Rumus Firaun Bangun Piramida, Bikin Rakyat Menderita ?
loading...
A
A
A
KAIRO - Penemuan Kota Emas Firaun baru ini membuat gempar dunia, lalu bagaimana Firaun membangun kota itu dan mendirikan Piramida hingga sekarang belum terjawab dengan pasri.
Kepercayaan rakyat Mesir kuno adalah Dewa Matahari. Firaun sebagai putra dari Dewa. Bagi rakyat Mesir kuno, hidup manusia di bumi ini hanya sangat pendek, dan masa depan adalah abadi.
Seorang praktisi arkeologi peradaban Mesir, menyebut Firaun hidup dari zaman Mesir kuno, namanya adalah Den (disebut juga: Dewen, Hor-Den dan Udimu).
Firaun Den naik tahta pada usia muda, memerintah Mesir kuno di pesisir Sungai Nil selama 37 tahun, meninggal pada usia 58 tahun.
BACA JUGA - Kereta dan Kota Emas Firaun Ditemukan, Ahli Gali Keberadaan Tongkat Nabi Musa
Setelah Firaun Den naik tahta di usia mudanya, mulai membangun makamnya, piramida. Demi secepatnya menyelesaikan pembangunan piramida itu, Firaun memberi perintah untuk menaikkan pajak, manambah jumlah budak pekerja menyebabkan seluruh rakyat seantero Mesir menderita.
Pakar asal Mesir itu yakin dia memiliki jawaban atas bagaimana peradaban kuno mampu membangun struktur yang rumit, meski kekurangan teknologi modern.
Para peneliti dari Glen Dash Research Foundation yang berbasis di Amerika Serikat dan Asosiasi Riset Mesir Kuno (AERA) sebelumnya mengidentifikasi adanya 'cacat' pada struktur bangunan tersebut.
Melansir Express, Kamis, 12 November, sebuah teori populer menunjukkan bahwa struktur berusia 4.500 tahun, yang diperkirakan berbobot lebih dari enam juta ton, dibangun setelah batu-batu besar dipindahkan dari tambang terdekat, diseret dan diangkat ke tempatnya.
Para ahli menemukan, tiga sisi dasar piramida pernah memiliki panjang antara 230,295 meter dan 230,373 meter, tetapi sisi barat berada antara 230,378 meter dan 230,436 meter - yang berarti turun sekitar 14,1 cm.
Namun, sisi-sisinya sangat pas, bersama dengan titik-titik mata angin utara, selatan, timur dan barat, dengan ketiga piramida terbesar Mesir - dua di Giza dan satu di Dahshur - sangat selaras.
Arkeolog dan insinyur Glen Dash berkata: "Ketiga piramida menunjukkan kesalahan yang sama, mereka diputar sedikit berlawanan arah jarum jam dari titik mata angin.”
Ada banyak hipotesis tentang bagaimana para pekerja kuno melakukan ini, termasuk menggunakan bintang kutub untuk menyelaraskan piramida atau bayangan Matahari - tetapi Dash mengklaim bahwa dia telah memecahkan misterinya.
Penelitiannya, yang diterbitkan dalam The Journal of Ancient Egyptian Architecture, menunjukkan bahwa orang Mesir menggunakan ekuinoks musim gugur untuk mencapai kesejajaran yang sempurna.
Bumi miring pada porosnya, artinya saat mengorbit Matahari, bintang lebih banyak menerangi belahan bumi utara atau selatan bergantung pada orbitnya.
Namun, pada dua titik dalam satu tahun, Matahari akan menyinari belahan utara dan selatan secara merata, yang dikenal sebagai ekuinoks.
Sang ahli juga menunjukkan tingkat kesalahan yang serupa dengan yang ditemukan pada kesejajaran piramida Khufu dan Khafre di Giza, dan piramida Merah di Dahshur.
Terlepas dari argumen yang meyakinkan, masih belum ada bukti kuat bahwa itu yang terjadi.
“Tidak ada dokumen teknik atau rencana arsitektur yang ditemukan yang memberikan penjelasan teknis yang menunjukkan bagaimana orang Mesir kuno menyelaraskan salah satu kuil atau piramida mereka," Tuan Dash menyimpulkan dalam laporannya.
Kepercayaan rakyat Mesir kuno adalah Dewa Matahari. Firaun sebagai putra dari Dewa. Bagi rakyat Mesir kuno, hidup manusia di bumi ini hanya sangat pendek, dan masa depan adalah abadi.
Seorang praktisi arkeologi peradaban Mesir, menyebut Firaun hidup dari zaman Mesir kuno, namanya adalah Den (disebut juga: Dewen, Hor-Den dan Udimu).
Firaun Den naik tahta pada usia muda, memerintah Mesir kuno di pesisir Sungai Nil selama 37 tahun, meninggal pada usia 58 tahun.
BACA JUGA - Kereta dan Kota Emas Firaun Ditemukan, Ahli Gali Keberadaan Tongkat Nabi Musa
Setelah Firaun Den naik tahta di usia mudanya, mulai membangun makamnya, piramida. Demi secepatnya menyelesaikan pembangunan piramida itu, Firaun memberi perintah untuk menaikkan pajak, manambah jumlah budak pekerja menyebabkan seluruh rakyat seantero Mesir menderita.
Pakar asal Mesir itu yakin dia memiliki jawaban atas bagaimana peradaban kuno mampu membangun struktur yang rumit, meski kekurangan teknologi modern.
Para peneliti dari Glen Dash Research Foundation yang berbasis di Amerika Serikat dan Asosiasi Riset Mesir Kuno (AERA) sebelumnya mengidentifikasi adanya 'cacat' pada struktur bangunan tersebut.
Melansir Express, Kamis, 12 November, sebuah teori populer menunjukkan bahwa struktur berusia 4.500 tahun, yang diperkirakan berbobot lebih dari enam juta ton, dibangun setelah batu-batu besar dipindahkan dari tambang terdekat, diseret dan diangkat ke tempatnya.
Para ahli menemukan, tiga sisi dasar piramida pernah memiliki panjang antara 230,295 meter dan 230,373 meter, tetapi sisi barat berada antara 230,378 meter dan 230,436 meter - yang berarti turun sekitar 14,1 cm.
Namun, sisi-sisinya sangat pas, bersama dengan titik-titik mata angin utara, selatan, timur dan barat, dengan ketiga piramida terbesar Mesir - dua di Giza dan satu di Dahshur - sangat selaras.
Arkeolog dan insinyur Glen Dash berkata: "Ketiga piramida menunjukkan kesalahan yang sama, mereka diputar sedikit berlawanan arah jarum jam dari titik mata angin.”
Ada banyak hipotesis tentang bagaimana para pekerja kuno melakukan ini, termasuk menggunakan bintang kutub untuk menyelaraskan piramida atau bayangan Matahari - tetapi Dash mengklaim bahwa dia telah memecahkan misterinya.
Penelitiannya, yang diterbitkan dalam The Journal of Ancient Egyptian Architecture, menunjukkan bahwa orang Mesir menggunakan ekuinoks musim gugur untuk mencapai kesejajaran yang sempurna.
Bumi miring pada porosnya, artinya saat mengorbit Matahari, bintang lebih banyak menerangi belahan bumi utara atau selatan bergantung pada orbitnya.
Namun, pada dua titik dalam satu tahun, Matahari akan menyinari belahan utara dan selatan secara merata, yang dikenal sebagai ekuinoks.
Sang ahli juga menunjukkan tingkat kesalahan yang serupa dengan yang ditemukan pada kesejajaran piramida Khufu dan Khafre di Giza, dan piramida Merah di Dahshur.
Terlepas dari argumen yang meyakinkan, masih belum ada bukti kuat bahwa itu yang terjadi.
“Tidak ada dokumen teknik atau rencana arsitektur yang ditemukan yang memberikan penjelasan teknis yang menunjukkan bagaimana orang Mesir kuno menyelaraskan salah satu kuil atau piramida mereka," Tuan Dash menyimpulkan dalam laporannya.
(wbs)