Deretan Fenomena Alam yang Tidak Berbahaya, Mengapa Bisa Terjadi?

Senin, 15 Agustus 2022 - 17:59 WIB
loading...
Deretan Fenomena Alam...
Fenomena alam merupakan peristiwa yang biasa terjadi di kehidupan manusia. Foto/Okezone
A A A
JAKARTA - Fenomena alam merupakan peristiwa yang biasa terjadi di kehidupan manusia. Fenomena alam yang selama ini dikenal manusia, seperti hujan, gunung meletus, dan tanah longsor, biasa dikaitkan dengan bencana alam dan merugikan.

Namun demikian, ada pula fenomena alam yang nyatanya tidak berbahaya. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Berikut informasinya.

Gunung Bertopi atau Caping
Deretan Fenomena Alam yang Tidak Berbahaya, Mengapa Bisa Terjadi?


Sebuah fenomena alam unik yang tidak berbahaya, yakni gunung bertopi pernah terjadi di Indonesia. Fenomena ini memperlihatkan gunung yang puncaknya diselimuti awan dan menyerupai topi. Melansir Okezone, awan berbentuk topi itu ada lantaran gelombang di bagian gunung atau pusara angin yang terdapat di puncak gunung.

Beberapa gunung, seperti Gunung Sumbing (2018), Gunung Slamet (2019), Semeru (2018), dan Gunung Rinjani (2019) tercatat pernah mengalami fenomena alam yang tidak berbahaya itu.



Aurora Borealis
Deretan Fenomena Alam yang Tidak Berbahaya, Mengapa Bisa Terjadi?


Aurora borealis biasa disebut juga sebagai cahaya utara (the northern light). Banyak orang yang sudah menyaksikan fenomena alam indah itu mengatakan bahwa cahaya utara turun langsung dari surga. Melansir laman Library of Congress (LOC), aurora mulai terlihat ketika matahari mengeluarkan awan gas atau CME (coronal mass ejection). Apabila telah menyentuh bumi selama 2 sampai 3 hari, maka salah satunya akan bertabrakan dengan medan magnet bumi. Hal itu yang kemudian akan membuahkan arus partikel bermuatan dan mengalir di sepanjang garis gaya magnet ke daerah kutub.

LOC juga menyebut, partikel tersebut nantinya akan meningkatkan energi di bagian atas atmosfer bumi dan menghasilkan cahaya indah saat bertabrakan dengan atom oksigen dan nitrogen. Biasanya, aurora borealis bisa disaksikan di antara bulan September dan Oktober serta Maret dan April. Salah satu negara yang langganan menjadi destinasi untuk menyaksikan aurora borealis adalah Islandia. Di tahun 2017 silam, pemerintah Islandia bahkan mengajak seluruh masyarakatnya untuk menyaksikan langsung fenomena alam itu dengan mematikan sumber cahaya semalaman.

Planet Sejajar
Deretan Fenomena Alam yang Tidak Berbahaya, Mengapa Bisa Terjadi?


Lima planet sejajar disaksikan masyarakat pada 24 Juni 2022. Adapun 5 planet yang dimaksud adalah Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, dan Saturnus dan dapat disaksikan selama kurang lebih 50 menit dengan kondisi cuaca cukup cerah. Fenomena yang terjadi akibat tatanan alam ini bukan berarti kelima planet berada di garis lurus sangat sejajar.

Sebab, planet-planet di tata surya tidak akan bisa berada di 1 garis lurus. Yang dimaksud sejajar adalah saat 5 planet terlihat lurus dari sudut pandang bumi. Momen ini tidak ada imbasnya bagi bumi dan terjadi setiap 18 sampai 19 tahun sekali.



Pantai Berpasir Merah Muda
Deretan Fenomena Alam yang Tidak Berbahaya, Mengapa Bisa Terjadi?


Selanjutnya ada pantai berpasir merah muda atau pink yang berada di Flores, NTT. Fenomena alam tersebut jelas tidak menimbulkan bahaya, dan justru memikat banyak para wisatawan, baik lokal maupun asing. Rupanya, pasir pantai tersebut merupakan tempat hidup dari terumbu karang Homotrema rubrum yang memiliki cangkang warna pink. Terumbu karang itu akan otomatis menyingkir ke pantai dan menyatu dengan spesies lain, seperti plankton.

Di Indonesia, keindahan pantai pink atau Pink Beach tidak hanya terlihat dari warna pasirnya saja. Melainkan pula keindahan yang berasal dari kekayaan sumber daya alam bawah laut yang dimiliki. Diketahui, lokasi wisata itu menyimpan berbagai jenis ikan, batu karang, dan biota laut lainnya.

Pelangi
Deretan Fenomena Alam yang Tidak Berbahaya, Mengapa Bisa Terjadi?


Siapa yang tidak kenal fenomena alam ini? Kemunculan pelangi adalah salah satu fenomena alam yang tidak membahayakan, sangat indah, dan menarik perhatian siapa pun yang melihatnya. Pelangi terdiri dari 7 warna, yakni merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu atau dikenal dengan mejikuhibiniu. Namun faktanya, pelangi tak hanya sebatas pada warna-warna tersebut, melainkan hingga jutaan warna. Hal tersebut dikarenakan air di udara memiliki peran sebagai prisma, sedangkan cahaya matahari bersifat polikromatik. Namun, mata manusia hanya mampu menangkap setidaknya tujuh warna pelangi.

Sinar matahari yang menembus rintik atau air hujan akan mengenai air pada sudut tertentu. Saat sinar matahari bersentuhan dengan tetesan air, maka cahaya akan dipantulkan. Bagi cahaya yang tidak dipantulkan, akan dibiaskan melintasi lapisan batas udara dan kecepatan air akan melambat. Pengurangan kecepatan ini akan membuat jalur cahaya berbelok atau biasa disebut sebagai pembiasan. Hal inilah yang kemudian menyebabkan bentuk pelangi selalu melengkung.
(wib)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4821 seconds (0.1#10.140)