Indonesia Nikmati Supermoon Langka

Rabu, 31 Januari 2018 - 08:00 WIB
Indonesia Nikmati Supermoon...
Indonesia Nikmati Supermoon Langka
A A A
JAKARTA - Fenomena langka akan menghiasi langit pada malam ini. Super blue blood moon (gerhana bulan purnama berwarna kemerahan) yang diperkirakan hanya terjadi sekali dalam 150 tahun lebih akan melewati separuh bagian bumi, termasuk Indonesia.

Berdasarkan lembaga luar angkasa Amerika Serikat (AS) National Aeronautics and Space Administration (NASA), orang yang berada di Indonesia dapat menyaksikan super blue bloodmoon dimulai sejak matahari terbenam.

Wilayah timur akan menjadi tempat yang paling cerah dan lama menyaksikan trilogi supermoon tersebut. Masyarakat Indonesia terbilang beruntung karena tidak semua bagian wilayah dunia bisa menyaksikannya.

Orang yang berada di Afrika, Amerika Latin, dan Eropa Barat tidak akan dapat melihatnya. “Bagi mereka yang tinggal di Timur Tengah, Asia, Rusia Timur, Australia, dan Selandia Baru, super blue blood moon dapat dilihat selama bulan terbit pada malam 31 Januari,” ujar eksekutif program dan blogger bulan di Kantor Pusat NASA, Gordon Johnston, di Washington pada 19 Januari silam di halaman resmi www.nasa.gov.

Lembaga Penerbangan Dan Antariksa Nasional (LAPAN) sebelumnya telah mengajak masyarakat Indonesia untuk tidak melewatkan fenomena langka ini, karena terakhir terjadi pada 31 Maret 1866 atau 152 tahun yang lalu.

“Gerhana bulan ini termasuk langka karena dalam konfigurasi supermoon, bluemoon, dangerhana,” ujar Kepala Humas Lapan Jasyanto katanya dalam siaran pers.

Dia menuturkan, feno mena supermoon terjadi ketika saat purnama bulan berada dalam jarak terdekatnya dengan bumi sehingga ukuran bulan ini menjadi 14% lebih besar dan 30% lebih terang daripada biasanya. Bluemoon adalah bulan purnama yang terjadi dua kali dalam satu bulan kalender.

Adapun gerhana bulan terjadi ketika saat bulan purnama bumi menutupi bulan sehingga bulan tertutupi oleh bayangan bumi. Orbit bulan mengelilingi bumi berbentuk elips sehingga jarak bumi dengan bulan selalu berubah, dan saat bulan berada di titik terdekat (perigee) dengan bumi bertepatan dengan bulan purnama terjadilah supermoon.

Fenomena yang berlangsung pada 31 Januari 2018 di awali dengan gerhana sebagian, diikuti dengan gerhana total, gerhana parsial lagi, dan bulan sepenuhnya terlepas dari bayangan bumi. Tidak seperti gerhana matahari yang hanya bisa diamati di daerah yang sangat terbatas, gerhana bulan ini bisa diamati dari sebagian besar permukaan bumi, yaitu dari daerah Amerika Utara, Samudera Pasifik, Siberia Timur, dan Asia.

“Namun, gerhana ini tidak akan terlihat dari sebagian besar Amerika Selatan dan Afrika,” katanya. Proses gerhana bulan ini terbagi menjadi beberapa tahap, ya itu gerhana parsial, gerhana total, dan gerhana parsial. Proses gerhana berlangsung sekitar empat jam.

Dia menyarankan untuk para pengamat di daerah Indonesia waktu Indonesia bagian barat tahaptahap gerhana bulan ini bisa dilihat di waktu seperti berikut, yakni awal gerhana parsial ter jadi pada 18.48 WIB, lalu awal gerhana total terjadi pada 19.52 WIB, dan puncak gerhana terjadi pada 20.30 WIB.

Sementara akhir totalitas terjadi pada 21.08 WIB dana akhir gerhana terjadi pada parsial 22.11 WIB. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut pengamatan dapat dilihat secara ideal dari daerah perbatasan dari perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur hingga daerah yang berada di sebelah barat Sumatera.

Supermoon akan melintas di Samudera Hindia yang berada sebelah barat Sumatera yang merupakan zona bulan terbit saat fase gerhana penumbra berlangsung. Selain itu, lokasi yang ideal untuk mengamati fenomena supermoon yakni di Observatorium Boscha (Lembang), Pulau Seribu, Ancol, Taman Mini Indonesia Indah, Planetarium, Museum Fatahi llah, Kampung Betawi, Setu Babakan, serta Bukittinggi.

Selain itu, juga dilakukan pengamatan di 21 titik pengamatan hilal. Bahkan di Makassar dan Jam Gadang Bukittinggi akan digelar acara menonton bersama Super Blue Blood Moon.

“Masyarakat dapat mengamati puncak gerhana bulan total ini dapat pada pukul 20.29,8 WIB; 21.29,8 Wita; dan 22.29,8 WIT,” ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di Jakarta, kemarin.

Tidak Perlu Takut
Walaupun Super Blue Blood Moon bisa mengakibatkan sejumlah fenomena alam, BMKG mengimbau masyarakat untuk tidak takut. Dwikorawati menuturkan, Super Blue Blood Moon dapat mengakibatkan surut air laut minimum mencapai 100-110 cm yang terjadi pada 30 Januari-1 Februari 2018 di pesisir Sumatera Utara, Sumatera Barat, selatan Lampung, utara Jakarta, utara Jawa Tengah, utara Jawa Timur, dan Kali mantan Barat.

Dwikorita menegaskan bahwa tinggi pasang maksimum akan berdampak pada terganggunya transportasi di sekitar pelabuhan dan pesisir, aktivitas petani garam dan perikanan darat, serta kegiatan bongkar muat di pelabuhan.

Sebelumnya, Kepala Lapan Thomas Djamaluddin sementara menuturkan, dalam kondisi normal, pasang maks imum hanya berdampak limpasan air laut menjadi banjir pasang.

Namun, menurut Profesor Riset Astronomi-Astrofisika ini, kondisi yang perlu diwaspadai ketika saat supermoon ada cuaca buruk di laut yang menimbulkan gelombang tinggi yang berdampak banjir rob makin melimpas jauh ke daratan.

“Dampak lainnya kalau terjadi banjir akibat hujan lebat di daratan, banjir akan lama surutnya karena dampak pasang maksimum tersebut,” terangnya.

Kekhawatiran terhadap supermoon juga melanda warga dunia. Sekitar satu dekade terakhir, dalam kepercayaan tertentu, fenomena memerahnya bulan sering diyakini sebagai akhir zaman atau pertanda akan terjadinya peristiwa besar. Istilah blood moon sendiri berasal dari zaman dulu dan populer sampai sekarang.

Beberapa astronom ada yang tidak sepakat dengan istilah itu karena berbau mistis. Selain blood moon, istilah supermoon juga bukan berasal dari para ahli.

Astrolog Richard Nollelle mengatakan supermoon akan berdampak terhadap cuaca. Namun, banyak ahli yang menepis teori itu. Sebenarnya, supermoon tidaklah super,” kata ilmuwan emeritus Pusat Penerbangan Ruang Angkasa Goddard NASA, Fred Espenak.

Beberapa orang juga meyakini Super Blue Blood Moon akan menyebabkan gempa bumi besar. Hasil studi Susan Hough dari Lembaga Survei Geologi AS menunjukkan fase bulan dan gempa bumi besar tidak berkaitan satu sama lain.

Hough mengamati 204 gempa dengan kekuatan 8 skala Richter ke atas dalam 400 tahun terakhir. Pada 2016, ilmuwan dari Jepang mengkaji tiga database seismik yang berbeda.

Dia menemukan gempa bumi, besar kemungkinan terjadi saat bulan purnama atau baru. Namun, Hough menyebut teori itu tidak dapat dipegang secara penuh. Gempa bumi besar pada umumnya terjadi akibat pergerakan tektonik di lempengan bumi. (Muh Shamil/Neneng/Ant)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2889 seconds (0.1#10.140)