Melacak Macan Tutul Jawa, Indikator Keanekaragaman Satwa Liar

Jum'at, 26 Juli 2024 - 13:15 WIB
loading...
Melacak Macan Tutul...
Banyak macan tutul Jawa di Taman Nasional Meru Betiri. Foto/Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat
A A A
JAKARTA - Sebuah studi baru menemukan macan tutul Jawa sebagai indikator keanekaragaman satwa liar. Keberadaan macan tutul Jawa (Panthera pardus melas) di suatu habitat berhubungan dengan kekayaan dan kelimpahan hewan lain yang hidup bersama di lokasi yang sama.

Studi berupa tinjauan ekstensif pertama tentang hewan apa yang mungkin diburu oleh macan tutul ini menggunakan kamera tersembunyi di empat jenis wilayah daratan yang berbeda di pulau Jawa , Indonesia.

Tim peneliti dipimpin Andhika C. Ariyanto dari Universitas Twente, Belanda dan tim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memelajari 7.461 foto individu yang diambil selama hampir 13.000 hari medio 2020 dan 2022. Lokasi penelitian ini berada di empat taman nasional.

Mereka menemukan bahwa Taman Nasional Meru Betiri mewakili habitat hutan hujan montane Jawa Timur-Bali, memiliki kekayaan spesies tertinggi di daerah tempat macan tutul Jawa ditemukan. Menyusul Taman Nasional Ujung Kulon dan Taman Nasional Alas Purwo — masing-masing habitat hutan hujan Jawa Barat dan Jawa Timur-Bali.

Sedangkan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, yang mewakili habitat hutan hujan Jawa Barat-Bali, memiliki keanekaragaman spesies yang relatif lebih rendah di daerah yang dihuni oleh macan tutul.



“Ini menunjukkan interaksi antara macan tutul Jawa dan mangsanya, mengungkapkan bagaimana kelimpahan mangsa memainkan peran dalam membentuk distribusi dan perilaku predator di lingkungan alami mereka,” tulis studi tersebut dilansir Mongabay, Jumat (26/7/2024).

Para peneliti mengidentifikasi 10 spesies yang keberadaannya sangat tumpang tindih dengan macan tutul, baik dalam ruang maupun waktu. Beberapa di antaranya dianggap kandidat mangsa yang diburu oleh kucing besar ini, antara lain kijang muncak (Muntiacus muntjak), babi hutan (Sus scrofa), ayam hutan (Gallus spp.), anjing liar Asia (Cuon alpinus) dan badak Jawa (Rhinoceros sondaicus).

Mengidentifikasi hewan-hewan yang diburu macan tutul Jawa dan populasinya, kata studi tersebut, pengelola konservasi dapat membuat rencana spesifik untuk melindungi dan meningkatkan populasi hewan-hewan ini, termasuk macan tutul. Lantaran ketika tidak ada cukup hewan mangsa, karnivora besar seperti macan tutul Jawa dapat menurun jumlahnya dan bahkan menghilang dari daerah tertentu.

Macan tutul Jawa terdaftar sebagai spesies terancam punah di Daftar Merah IUCN yang memperkirakan populasinya sekitar 350 ekor. Macan tutul diidentifikasi sebagai predator puncak terakhir di Jawa, setelah kepunahan harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) pada abad lalu, dan terancam oleh aktivitas manusia, termasuk perburuan, hilangnya habitat, dan penurunan mangsa.



“Memasukkan temuan ini ke dalam strategi konservasi lokal mencakup pelaksanaan tindakan seperti pemantauan mangsa potensial, restorasi habitat, inisiatif anti-perburuan, dan program keterlibatan masyarakat. Tindakan ini akan meningkatkan keberlanjutan jangka panjang macan tutul Jawa dan ekosistem mereka,” jelas para penulis.

Menggabungkan dan memasukkan lebih banyak konteks akan membantu melengkapi kebijakan konservasi untuk kucing besar ini dan dengan demikian menguntungkan populasi macan tutul di seluruh Jawa.

Pulau Jawa lebih kecil ukurannya daripada Irlandia, tetapi dihuni oleh hampir 30 kali lipat populasi manusia — sekitar 145 juta orang. Berarti ruang yang tersedia untuk macan tutul Jawa selalu sangat terbatas, dan terus menyusut. Para ahli menyarankan upaya konservasi harus fokus pada peningkatan kesadaran publik, pengelolaan area habitat kecil, mengurangi konflik manusia-macan tutul, dan menghubungkan populasi yang terisolasi untuk memastikan kelangsungan hidup mereka.

Sebuah studi pada 2023 menemukan bahwa macan tutul Jawa kehilangan lebih dari 1.300 kilometer persegi habitat dari tahun 2000 hingga 2020, dengan daerah hidup yang paling cocok menyusut lebih dari 40%. Para konservasionis menekankan perlunya studi populasi yang terperinci dan menunjukkan bahwa banyak habitat yang cocok berada di luar area yang dilindungi, yang menyoroti kebutuhan mendesak akan upaya konservasi yang lebih baik.
(msf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1264 seconds (0.1#10.140)