Uniknya Gerhana di Luar Angkasa, Bulan Menutupi 67% Matahari
loading...
A
A
A
FLORIDA - Pesawat luar angkasa Solar Dynamics Observatory (SDO) NASA yang mengemban misi mengamati matahari menangkap fenomena gerhana di antariksa. Pesawat luar angkasa ini menangkap gerhana dari sudut pandang yang unik, tepat ketika bulan melintas di depan matahari pada Rabu 29 Juni 2022.
“Pada puncak gerhana, bulan menutupi 67% matahari, dan pegunungan bulan diterangi oleh api matahari,” tulis SpaceWeather.com dikutip SINDOnews dari laman Space.com, Kamis (30/6/2022).
SDO biasanya mengamati matahari sebagai sumber cuaca antariksa, atau radiasi di luar angkasa yang mempengaruhi Bumi. Aspek yang dipelajarinya meliputi medan magnet matahari, bintik matahari, dan aspek lain yang memengaruhi aktivitas selama siklus matahari 11 tahun reguler.
"SDO mempelajari bagaimana aktivitas matahari dibuat dan mendorong cuaca ruang angkasa. Pengukuran interior matahari, atmosfer, medan magnet, dan keluaran energi oleh pesawat ruang angkasa semuanya bekerja untuk membantu kita memahami bintang yang kita tinggali," tulis NASA.
SDO diluncurkan pada Februari 2010 dan merupakan bagian dari jaringan pesawat ruang angkasa surya dari NASA dan agen mitranya, National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA). Matahari akhir-akhir ini cukup aktif dan luar biasa di awal siklusnya, yang seharusnya mencapai puncaknya sekitar tahun 2025.
Para ilmuwan tertarik untuk mengikuti kisah asal mula jilatan api matahari dan ejeksi massa koronal yang menyertai partikel bermuatan, yang dapat menciptakan aurora berwarna-warni di atmosfer bumi jika CME diarahkan ke planet kita. Biasanya CME tidak berbahaya, tetapi ledakan yang kuat dapat mengganggu satelit, saluran listrik, dan infrastruktur lainnya.
Itulah sebabnya para ilmuwan sangat tertarik pada prediksi yang baik. Bahkan, NASA telah mengirim misi pengamatan jarak dekat yang disebut Parker Solar Probe untuk menyelidiki korona atau wilayah luar matahari yang sangat panas, sementara satelit lain mengamati dari jauh.
“Pada puncak gerhana, bulan menutupi 67% matahari, dan pegunungan bulan diterangi oleh api matahari,” tulis SpaceWeather.com dikutip SINDOnews dari laman Space.com, Kamis (30/6/2022).
SDO biasanya mengamati matahari sebagai sumber cuaca antariksa, atau radiasi di luar angkasa yang mempengaruhi Bumi. Aspek yang dipelajarinya meliputi medan magnet matahari, bintik matahari, dan aspek lain yang memengaruhi aktivitas selama siklus matahari 11 tahun reguler.
"SDO mempelajari bagaimana aktivitas matahari dibuat dan mendorong cuaca ruang angkasa. Pengukuran interior matahari, atmosfer, medan magnet, dan keluaran energi oleh pesawat ruang angkasa semuanya bekerja untuk membantu kita memahami bintang yang kita tinggali," tulis NASA.
SDO diluncurkan pada Februari 2010 dan merupakan bagian dari jaringan pesawat ruang angkasa surya dari NASA dan agen mitranya, National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA). Matahari akhir-akhir ini cukup aktif dan luar biasa di awal siklusnya, yang seharusnya mencapai puncaknya sekitar tahun 2025.
Para ilmuwan tertarik untuk mengikuti kisah asal mula jilatan api matahari dan ejeksi massa koronal yang menyertai partikel bermuatan, yang dapat menciptakan aurora berwarna-warni di atmosfer bumi jika CME diarahkan ke planet kita. Biasanya CME tidak berbahaya, tetapi ledakan yang kuat dapat mengganggu satelit, saluran listrik, dan infrastruktur lainnya.
Itulah sebabnya para ilmuwan sangat tertarik pada prediksi yang baik. Bahkan, NASA telah mengirim misi pengamatan jarak dekat yang disebut Parker Solar Probe untuk menyelidiki korona atau wilayah luar matahari yang sangat panas, sementara satelit lain mengamati dari jauh.
(wib)