Mengenal Sampah Luar Angkasa dan Ancaman Bahaya yang Ditimbulkan
loading...
A
A
A
Sampah luar angkasa adalah istilah umum untuk menyebutkan bagian satelit yang sudah tidak dapat digunakan, komponen roket, dan puing-puing mesin yang beterbangan di antariksa. Sampai saat ini, NASA telah melacak 27.000 benda semacam itu yang bergerak tanpa tujuan di orbit Bumi.
Sampah luar angkasa merupakan dampak dari aktivitas eksplorasi di antariksa yang semakin luas. Apalagi saat ini sudah ada perusahaan swasta seperti SpaceX dan Blue Origin, yang sangat aktif meluncurkan banyak satelit ke luar angkasa. (Baca juga; 4 Astronot Crew-3 NASA Sukses Meluncur ke Stasiun Luar Angkasa Internasional )
Berbeda ketika awal eksplorasi ruang angkasa, hanya ada beberapa lembaga yang akan mengirim satelit ke luar angkasa, seperti NASA, Roscosmos, dan Badan Antariksa Eropa. Saat ini total ada 6.542 satelit di orbit Bumi, tetapi hanya setengahnya yang benar-benar bekerja sesuai fungsinya.
Setengah lainnya tidak aktif atau menjadi sampah di luar angkasa. Namun, eksplorasi luar angkasa terus berkembang dan pada 2020 saja tercatat sudah lebih dari 1.200 satelit sudah diluncurkan ke orbit Bumi. (Baca juga; Jam Tangan Astronomia Ini Lebih Mahal dari Biaya Terbang ke Luar Angkasa )
Bayangkan, suatu hari orbit Bumi menjadi penuh sesak dengan satelit, kemudian ada dua satelit besar bertabrakan yang pecah menjadi potongan-potongan kecil. Kemudian potongan-potongan kecil itu berbenturan dengan satelit lain, memicu serangkaian tabrakan.
Tentu semakin banyak potongan sampah beterbangan di luar angkasa. Karena tabrakan ini, orbit Bumi menjadi semakin penuh dengan puing-puing. Sampai-sampai pada akhirnya, kita tidak akan memiliki ruang untuk meluncurkan lebih banyak roket dan satelit. Situasi seperti itu, populer disebut sebagai Sindrom Kessler.
Ini sebuah fenomena yang pertama kali dibayangkan oleh ilmuwan NASA Donald J Kessler pada tahun 1978. "Menemukan cara untuk menghapus setidaknya sebagian dari semua sampah antariksa itu harus menjadi prioritas global utama," Donald Kessler, Pensiunan Ilmuwan NASA dikutip dari laman zmescience.
Untungnya, kita belum sampai pada tahap itu. Namun, tabrakan seperti itu karena sampah luar angkasa pernah terjadi, meskipun masih jarang. Pada Maret 2021, Skuadron Kontrol Luar Angkasa ke-18 (18SPCS), sebuah unit kontrol ruang angkasa di bawah Angkatan Luar Angkasa AS mengkonfirmasi bahwa puing-puing kecil bernama Object 48078 menghantam satelit Yunhai 1-02 China.
Menurut Astrophysicist Jonathan McDowell, Object 48078 adalah sisa dari Zenet-2, roket Rusia yang diluncurkan pada tahun 1996. McDowell menambahkan bahwa "satelit Yunhai 1-02 pecah" setelah tabrakan.
Sebab, puing-puing ini dapat bergerak dengan kecepatan 24.000 km/jam (15.000 mph) di orbit Bumi. Jadi ancaman sampah luar angkasa yang bergerak cepat, dapat menabrak dan menghancurkan satelit fungsional atau roket yang lewat kapan saja.
Padahal di orbit Bumi banyak terdapat satelit yang punya beragam fungsi, seperti memfasilitasi komunikasi, navigasi, bantuan militer, pengamatan bumi, ramalan cuaca, pencarian mineral, dan banyak lainnya.
Sebelum jatuhnya Yunhai 1-02, tabrakan terakhir dilaporkan terjadi pada tahun 2009. Setiap tahun banyak satelit yang bermanuver berkali-kali untuk menghindari tabrakan dengan sampah antariksa. Bahkan Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) telah melakukan lebih dari 20 manuver penghindaran sampah luar angkasa sejak diluncurkan pada tahun 1998.
Sampah luar angkasa merupakan dampak dari aktivitas eksplorasi di antariksa yang semakin luas. Apalagi saat ini sudah ada perusahaan swasta seperti SpaceX dan Blue Origin, yang sangat aktif meluncurkan banyak satelit ke luar angkasa. (Baca juga; 4 Astronot Crew-3 NASA Sukses Meluncur ke Stasiun Luar Angkasa Internasional )
Berbeda ketika awal eksplorasi ruang angkasa, hanya ada beberapa lembaga yang akan mengirim satelit ke luar angkasa, seperti NASA, Roscosmos, dan Badan Antariksa Eropa. Saat ini total ada 6.542 satelit di orbit Bumi, tetapi hanya setengahnya yang benar-benar bekerja sesuai fungsinya.
Setengah lainnya tidak aktif atau menjadi sampah di luar angkasa. Namun, eksplorasi luar angkasa terus berkembang dan pada 2020 saja tercatat sudah lebih dari 1.200 satelit sudah diluncurkan ke orbit Bumi. (Baca juga; Jam Tangan Astronomia Ini Lebih Mahal dari Biaya Terbang ke Luar Angkasa )
Bayangkan, suatu hari orbit Bumi menjadi penuh sesak dengan satelit, kemudian ada dua satelit besar bertabrakan yang pecah menjadi potongan-potongan kecil. Kemudian potongan-potongan kecil itu berbenturan dengan satelit lain, memicu serangkaian tabrakan.
Tentu semakin banyak potongan sampah beterbangan di luar angkasa. Karena tabrakan ini, orbit Bumi menjadi semakin penuh dengan puing-puing. Sampai-sampai pada akhirnya, kita tidak akan memiliki ruang untuk meluncurkan lebih banyak roket dan satelit. Situasi seperti itu, populer disebut sebagai Sindrom Kessler.
Ini sebuah fenomena yang pertama kali dibayangkan oleh ilmuwan NASA Donald J Kessler pada tahun 1978. "Menemukan cara untuk menghapus setidaknya sebagian dari semua sampah antariksa itu harus menjadi prioritas global utama," Donald Kessler, Pensiunan Ilmuwan NASA dikutip dari laman zmescience.
Untungnya, kita belum sampai pada tahap itu. Namun, tabrakan seperti itu karena sampah luar angkasa pernah terjadi, meskipun masih jarang. Pada Maret 2021, Skuadron Kontrol Luar Angkasa ke-18 (18SPCS), sebuah unit kontrol ruang angkasa di bawah Angkatan Luar Angkasa AS mengkonfirmasi bahwa puing-puing kecil bernama Object 48078 menghantam satelit Yunhai 1-02 China.
Menurut Astrophysicist Jonathan McDowell, Object 48078 adalah sisa dari Zenet-2, roket Rusia yang diluncurkan pada tahun 1996. McDowell menambahkan bahwa "satelit Yunhai 1-02 pecah" setelah tabrakan.
Sebab, puing-puing ini dapat bergerak dengan kecepatan 24.000 km/jam (15.000 mph) di orbit Bumi. Jadi ancaman sampah luar angkasa yang bergerak cepat, dapat menabrak dan menghancurkan satelit fungsional atau roket yang lewat kapan saja.
Padahal di orbit Bumi banyak terdapat satelit yang punya beragam fungsi, seperti memfasilitasi komunikasi, navigasi, bantuan militer, pengamatan bumi, ramalan cuaca, pencarian mineral, dan banyak lainnya.
Sebelum jatuhnya Yunhai 1-02, tabrakan terakhir dilaporkan terjadi pada tahun 2009. Setiap tahun banyak satelit yang bermanuver berkali-kali untuk menghindari tabrakan dengan sampah antariksa. Bahkan Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) telah melakukan lebih dari 20 manuver penghindaran sampah luar angkasa sejak diluncurkan pada tahun 1998.
(wib)