10 Rute Penerbangan dengan Turbulensi Terparah di Dunia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bagi sebagian besar penumpang, turbulensi menjadi sebuah pengalaman terburuk dari penerbangan. Ternyata terdapat 10 rute penerbangan yang dipastikan mempunyai intensitas turbulensi terparah di dunia.
Turbulensi atau goncangan hebat terjadi akibat perubahan mendadak ketinggian pesawat selama penerbangan. Umumnya, muncul dari gesekan antara arus udara dengan kecepatan berbeda hasil dari perubahan tekanan atmosfer, pergeseran front cuaca, angin tak terduga di daerah pegunungan, dan badai.
Pilot dan maskapai penerbangan berusaha menghindari turbulensi. Dalam kebanyakan kasus, pilot dapat mengantisipasi risiko dan memperingatkan penumpang dengan menyalakan tanda kencangkan sabuk pengaman.
Menurut data, jumlah penerbangan yang terkena turbulensi parah, yaitu satu dari 50.000. Kondisi yang disebabkan oleh pemanasan global berarti diperkirakan juga menimbulkan turbulensi lebih banyak. Menurut data yang dikumpulkan selama 16 tahun terakhir oleh Federal Aviation Administration, rata-rata cedera terkait turbulensi parah di Amerika Serikat mencapai 33 kasus per tahun.
Data dari situs web Turbli memprediksi turbulensi terjadi di sekitar 150.000 rute dan terdapat rute paling berbahaya pada 2023.
Perjalanan sejauh 2.575 kilometer antara Santiago dan Bandara Internasional Viru Viru di Bolivia termasuk paling banyak terimbas turbulensi. Rute kedua dengan turbulensi tertinggi terjadi antara Almaty di Kazakhstan dan Bishkek, ibu kota Kirgistan.
Enam dari perjalanan berbahaya akibat turbulensi melibatkan rute domestik di Jepang dan China (empat rute melibatkan lepas landas dan pendaratan di Lanzhou, Chengdu, atau Xianyang) dan dua rute Eropa. Rute Milan - Jenewa menjadi paling terimbas turbulensi terparah di Eropa, sementara Milan - Zurich menduduki peringkat ke-10.
Secara khusus, The Independent melansir daftar 10 rute paling berbahaya di dunia dengan turbulensi terparah, Rabu (29/5/2024) berikut ini.
1. Santiago (Chili) - Santa Cruz (Bolivia)
2. Almaty (Kazakhstan) - Bishkek (Kirgistan)
3. Lanzhou (China) - Chengdu (China)
4. Centrair (Jepang) - Sendai (Jepang)
5. Milan (Italia) - Jenewa (Swiss)
6. Lanzhou (China) - Xianyang (China)
7. Osaka (Jepang) - Sendai (Jepang)
8. Xianyang (China) - Chengdu (China)
9. Xianyang (China) - Chongqing (China)
10. Milan (Italia) - Zurich (Swiss)
Satu-satunya risiko nyata yang melibatkan kesehatan penumpang dalam kasus turbulensi ketika mereka tiba-tiba terlempar dari tempat duduk. Mereka bisa mengalami cedera serius. Oleh karena itu, mereka harus selalu mengenakan sabuk pengaman setiap kali tanda lampu menyala.
Hanya ada satu kasus pesawat hancur yang terdokumentasi secara luas karena turbulensi. Peristiwanya terjadi pada 1966 ketika pilot Boeing 707 dalam perjalanan ke Tokyo sedikit mengubah arah untuk menunjukkan Gunung Fuji kepada penumpang. Hembusan angin gunung yang tiba-tiba sekitar 240 kilometer per jam mencabik-cabik badan pesawat.
Turbulensi atau goncangan hebat terjadi akibat perubahan mendadak ketinggian pesawat selama penerbangan. Umumnya, muncul dari gesekan antara arus udara dengan kecepatan berbeda hasil dari perubahan tekanan atmosfer, pergeseran front cuaca, angin tak terduga di daerah pegunungan, dan badai.
Pilot dan maskapai penerbangan berusaha menghindari turbulensi. Dalam kebanyakan kasus, pilot dapat mengantisipasi risiko dan memperingatkan penumpang dengan menyalakan tanda kencangkan sabuk pengaman.
Menurut data, jumlah penerbangan yang terkena turbulensi parah, yaitu satu dari 50.000. Kondisi yang disebabkan oleh pemanasan global berarti diperkirakan juga menimbulkan turbulensi lebih banyak. Menurut data yang dikumpulkan selama 16 tahun terakhir oleh Federal Aviation Administration, rata-rata cedera terkait turbulensi parah di Amerika Serikat mencapai 33 kasus per tahun.
Data dari situs web Turbli memprediksi turbulensi terjadi di sekitar 150.000 rute dan terdapat rute paling berbahaya pada 2023.
Perjalanan sejauh 2.575 kilometer antara Santiago dan Bandara Internasional Viru Viru di Bolivia termasuk paling banyak terimbas turbulensi. Rute kedua dengan turbulensi tertinggi terjadi antara Almaty di Kazakhstan dan Bishkek, ibu kota Kirgistan.
Enam dari perjalanan berbahaya akibat turbulensi melibatkan rute domestik di Jepang dan China (empat rute melibatkan lepas landas dan pendaratan di Lanzhou, Chengdu, atau Xianyang) dan dua rute Eropa. Rute Milan - Jenewa menjadi paling terimbas turbulensi terparah di Eropa, sementara Milan - Zurich menduduki peringkat ke-10.
Secara khusus, The Independent melansir daftar 10 rute paling berbahaya di dunia dengan turbulensi terparah, Rabu (29/5/2024) berikut ini.
1. Santiago (Chili) - Santa Cruz (Bolivia)
2. Almaty (Kazakhstan) - Bishkek (Kirgistan)
3. Lanzhou (China) - Chengdu (China)
4. Centrair (Jepang) - Sendai (Jepang)
5. Milan (Italia) - Jenewa (Swiss)
6. Lanzhou (China) - Xianyang (China)
7. Osaka (Jepang) - Sendai (Jepang)
8. Xianyang (China) - Chengdu (China)
9. Xianyang (China) - Chongqing (China)
10. Milan (Italia) - Zurich (Swiss)
Satu-satunya risiko nyata yang melibatkan kesehatan penumpang dalam kasus turbulensi ketika mereka tiba-tiba terlempar dari tempat duduk. Mereka bisa mengalami cedera serius. Oleh karena itu, mereka harus selalu mengenakan sabuk pengaman setiap kali tanda lampu menyala.
Hanya ada satu kasus pesawat hancur yang terdokumentasi secara luas karena turbulensi. Peristiwanya terjadi pada 1966 ketika pilot Boeing 707 dalam perjalanan ke Tokyo sedikit mengubah arah untuk menunjukkan Gunung Fuji kepada penumpang. Hembusan angin gunung yang tiba-tiba sekitar 240 kilometer per jam mencabik-cabik badan pesawat.
(msf)