Dosis Tepat Sinar UV untuk Membunuh Covid-19 Ditemukan
loading...
A
A
A
LONDON - Pandemi Covid-19 hingga saat ini belum ada tanda-tanda kapan akan berakhir, pasalnya di beberapa negara angka kasus Covid-19 masih terbilang banyak. Namun baru-baru ini ilmuwan menemukan dosis radiasi ultraviolet (UV) untuk membunuh virus SARS-CoV-2.
Dalam studi yang sudah diterbitkan, para peneliti dari Thomas J. Watson College of Engineering and Applied Science dari Binghamton University menjawab pertanyaan tersebut dan meletakkan dasar standar kesehatan yang menawarkan desinfeksi sebenarnya.
"Ada banyak penelitian tentang dosis UV dalam literatur ilmiah, tetapi tidak secara sistematis. Ketika kami memulai proyek ini, sebenarnya tidak ada data atau eksperimen yang dilakukan karena pandemi terjadi dengan sangat cepat." tutur Profesor Kaiming Ye si penulis riset tersebut seperti ditulisi website Binghamton University .
Tim Binghamton menambahkan retrovirus yang mirip dengan SARS-CoV-2 pada tiga media berbeda (media kultur sel, air, dan air liur manusia yang dibuat ulang) dan memaparkannya ke tiga panjang gelombang berbeda dalam kisaran UVC. UVC membunuh virus dan mikroorganisme lainnya dengan merusak DNA dan RNA mereka, yang merupakan bahan penyusun bioorganik kehidupan.
"Efisiensi disinfeksi sangat dipengaruhi oleh media tempat virus itu berada. Kami menggunakan dosis yang sama, intensitas cahaya yang sama, dan panjang gelombang yang sama ketika virus disuspensikan dalam air liur, air, dan media kultur sel, tetapi efisiensinya benar-benar berbeda." " kata Ye.
Hasil terbaik selama penelitian berasal dari panjang gelombang kisaran 260 hingga 280 nanometer, yang biasa digunakan pada lampu UVC LED. Panjang gelombang di bawah 260 nanometer hanya dapat digunakan di ruang kosong karena dapat merusak kulit dan mata manusia.
"Ada begitu banyak perusahaan yang mengaku produk mereka benar-benar mendesinfeksi dan benar-benar aman," kata epala Department of Biomedical Engineering; Associate Professor BME Guy German
"Namun, dalam artikel ini, kami menunjukkan bahwa baik sinar UVC panjang (222 nanometer) dan biasa (254 nanometer) menurunkan integritas mekanik stratum korneum, lapisan atas kulit, menyebabkan kemungkinan retak yang lebih tinggi. Itu berarti bakteri jahat dan mikroorganisme lainnya dapat masuk dan berpotensi menginfeksi kulit Anda." tambahnya.
Berdasarkan hasil penelitian, Ye dan German telah merancang sistem desinfeksi lampu LED yang seharusnya mengurangi kerusakan pada kulit manusia. Mereka melakukan pengujian tambahan sebelum mengajukan patennya.
Dalam studi yang sudah diterbitkan, para peneliti dari Thomas J. Watson College of Engineering and Applied Science dari Binghamton University menjawab pertanyaan tersebut dan meletakkan dasar standar kesehatan yang menawarkan desinfeksi sebenarnya.
Baca Juga
"Ada banyak penelitian tentang dosis UV dalam literatur ilmiah, tetapi tidak secara sistematis. Ketika kami memulai proyek ini, sebenarnya tidak ada data atau eksperimen yang dilakukan karena pandemi terjadi dengan sangat cepat." tutur Profesor Kaiming Ye si penulis riset tersebut seperti ditulisi website Binghamton University .
Tim Binghamton menambahkan retrovirus yang mirip dengan SARS-CoV-2 pada tiga media berbeda (media kultur sel, air, dan air liur manusia yang dibuat ulang) dan memaparkannya ke tiga panjang gelombang berbeda dalam kisaran UVC. UVC membunuh virus dan mikroorganisme lainnya dengan merusak DNA dan RNA mereka, yang merupakan bahan penyusun bioorganik kehidupan.
"Efisiensi disinfeksi sangat dipengaruhi oleh media tempat virus itu berada. Kami menggunakan dosis yang sama, intensitas cahaya yang sama, dan panjang gelombang yang sama ketika virus disuspensikan dalam air liur, air, dan media kultur sel, tetapi efisiensinya benar-benar berbeda." " kata Ye.
Hasil terbaik selama penelitian berasal dari panjang gelombang kisaran 260 hingga 280 nanometer, yang biasa digunakan pada lampu UVC LED. Panjang gelombang di bawah 260 nanometer hanya dapat digunakan di ruang kosong karena dapat merusak kulit dan mata manusia.
"Ada begitu banyak perusahaan yang mengaku produk mereka benar-benar mendesinfeksi dan benar-benar aman," kata epala Department of Biomedical Engineering; Associate Professor BME Guy German
"Namun, dalam artikel ini, kami menunjukkan bahwa baik sinar UVC panjang (222 nanometer) dan biasa (254 nanometer) menurunkan integritas mekanik stratum korneum, lapisan atas kulit, menyebabkan kemungkinan retak yang lebih tinggi. Itu berarti bakteri jahat dan mikroorganisme lainnya dapat masuk dan berpotensi menginfeksi kulit Anda." tambahnya.
Berdasarkan hasil penelitian, Ye dan German telah merancang sistem desinfeksi lampu LED yang seharusnya mengurangi kerusakan pada kulit manusia. Mereka melakukan pengujian tambahan sebelum mengajukan patennya.
(wbs)