Perang Melawan 5 Mitos yang Salah Tentang Cobot!
loading...
A
A
A
JAKARTA - Saat ini, Robot Kolaboratif (Cobot) telah menjadi pusat perhatian dalam suatu modernisasi industri dan pabrik. Di Indonesia, produsen mulai tertarik pada sistem otomatisasi ini.
Pabrik-pabrik berencana untuk memanfaatkan potensi industri di Indonesia melalui adopsi teknologi otomatisasi. Saat teknologi robot dan otomatisasi meningkat, munculah mitos-mitos dan kesalahpahaman, seperti kemungkinan teknologi tersebut akan menggusur manusia dan memperburuk resiko kerja di pabrik. Lalu, manakah mitos yang benar dan yang salah? Yuk, kita pelajari bersama: (Baca juga: 7 Ilmuwan Islam Paling Berpengaruh Sepanjang Masa )
1. Cobot Menggusur Pekerjaan Manusia?
Data Statistik Indonesia (BPS) mengungkapkan, tingkat partisipasi angkatan kerja untuk pria dan wanita masing-masing tercatat sebesar 82,68 persen dan 51,88 persen. Dengan tingkat partisipasi angkatan kerja yang rendah dan konstan bagi kaum perempuan di Indonesia, para perempuan khawatir kalau pekerjaan mereka akan digantikan oleh robot. Menurut OECD, hanya 14 persen pekerjaan yang dapat sepenuhnya menerapkan otomatisasi. BACA JUGA - 8 Motor Ngebul Bekas yang Harganya Semakin Ugal-Ugalan di 2020
Studi Forum Ekonomi Dunia menunjukkan bahwa pada tahun 2022, robot akan menciptakan lebih dari 133 juta lapangan pekerjaan secara global. Namun walau bagaimanapun, tetap tidak akan ada mesin yang bisa menggantikan ketangkasan, pemikiran kritis, pengambilan keputusan, dan kreativitasmanusia.
Ketika Indonesia tengah bergerak menuju otomatisasi, produksi pun akan meningkat, dan lebih banyak lapangan pekerjaan bisa diciptakan. Baik pria maupun wanita di Indonesia tidak perlu khawatir kalau robot akan menggusur pekerjaan manusia.
2. Otomatisasi Robot Ditujukan untuk Operasi Skala Besar yang Kompleks
Saat orang berpikir tentang robot, di dalam pikiran mereka seringkali terbayang akan mesin yang besar, yang memproses perakitan dan pengolahan kayu misalnya, yang mengantri untuk diolah oleh mesin otomatis. Kenyataannya, dengan cobot, perusahaan dapat menggunakannya untuk tugas yang paling sederhana sekalipun.
Terlepas dari skala outputnya, cobot dapat digunakan untuk proses yang berulang-ulang, manual, atau berpotensi berat bagi pekerja-pekerja manusia, seperti memilih dan menempatkan barang, pengemasan, memasang sekrup, perekatan, pembuangan, dan pengelasan.
3. Susah Untuk Merawat dan Menjaga Mesin Robot
Memang benar kalau ada sebagian robot yang berukuran besar, rumit, dan sulit untuk dioperasikan. Banyak orang bahkan mengatakan, butuh gelar seorang PhD (sarjana S3) untuk dapat mengoperasikannya. Namun kenyataannya, cobot tidak serumit itu.
Cobot mudah sekali dipakai, dioperasikan, dan dipelihara, karena cobot itu sangatlah sederhana, tidak rumit dan tidak perlu mengubah tata letak produksi di pabrik saat digunakan. Cobot mudah untuk diprogram dan digunakan berulang kali, kebutuhan perawatannya pun sangat minimal.
Pabrik-pabrik berencana untuk memanfaatkan potensi industri di Indonesia melalui adopsi teknologi otomatisasi. Saat teknologi robot dan otomatisasi meningkat, munculah mitos-mitos dan kesalahpahaman, seperti kemungkinan teknologi tersebut akan menggusur manusia dan memperburuk resiko kerja di pabrik. Lalu, manakah mitos yang benar dan yang salah? Yuk, kita pelajari bersama: (Baca juga: 7 Ilmuwan Islam Paling Berpengaruh Sepanjang Masa )
1. Cobot Menggusur Pekerjaan Manusia?
Data Statistik Indonesia (BPS) mengungkapkan, tingkat partisipasi angkatan kerja untuk pria dan wanita masing-masing tercatat sebesar 82,68 persen dan 51,88 persen. Dengan tingkat partisipasi angkatan kerja yang rendah dan konstan bagi kaum perempuan di Indonesia, para perempuan khawatir kalau pekerjaan mereka akan digantikan oleh robot. Menurut OECD, hanya 14 persen pekerjaan yang dapat sepenuhnya menerapkan otomatisasi. BACA JUGA - 8 Motor Ngebul Bekas yang Harganya Semakin Ugal-Ugalan di 2020
Studi Forum Ekonomi Dunia menunjukkan bahwa pada tahun 2022, robot akan menciptakan lebih dari 133 juta lapangan pekerjaan secara global. Namun walau bagaimanapun, tetap tidak akan ada mesin yang bisa menggantikan ketangkasan, pemikiran kritis, pengambilan keputusan, dan kreativitasmanusia.
Ketika Indonesia tengah bergerak menuju otomatisasi, produksi pun akan meningkat, dan lebih banyak lapangan pekerjaan bisa diciptakan. Baik pria maupun wanita di Indonesia tidak perlu khawatir kalau robot akan menggusur pekerjaan manusia.
2. Otomatisasi Robot Ditujukan untuk Operasi Skala Besar yang Kompleks
Saat orang berpikir tentang robot, di dalam pikiran mereka seringkali terbayang akan mesin yang besar, yang memproses perakitan dan pengolahan kayu misalnya, yang mengantri untuk diolah oleh mesin otomatis. Kenyataannya, dengan cobot, perusahaan dapat menggunakannya untuk tugas yang paling sederhana sekalipun.
Terlepas dari skala outputnya, cobot dapat digunakan untuk proses yang berulang-ulang, manual, atau berpotensi berat bagi pekerja-pekerja manusia, seperti memilih dan menempatkan barang, pengemasan, memasang sekrup, perekatan, pembuangan, dan pengelasan.
3. Susah Untuk Merawat dan Menjaga Mesin Robot
Memang benar kalau ada sebagian robot yang berukuran besar, rumit, dan sulit untuk dioperasikan. Banyak orang bahkan mengatakan, butuh gelar seorang PhD (sarjana S3) untuk dapat mengoperasikannya. Namun kenyataannya, cobot tidak serumit itu.
Cobot mudah sekali dipakai, dioperasikan, dan dipelihara, karena cobot itu sangatlah sederhana, tidak rumit dan tidak perlu mengubah tata letak produksi di pabrik saat digunakan. Cobot mudah untuk diprogram dan digunakan berulang kali, kebutuhan perawatannya pun sangat minimal.