LESA 2021 Bahas Dampak Perubahan Lingkungan di Asia Tenggara
loading...
A
A
A
KUALA LUMPUR - Dampak perubahan iklim sudah terasa, dari gelombang panas yang mematikan hingga banjir besar, dan Asia merupakan kawasan yang telah dan akan terus terkena dampak yang signifikan.
Dengan ancaman kerugian PDB sekitar USD4,7 triliun, upaya komunitas bisnis untuk membalikkan tren serta mempertahankan keberlanjutan bisnis serta SDM-nya menjadi topik yang akan dibahas dalam pada konferensi Leadership for Enterprise Sustainability Asia (LESA) 2021, selain isu-isu menarik lainnya.
Kawasan Asia berada di lini terdepan krisis iklim dengan kerugian terbesar yang disebabkan perubahan iklim (mencapai USD 4,7 triliun dalam PDB menurut analisis terbaru McKinsey).
Prof. John Sterman, Director, MIT Sloan Sustainability Initiative dan pembicara utama LESA) 2021 mendatang, berkeyakinan bahwa Asia masih memiliki harapan.
Sterman akan menjadi pembawa acara LESA, yang diselenggarakan oleh Asia School of Business yang berlokasi di Kuala Lumpur, Malaysia.
Acara ini akan menekankan pada urgensi Asia Tenggara dan bisnis dunia berkembang dalam mengambil langkah-langkah penting untuk mengurangi dampak perubahan iklim dan memetakan cara baru ke depannya.
Perwakilan dari organisasi Asia terkemuka termasuk Rukaiyah Rafik, Pengelola Sekolah Petani FORTASBI (Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia), Khoon Tee Tan, Senior Partner di McKinsey & Company Indonesia, Febriany Eddy, CEO & Presiden Direktur Vale Indonesia (INCO), dan lainnya, akan menjadi pembicara di LESA 2021.
Saat para pemimpin bisnis di kawasan ini bersiap menghadapi “next normal” bersamaan dengan Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Singapura yang baru saja mengumumkan janji mereka untuk mencapai carbon neutral dalam beberapa dekade mendatang.
LESA 2021 mengundang para pemimpin bisnis, pembuat kebijakan, pengusaha, dan individu untuk bergabung dalam diskusi, yang membicarakan tantangan maupun solusi yang didukung ilmu pengetahuan dan layak secara ekonomi, serta teknologi untuk beradaptasi dan menghadapi ekonomi perubahan iklim dalam basis Asia.
“Alih-alih membiarkan hal-hal tersebut dengan dalih ‘wait and see’, di mana individu mengandalkan bisnis, perusahaan kecil bergantung pada konglomerat besar untuk memimpin, dan pemerintah menunjuk pemerintah lain untuk menerapkan kebijakan, LESA 2021 memiliki tujuan untuk menyebarkan pesan bahwa setiap individu dan entity memiliki peran dan tanggung jawab masing-masing dalam menggerakkan kita ke arah yang benar sebelum konsekuensinya tidak dapat diubah lagi” ujar Prof. Charles H. Fine, (Ph.D. Stanford) CEO, President, dan Dekan di Asia School of Business dalam keterangan persnya di Jakarta (14/10/2021).
Dengan ancaman kerugian PDB sekitar USD4,7 triliun, upaya komunitas bisnis untuk membalikkan tren serta mempertahankan keberlanjutan bisnis serta SDM-nya menjadi topik yang akan dibahas dalam pada konferensi Leadership for Enterprise Sustainability Asia (LESA) 2021, selain isu-isu menarik lainnya.
Kawasan Asia berada di lini terdepan krisis iklim dengan kerugian terbesar yang disebabkan perubahan iklim (mencapai USD 4,7 triliun dalam PDB menurut analisis terbaru McKinsey).
Prof. John Sterman, Director, MIT Sloan Sustainability Initiative dan pembicara utama LESA) 2021 mendatang, berkeyakinan bahwa Asia masih memiliki harapan.
Sterman akan menjadi pembawa acara LESA, yang diselenggarakan oleh Asia School of Business yang berlokasi di Kuala Lumpur, Malaysia.
Acara ini akan menekankan pada urgensi Asia Tenggara dan bisnis dunia berkembang dalam mengambil langkah-langkah penting untuk mengurangi dampak perubahan iklim dan memetakan cara baru ke depannya.
Perwakilan dari organisasi Asia terkemuka termasuk Rukaiyah Rafik, Pengelola Sekolah Petani FORTASBI (Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia), Khoon Tee Tan, Senior Partner di McKinsey & Company Indonesia, Febriany Eddy, CEO & Presiden Direktur Vale Indonesia (INCO), dan lainnya, akan menjadi pembicara di LESA 2021.
Saat para pemimpin bisnis di kawasan ini bersiap menghadapi “next normal” bersamaan dengan Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Singapura yang baru saja mengumumkan janji mereka untuk mencapai carbon neutral dalam beberapa dekade mendatang.
LESA 2021 mengundang para pemimpin bisnis, pembuat kebijakan, pengusaha, dan individu untuk bergabung dalam diskusi, yang membicarakan tantangan maupun solusi yang didukung ilmu pengetahuan dan layak secara ekonomi, serta teknologi untuk beradaptasi dan menghadapi ekonomi perubahan iklim dalam basis Asia.
“Alih-alih membiarkan hal-hal tersebut dengan dalih ‘wait and see’, di mana individu mengandalkan bisnis, perusahaan kecil bergantung pada konglomerat besar untuk memimpin, dan pemerintah menunjuk pemerintah lain untuk menerapkan kebijakan, LESA 2021 memiliki tujuan untuk menyebarkan pesan bahwa setiap individu dan entity memiliki peran dan tanggung jawab masing-masing dalam menggerakkan kita ke arah yang benar sebelum konsekuensinya tidak dapat diubah lagi” ujar Prof. Charles H. Fine, (Ph.D. Stanford) CEO, President, dan Dekan di Asia School of Business dalam keterangan persnya di Jakarta (14/10/2021).