LESA 2021 Bahas Dampak Perubahan Lingkungan di Asia Tenggara
loading...
A
A
A
Setelah beberapa dekade mempelajari reaksi dan upaya masyarakat untuk memitigasi perubahan iklim, Sterman menegaskan bahwa masyarakat memang peduli dengan lingkungan.
“Masalah utamanya adalah orang-orang kewalahan dengan kerumitan dan penundaan yang lama, terutama ketika kita sudah terbiasa dengan hasil yang instan 'kebanyakan orang cenderung meyakinkan diri mereka sendiri bahwa 'masalahnya tidak seburuk itu', ‘pasar akan menyelesaikannya', atau 'pemerintah akan menanganinya’." ujar Charles.
Untuk menantang gagasan ini dan mengajak orang untuk mengambil tindakan individu dan kolektif, Sterman mengembangkan simulasi En-ROADS and C-ROADS, yang menggunakan analogi bak mandi atau bathtub dan membuat simulasinya tersedia untuk masyarakat luas.
Analogi bathtub adalah jumlah CO2 di udara sama dengan jumlah air di bathtub; jika kita terus mengisinya lebih cepat daripada habis, maka berdasarkan hukum fisika dasar, air tersebut akan naik sampai meluap.
Sama seperti mempersiapkan pilot untuk kemungkinan kecelakaan, simulasi membantu mengajar dan melatih pilot sehingga mereka dapat membuat penyesuaian yang diperlukan untuk mencegah kecelakaan.
“Kesimpulan dari setiap simulasi selalu sama, yakni bahwa kita semua mempunyai peran, tidak ada peran yang tidak penting. Peserta selalu tampil dengan kekuatan,” ujar Sterman yang telah menjalankan beberapa simulasi untuk tingkat pemerintahan, perusahaan, dan LSM di lebih dari 80 negara di seluruh dunia, serta para pelajar terutama di Asia School of Business.
Ide sederhana namun bermakna ini, bahwa efek kumulatif dari langkah-langkah kecil dapat memindahkan gunung, adalah pesan utama yang akan disampaikan Asia School of Business melalui konferensi LESA 2021.
“Asia memiliki peluang besar untuk memetakan langkah baru selanjutnya dalam mengelola risiko sosial, ekonomi dan iklim. Namun untuk memberdayakan kawasan baru, dibutuhkan ide-ide segar, pendekatan, keberanian, kelincahan (agility) dan pola pikir yang strategis” tutup Prof. Fine.
“Masalah utamanya adalah orang-orang kewalahan dengan kerumitan dan penundaan yang lama, terutama ketika kita sudah terbiasa dengan hasil yang instan 'kebanyakan orang cenderung meyakinkan diri mereka sendiri bahwa 'masalahnya tidak seburuk itu', ‘pasar akan menyelesaikannya', atau 'pemerintah akan menanganinya’." ujar Charles.
Untuk menantang gagasan ini dan mengajak orang untuk mengambil tindakan individu dan kolektif, Sterman mengembangkan simulasi En-ROADS and C-ROADS, yang menggunakan analogi bak mandi atau bathtub dan membuat simulasinya tersedia untuk masyarakat luas.
Analogi bathtub adalah jumlah CO2 di udara sama dengan jumlah air di bathtub; jika kita terus mengisinya lebih cepat daripada habis, maka berdasarkan hukum fisika dasar, air tersebut akan naik sampai meluap.
Sama seperti mempersiapkan pilot untuk kemungkinan kecelakaan, simulasi membantu mengajar dan melatih pilot sehingga mereka dapat membuat penyesuaian yang diperlukan untuk mencegah kecelakaan.
“Kesimpulan dari setiap simulasi selalu sama, yakni bahwa kita semua mempunyai peran, tidak ada peran yang tidak penting. Peserta selalu tampil dengan kekuatan,” ujar Sterman yang telah menjalankan beberapa simulasi untuk tingkat pemerintahan, perusahaan, dan LSM di lebih dari 80 negara di seluruh dunia, serta para pelajar terutama di Asia School of Business.
Ide sederhana namun bermakna ini, bahwa efek kumulatif dari langkah-langkah kecil dapat memindahkan gunung, adalah pesan utama yang akan disampaikan Asia School of Business melalui konferensi LESA 2021.
“Asia memiliki peluang besar untuk memetakan langkah baru selanjutnya dalam mengelola risiko sosial, ekonomi dan iklim. Namun untuk memberdayakan kawasan baru, dibutuhkan ide-ide segar, pendekatan, keberanian, kelincahan (agility) dan pola pikir yang strategis” tutup Prof. Fine.
(wbs)