S-NET 125 Tepat untuk Negara Rawan Gempa dan Tsunami
A
A
A
TOKYO - Bencana tsunami Selat Sunda yang melanda Banten dan Lampung dan memakan korban ratusan korban jiwa, mendapat sorotan tajam dari beberapa pihak. Pasalnya bencana Sabtu malam itu hanya berselang dari bencana Tsunami Palu September.
Segudang tanya kini menghampri penduduk Indonesia, pertanyaan apakah Indonesia tidak siap menyikapi serius bencana yang selalu datang dan apakah Indonesia tidak punya alat canggih untuk mendeteksi bencana.
Namun jika kita kaitkan dengan Jepang negara yang sama-sama pernah dilanda bencana Tsunami besar pada tahun 2011 lalu dan negaranya sama-sama terletang di kawasan cincin api, Jepang dapat dipastikan lebih siap menghadapi bencana, selain informasi soal menghadapi bencana yang memadai di Jepang.
Jepang punya alat deteksi Bencana yang canggih dan terawat, Sebuah alat yang bernama S-NET 125 adalah sebuah alat peringatan tsunami Jepang bisa menyelamatkan ribuan nyawa.
Yuichiro Tanioka dari Universitas Hokkaido mengatakan Sistem tsunami milik Jepang didasarkan pada jaringan seismik yang terhubung dengan kabel dan sensor tekanan yang ditempatkan di dasar laut di sepanjang patahan gempa, akan membunyikan alarm dalam 7 menit atau kurang. Setelah gempa, setidaknya 30 menit alarm dibunyikan sebelum gempa.
"Itu akan memberikan tambahan waktu 23 menit," kata Yuichiro Tanioka seperti dilansir dari New Scientist.
Peringatan pertama akan memberi penduduk di sepanjang pantai Sanriku Jepang timur laut untuk memberi waktu yang panjang untuk mencapai gedung-gedung tinggi dan tempat perlindungan lainnya sebelum tsunami melanda.
Sistem S-NET 125 yang sudah beroperasi di lepas pantai tenggara Jepang, memantau palung Nankai yang rawan gempa sejajar dengan garis pantai. Institut Nasional Pencegahan Bencana Jepang kini memasang jaringan 125 sensor yang berjarak 30 kilometer di parit Jepang yang memunculkan gempa Tohoku, sehingga Tanioka menggunakan data dari sistem Nankai untuk memprediksi sebelum air menghajar daratan.
Teknologi ini menggabungkan pembacaan tekanan dan seismik dari sensor dengan data yang ada tentang bentuk gelombang tsunami, deformasi dasar laut yang disebabkan oleh gempa yang terdeteksi oleh satelit, dan data dari gempa besar sebelumnya.
Tanioka merancang sebuah algoritma untuk secara instan mengetahui kemungkinan ukuran tsunami, yang mana bagian dari garis pantai akan diterjang gelombang tinggi secara cepat.
Pertama, algoritme tersebut dengan sangat akurat memprediksi pola banjir yang terlihat setelah tsunami yang dilacak oleh sistem Nankai.
Kemudian, dengan menggunakan input dari "uji coba" itu, ia mensimulasikan bagaimana sistem S-NET 125-sensor baru yang dipasang pada parit Jepang akan bereaksi terhadap gempa Tohoku.
Dia menemukan bahwa itu secara akurat memprediksi, lagi dalam beberapa menit, skala dan lokasi banjir yang sebenarnya.
“Waktu untuk memprediksi genangan tsunami adalah sekitar 2 hingga 4 menit setelah tsunami dihasilkan,” katanya
Untuk mengeluarkan peringatan yang cepat dan akurat, “kami tidak memerlukan informasi tentang gempa bumi”, katanya.
Sebagai gantinya, sistem sensor akan mensimulasikan kemungkinan gelombang berdasarkan data seismik dan tekanan yang masuk, dan mengaktifkan alarm secara otomatis jika tsunami akan segera terjadi.
Tanioka mengatakan bahwa keakuratan sistem masih perlu ditingkatkan lebih lanjut, tetapi yakin itu akan memberikan cara yang lebih cepat untuk menaikkan alarm di mana pun ia dipasang.
"Itu bisa menyelamatkan ribuan nyawa di masa depan," tandasnya.
Segudang tanya kini menghampri penduduk Indonesia, pertanyaan apakah Indonesia tidak siap menyikapi serius bencana yang selalu datang dan apakah Indonesia tidak punya alat canggih untuk mendeteksi bencana.
Namun jika kita kaitkan dengan Jepang negara yang sama-sama pernah dilanda bencana Tsunami besar pada tahun 2011 lalu dan negaranya sama-sama terletang di kawasan cincin api, Jepang dapat dipastikan lebih siap menghadapi bencana, selain informasi soal menghadapi bencana yang memadai di Jepang.
Jepang punya alat deteksi Bencana yang canggih dan terawat, Sebuah alat yang bernama S-NET 125 adalah sebuah alat peringatan tsunami Jepang bisa menyelamatkan ribuan nyawa.
Yuichiro Tanioka dari Universitas Hokkaido mengatakan Sistem tsunami milik Jepang didasarkan pada jaringan seismik yang terhubung dengan kabel dan sensor tekanan yang ditempatkan di dasar laut di sepanjang patahan gempa, akan membunyikan alarm dalam 7 menit atau kurang. Setelah gempa, setidaknya 30 menit alarm dibunyikan sebelum gempa.
"Itu akan memberikan tambahan waktu 23 menit," kata Yuichiro Tanioka seperti dilansir dari New Scientist.
Peringatan pertama akan memberi penduduk di sepanjang pantai Sanriku Jepang timur laut untuk memberi waktu yang panjang untuk mencapai gedung-gedung tinggi dan tempat perlindungan lainnya sebelum tsunami melanda.
Sistem S-NET 125 yang sudah beroperasi di lepas pantai tenggara Jepang, memantau palung Nankai yang rawan gempa sejajar dengan garis pantai. Institut Nasional Pencegahan Bencana Jepang kini memasang jaringan 125 sensor yang berjarak 30 kilometer di parit Jepang yang memunculkan gempa Tohoku, sehingga Tanioka menggunakan data dari sistem Nankai untuk memprediksi sebelum air menghajar daratan.
Teknologi ini menggabungkan pembacaan tekanan dan seismik dari sensor dengan data yang ada tentang bentuk gelombang tsunami, deformasi dasar laut yang disebabkan oleh gempa yang terdeteksi oleh satelit, dan data dari gempa besar sebelumnya.
Tanioka merancang sebuah algoritma untuk secara instan mengetahui kemungkinan ukuran tsunami, yang mana bagian dari garis pantai akan diterjang gelombang tinggi secara cepat.
Pertama, algoritme tersebut dengan sangat akurat memprediksi pola banjir yang terlihat setelah tsunami yang dilacak oleh sistem Nankai.
Kemudian, dengan menggunakan input dari "uji coba" itu, ia mensimulasikan bagaimana sistem S-NET 125-sensor baru yang dipasang pada parit Jepang akan bereaksi terhadap gempa Tohoku.
Dia menemukan bahwa itu secara akurat memprediksi, lagi dalam beberapa menit, skala dan lokasi banjir yang sebenarnya.
“Waktu untuk memprediksi genangan tsunami adalah sekitar 2 hingga 4 menit setelah tsunami dihasilkan,” katanya
Untuk mengeluarkan peringatan yang cepat dan akurat, “kami tidak memerlukan informasi tentang gempa bumi”, katanya.
Sebagai gantinya, sistem sensor akan mensimulasikan kemungkinan gelombang berdasarkan data seismik dan tekanan yang masuk, dan mengaktifkan alarm secara otomatis jika tsunami akan segera terjadi.
Tanioka mengatakan bahwa keakuratan sistem masih perlu ditingkatkan lebih lanjut, tetapi yakin itu akan memberikan cara yang lebih cepat untuk menaikkan alarm di mana pun ia dipasang.
"Itu bisa menyelamatkan ribuan nyawa di masa depan," tandasnya.
(wbs)