagu yang membawa para peserta ritual ke dimensi lain selama pengalaman psikedelik mereka.
Untuk membangun hipotesis mereka, para peneliti menunjukkan kesamaan mencolok antara gambar di Toro Muerto dan karya seni tradisional budaya Tukano di Amazon Kolombia.
Analisis antropologis terhadap ritual-ritual ini telah berulang kali menyoroti pentingnya musik, dengan lagu-lagu yang dikenal sebagai icaros dinyanyikan oleh para dukun sebagai sarana berkomunikasi dengan para dewa dan melakukan perjalanan melalui kosmos spiritual.
Bagian teks ini membahas interpretasi para peneliti mengenai penggambaran musik dalam seni pra-Columbus, khususnya pada budaya Tukano dan Toro Muerto.
Bentuk-bentuk dalam seni Tukano dan Toro Muerto digambarkan sebagai representasi musik perdukunan yang digunakan dalam ritual dengan ayahuasca.
Musik ini diyakini membawa peserta ritual ke "dunia paralel" di mana mereka dapat terhubung kembali dengan mitologi leluhur.
Garis-garis bergelombang dan zigzag diinterpretasikan sebagai visualisasi lagu, melambangkan energi dan kekuatan yang mentransfer peserta ke dunia lain.
Kosmos digambarkan sebagai ruang yang dieksplorasi dukun dalam perjalanan visionernya.
Sensasi dunia lain: Garis bergelombang dan zigzag juga dapat mewakili sensasi berada di dunia paralel.
Penelitian ini menunjukkan bahwa penggambaran musik dalam seni pra-Columbus bukan hanya dekorasi semata, tetapi memiliki makna yang lebih dalam terkait dengan ritual perdukunan, perjalanan spiritual, dan kosmologi.
(wbs)