Ancaman Tsunami 20 Meter, BMKG Minta Mitigasi Bencana Terburuk Dipersiapkan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Belakangan ini ramai dibicarakan bahwa Pulau Jawa mendapat ancaman gempabumi 9,1 magnitudo, dan berpotensi dihantam tsunami setinggi 20 meter. BACA JUGA - Teliti Aktivitas Seismic Gap, ITB Ungkap Potensi Gempa Besar dan Tsunami di Selatan Pulau Jawa
Munculnya bencana tersebut berdasarkan hasil penelitian Institut Teknologi Bandung (ITB), menggunakan data gempabumi katalog BMKG dan Katalog internasional Seismological Centre (ISC).(Baca juga: Mitsubishi Motor Tetap Gelar Program Penjualan Menarik )
Kepala Pusat Gempa dan Tsunami dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Rahmat Triyono, mengucapkan apresiasinya terhadap penelitian tersebut.(Baca juga: Siapa Bilang Resesi Belum Datang, Nih Jeritan Pengusaha Mal )
“Ancaman itu terjadi atau tidak belum ada yang bisa memprediksi secara tepat kapan terjadinya. Namun, adanya potensi itu memang betul," kata Rahmat, dalam keterangannya resminya.
Meski begitu, potensi gempa dan tsunami yang dipaparkan oleh peneliti ITB yang telah diterbitkan dalam jurnal Nature Scientific Report, merupakan skenario terburuk dari zona gempa megathrust.
"Skenario terburuk adalah skenario terbaik untuk upaya mitigasi. Jangan sampai mitigasi yang disiapkan berdasarkan skenario dengan potensi ancaman paling kecil. Justru nanti malah tidak siap jika skenario terburuk benar-benar terjadi," tambah Ramhat.
Rahmat mengingatkan, potensi gempa bumi yang dapat memicu tsunami dari zona megathrust ini bukan hanya di Pulau Jawa saja. Sebab, zona megathrust melintang dari barat Sumatera hingga selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.
Potensi yang sama juga ada di daerah subduksi Banda, subduksi lempeng laut Maluku, subduksi Sulawesi, subduksi lempeng laut Filipina dan subduksi utara Papua.
"Meskipun kajian ilmiah dan permodelan dapat menentukan potensi magnitudo maksimum gempa megathrust, pada kenyataannya hingga saat ini belum ada teknologi yang mampu memprediksi secara tepat dan akurat kapan dan di mana gempa akan terjadi," jelasnya.
Setelah adanya peringatan dari hasil riset tersebut, upaya yang diperlukan saat ini adalah melakukan mitigasi dengan menyiapkan langkah-langkah kongkret untuk meminimalkan risiko kerugian sosial, ekonomi, serta korban jiwa.
Rahmat menambahkan, informasi potensi gempa bumi di zona megathrust telah memicu keresahan, lantaran adanya kesalahan pahaman dari persepsi masyarakat.
Sebab, masyarakat lebih tertarik membahas kemungkinan dampak buruk dari bencana tersebut, ketimbang pesan mitigasi yang mestinya harus dilakukan.
"Para ahli menciptakan model potensi bencana, yang tujuannya untuk acuan mitigas i. Tetapi masyarakat memahaminya seolah akan terjadi bencana besar dalam waktu dekat," tandas Rahmat.
Munculnya bencana tersebut berdasarkan hasil penelitian Institut Teknologi Bandung (ITB), menggunakan data gempabumi katalog BMKG dan Katalog internasional Seismological Centre (ISC).(Baca juga: Mitsubishi Motor Tetap Gelar Program Penjualan Menarik )
Kepala Pusat Gempa dan Tsunami dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Rahmat Triyono, mengucapkan apresiasinya terhadap penelitian tersebut.(Baca juga: Siapa Bilang Resesi Belum Datang, Nih Jeritan Pengusaha Mal )
“Ancaman itu terjadi atau tidak belum ada yang bisa memprediksi secara tepat kapan terjadinya. Namun, adanya potensi itu memang betul," kata Rahmat, dalam keterangannya resminya.
Meski begitu, potensi gempa dan tsunami yang dipaparkan oleh peneliti ITB yang telah diterbitkan dalam jurnal Nature Scientific Report, merupakan skenario terburuk dari zona gempa megathrust.
"Skenario terburuk adalah skenario terbaik untuk upaya mitigasi. Jangan sampai mitigasi yang disiapkan berdasarkan skenario dengan potensi ancaman paling kecil. Justru nanti malah tidak siap jika skenario terburuk benar-benar terjadi," tambah Ramhat.
Rahmat mengingatkan, potensi gempa bumi yang dapat memicu tsunami dari zona megathrust ini bukan hanya di Pulau Jawa saja. Sebab, zona megathrust melintang dari barat Sumatera hingga selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.
Potensi yang sama juga ada di daerah subduksi Banda, subduksi lempeng laut Maluku, subduksi Sulawesi, subduksi lempeng laut Filipina dan subduksi utara Papua.
"Meskipun kajian ilmiah dan permodelan dapat menentukan potensi magnitudo maksimum gempa megathrust, pada kenyataannya hingga saat ini belum ada teknologi yang mampu memprediksi secara tepat dan akurat kapan dan di mana gempa akan terjadi," jelasnya.
Setelah adanya peringatan dari hasil riset tersebut, upaya yang diperlukan saat ini adalah melakukan mitigasi dengan menyiapkan langkah-langkah kongkret untuk meminimalkan risiko kerugian sosial, ekonomi, serta korban jiwa.
Rahmat menambahkan, informasi potensi gempa bumi di zona megathrust telah memicu keresahan, lantaran adanya kesalahan pahaman dari persepsi masyarakat.
Sebab, masyarakat lebih tertarik membahas kemungkinan dampak buruk dari bencana tersebut, ketimbang pesan mitigasi yang mestinya harus dilakukan.
"Para ahli menciptakan model potensi bencana, yang tujuannya untuk acuan mitigas i. Tetapi masyarakat memahaminya seolah akan terjadi bencana besar dalam waktu dekat," tandas Rahmat.
(wbs)