Trenggiling, Nyaris Punah Karena Mitos Sisik untuk Obat Vitalitas dan Sabu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Trenggiling menjadi salah satu satwa liar dilindungi yang paling merihatinkan. Sebab, mamalia unik bersisik ini paling banyak diperdagangkan di seluruh dunia secara illegal. Tidak hanya di Indonesia, bahkan di Asia.
Alasannya tak kalah miris. Trenggiling diperdagangkan di pasar gelap sebagai obat vitalitas dan sabu-sabu. Selama 1999-2017, lebih dari 1 juta ekor Trenggiling diburu dan diselundupkan di seluruh dunia. Sementara di Indonesia, mencapai 193 ribu ekor.
Sisik Pelindung
Trenggiling merupakan famili Pholidota. Di Asia terdiri dari 4 spesies yaitu Chinese Pangolin, Indian Pangolin, Philippine Pangolin, dan Sunda Pangolin (Manis Javanica). Sunda Pangolin adalah jenis yang paling banyak tersebar di Asia Tenggara.
Keunikan Trenggiling memang pada sisiknya. Fungsinya sebagai alat berlindung dari mangsa. Tapi, sisik itu juga yang membuatnya jadi sasaran perburuan liar. Bahkan, membawa Trenggiling ke status Kritis (Critically Endangered/CR) berdasarkan daftar merah lembaga konservasi dunia, IUCN.
Trenggiling masuk ke dalam satwa yang dilindungi sesuai Peraturan Menteri LHK Nomor 106 tahun 2018 termasuk jenis satwa dilindungi, dan sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Sanksi hukumnya adalah berupa pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak seratus juta rupiah. Meskipun peraturan yang ada sudah jelas menyatakan bahwa sunda pangolin adalah satwa yang dilindungi, namun perburuan dan perdagangan illegal masih marak terjadi hingga saat ini justru kasusnya semakin meningkat dan jumlah perburuannya semakin besar.
Bahan Sabu-Sabu
Sisik trenggiling disebut sebagai bahan sabu-sabu karena kandungan zat aktif analgesik untuk mengatasi nyeri, serta merupakan partikel pengikat zat pada psikotropika jenis sabu-sabu metamfetamin.
Tramadol HCI juga merupakan zat aktif yang merupakan salah satu obat analgesic yang digunalan untuk mengatasi nyeri hebat akut atau kronis dan nyeri pasca operasi.
Meski demikian, U.S. Fish and Wildlife Service melakukan penelitian pada awal 2019 terhadap kemotipe sisik pada 104 individu trenggiling yang mewakili semua spesies. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa tak satu pun dari spesimen menunjukkan keberadaan tramadol. Berita ataupun anggapan bahwa sisik pangolin mengandung analgesik tramadol telah dipatahkan oleh hasil penelitian ini.
Tetap saja gara-gara sisik itu Trenggiling dihargai sangat mahal. Berkisar antara Rp2,5 juta hingga Rp6 juta. Bahkan, di harga internasional bisa mencapai USD265 hingga USD760 per kilogram. Hal ini yang membuat para pemburu tergiur.
Alasannya tak kalah miris. Trenggiling diperdagangkan di pasar gelap sebagai obat vitalitas dan sabu-sabu. Selama 1999-2017, lebih dari 1 juta ekor Trenggiling diburu dan diselundupkan di seluruh dunia. Sementara di Indonesia, mencapai 193 ribu ekor.
Sisik Pelindung
Trenggiling merupakan famili Pholidota. Di Asia terdiri dari 4 spesies yaitu Chinese Pangolin, Indian Pangolin, Philippine Pangolin, dan Sunda Pangolin (Manis Javanica). Sunda Pangolin adalah jenis yang paling banyak tersebar di Asia Tenggara.
Keunikan Trenggiling memang pada sisiknya. Fungsinya sebagai alat berlindung dari mangsa. Tapi, sisik itu juga yang membuatnya jadi sasaran perburuan liar. Bahkan, membawa Trenggiling ke status Kritis (Critically Endangered/CR) berdasarkan daftar merah lembaga konservasi dunia, IUCN.
Trenggiling masuk ke dalam satwa yang dilindungi sesuai Peraturan Menteri LHK Nomor 106 tahun 2018 termasuk jenis satwa dilindungi, dan sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Sanksi hukumnya adalah berupa pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak seratus juta rupiah. Meskipun peraturan yang ada sudah jelas menyatakan bahwa sunda pangolin adalah satwa yang dilindungi, namun perburuan dan perdagangan illegal masih marak terjadi hingga saat ini justru kasusnya semakin meningkat dan jumlah perburuannya semakin besar.
Bahan Sabu-Sabu
Sisik trenggiling disebut sebagai bahan sabu-sabu karena kandungan zat aktif analgesik untuk mengatasi nyeri, serta merupakan partikel pengikat zat pada psikotropika jenis sabu-sabu metamfetamin.
Tramadol HCI juga merupakan zat aktif yang merupakan salah satu obat analgesic yang digunalan untuk mengatasi nyeri hebat akut atau kronis dan nyeri pasca operasi.
Meski demikian, U.S. Fish and Wildlife Service melakukan penelitian pada awal 2019 terhadap kemotipe sisik pada 104 individu trenggiling yang mewakili semua spesies. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa tak satu pun dari spesimen menunjukkan keberadaan tramadol. Berita ataupun anggapan bahwa sisik pangolin mengandung analgesik tramadol telah dipatahkan oleh hasil penelitian ini.
Tetap saja gara-gara sisik itu Trenggiling dihargai sangat mahal. Berkisar antara Rp2,5 juta hingga Rp6 juta. Bahkan, di harga internasional bisa mencapai USD265 hingga USD760 per kilogram. Hal ini yang membuat para pemburu tergiur.