Remdesivir Enggak Mempan untuk Pasien COVID-19, Ini Buktinya!
loading...
A
A
A
JAKARTA - Remdesivir, obat antivirus, tidak mengurangi kematian di antara pasien COVID-19 , dibandingkan dengan perawatan standar, menurut hasil uji coba internasional yang besar. (Baca juga: Obat Remdesivir Sudah Diberikan pada Pasien COVID-19 di RS Persahabatan )
Situs berita sains, Live Science, sebelumnya melaporkan, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS pada Mei lalu mengizinkan Remdesivir digunakan dalam keadaan darurat untuk mengobati pasien COVID-19.
Di bulan Agustus, obat tersebut telah diizinkan untuk digunakan pada semua pasien yang dirawat di rumah sakit dengan COVID-19. Bukan hanya bagi mereka yang menggunakan oksigen tambahan, The New York Times melaporkan. Ribuan pasien AS telah menerima perawatan tersebut, termasuk Presiden Donald Trump.
Tetapi sekarang, uji coba besar-besaran yang disponsori oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan Remdesivir tidak mengurangi risiko pasien meninggal akibat COVID-19 setelah pengobatan. Studi ini diposting 15 Oktober ke database pracetak medRxiv -itu mencakup lebih dari 11.200 orang dari 30 negara, The Times melaporkan.
Sekitar 4.100 dari pasien tersebut menjadi kelompok pembanding dan tidak menerima perawatan obat. Sedangkan sisanya menerima satu dari empat obat, atau kombinasi dari beberapa obat. Obat ini termasuk Remdesivir, hydroxychloroquine, antivirus yang disebut lopinavir dan molekul perangsang kekebalan yang disebut Interferon-1a. Sekitar 650 pasien menerima interferon dan lopinavir secara bersamaan.
Pada akhirnya, ungkap Live Science, hasil penelitian menunjukkan tidak ada obat tunggal atau kombinasi obat yang secara signifikan mengurangi kematian di antara pasien, dibandingkan kelompok tanpa obat. Selain itu, obat tidak mengurangi kemungkinan pasien yang dirawat akan ditempatkan pada ventilator, juga tidak mengurangi waktu pasien di rumah sakit.
"Temuan keseluruhan yang tidak menjanjikan dari rejimen yang diuji cukup untuk menyangkal harapan awal bahwa obat tersebut akan mengurangi kematian di antara pasien COVID-19," kata penulis penelitian.
The Associated Press menyebutkan, percobaan sebelumnya telah menunjukkan hydroxychloroquine dan lopinavir tidak mengurangi kematian. Tapi data tentang Remdesivir menawarkan wawasan baru tentang apakah obat tersebut benar-benar bekerja.
"Kisah besarnya adalah penemuan bahwa Rremdesivir tidak memberikan dampak yang berarti pada kelangsungan hidup," kata Martin Landray, Profesor Kedokteran dan Epidemiologi di Universitas Oxford, dalam sebuah pernyataan yang dikutip The Associated Press.
Namun, dr Peter Chin-Hong, ahli penyakit menular di Universitas California, San Francisco, mengatakan, hasil uji coba mungkin agak miring.
Dia mencatat, peserta uji coba dirawat di 405 rumah sakit yang berbeda di seluruh dunia, masing-masing dengan protokol pengobatan mereka sendiri. Jadi faktor di luar remdesivir mungkin berdampak pada kelangsungan hidup pasien.
Selain itu, Remdesivir mungkin masih menawarkan manfaat bagi pasien jika diberikan pada awal perjalanan penyakit mereka. "Tetapi hal itu tidak secara khusus ditangani oleh penelitian baru," kata Maricar Malinis, dokter penyakit menular di Universitas Yale.
Bahkan jika Remdesivir membantu beberapa pasien, itu masih mahal dan sulit untuk diberikan. "Ini adalah obat yang harus diberikan melalui infus intravena selama lima sampai 10 hari," kata Landray.
"COVID memengaruhi jutaan orang dan keluarga mereka di seluruh dunia. Kami membutuhkan perawatan yang terukur, terjangkau dan adil," pungkas Landray. (Baca juga: Boks Ritel Huawei Mate 40 Pro Plus Perlihatkan RAM Besar dan Pilihan Warna )
Situs berita sains, Live Science, sebelumnya melaporkan, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS pada Mei lalu mengizinkan Remdesivir digunakan dalam keadaan darurat untuk mengobati pasien COVID-19.
Di bulan Agustus, obat tersebut telah diizinkan untuk digunakan pada semua pasien yang dirawat di rumah sakit dengan COVID-19. Bukan hanya bagi mereka yang menggunakan oksigen tambahan, The New York Times melaporkan. Ribuan pasien AS telah menerima perawatan tersebut, termasuk Presiden Donald Trump.
Tetapi sekarang, uji coba besar-besaran yang disponsori oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan Remdesivir tidak mengurangi risiko pasien meninggal akibat COVID-19 setelah pengobatan. Studi ini diposting 15 Oktober ke database pracetak medRxiv -itu mencakup lebih dari 11.200 orang dari 30 negara, The Times melaporkan.
Sekitar 4.100 dari pasien tersebut menjadi kelompok pembanding dan tidak menerima perawatan obat. Sedangkan sisanya menerima satu dari empat obat, atau kombinasi dari beberapa obat. Obat ini termasuk Remdesivir, hydroxychloroquine, antivirus yang disebut lopinavir dan molekul perangsang kekebalan yang disebut Interferon-1a. Sekitar 650 pasien menerima interferon dan lopinavir secara bersamaan.
Pada akhirnya, ungkap Live Science, hasil penelitian menunjukkan tidak ada obat tunggal atau kombinasi obat yang secara signifikan mengurangi kematian di antara pasien, dibandingkan kelompok tanpa obat. Selain itu, obat tidak mengurangi kemungkinan pasien yang dirawat akan ditempatkan pada ventilator, juga tidak mengurangi waktu pasien di rumah sakit.
"Temuan keseluruhan yang tidak menjanjikan dari rejimen yang diuji cukup untuk menyangkal harapan awal bahwa obat tersebut akan mengurangi kematian di antara pasien COVID-19," kata penulis penelitian.
The Associated Press menyebutkan, percobaan sebelumnya telah menunjukkan hydroxychloroquine dan lopinavir tidak mengurangi kematian. Tapi data tentang Remdesivir menawarkan wawasan baru tentang apakah obat tersebut benar-benar bekerja.
"Kisah besarnya adalah penemuan bahwa Rremdesivir tidak memberikan dampak yang berarti pada kelangsungan hidup," kata Martin Landray, Profesor Kedokteran dan Epidemiologi di Universitas Oxford, dalam sebuah pernyataan yang dikutip The Associated Press.
Namun, dr Peter Chin-Hong, ahli penyakit menular di Universitas California, San Francisco, mengatakan, hasil uji coba mungkin agak miring.
Dia mencatat, peserta uji coba dirawat di 405 rumah sakit yang berbeda di seluruh dunia, masing-masing dengan protokol pengobatan mereka sendiri. Jadi faktor di luar remdesivir mungkin berdampak pada kelangsungan hidup pasien.
Selain itu, Remdesivir mungkin masih menawarkan manfaat bagi pasien jika diberikan pada awal perjalanan penyakit mereka. "Tetapi hal itu tidak secara khusus ditangani oleh penelitian baru," kata Maricar Malinis, dokter penyakit menular di Universitas Yale.
Bahkan jika Remdesivir membantu beberapa pasien, itu masih mahal dan sulit untuk diberikan. "Ini adalah obat yang harus diberikan melalui infus intravena selama lima sampai 10 hari," kata Landray.
"COVID memengaruhi jutaan orang dan keluarga mereka di seluruh dunia. Kami membutuhkan perawatan yang terukur, terjangkau dan adil," pungkas Landray. (Baca juga: Boks Ritel Huawei Mate 40 Pro Plus Perlihatkan RAM Besar dan Pilihan Warna )
(iqb)