Era Revolusi Industri 4.0, Teknologi Robot Tekan Kebutuhan SDM
A
A
A
JAKARTA - Beragam inovasi hadir di era revolusi industri 4.0 saat ini. Teknologi artificial intelligence (AI) dan internet of thing (IoT) pun kini sudah menjadi kebutuhan yang tidak bisa dihindarkan.
AI dinilai akan melampaui batas manusia di bidang kecerdasan perseptual seperti speech to text, pemrosesan bahasa alami, dan pemahaman video. Adapun IoT menjadi sebuah proses transformasi digital.
Pada 2020 ini teknologi 5G, perkembangan pesat perangkat IoT, edge computing dan cloud akan mempercepat perpaduan antara sistem informasi, sistem komunikasi, dan sistem kontrol di sektor industri. Melalui IoT, perusahaan manufaktur dapat merasakan teknologi mesin yang otomatis, logistik di pabrik, dan penjadwalan produksi. Hal ini sebagai cara untuk merealisasi model bisnis C2B manufaktur (consumer to business smart manufacturing).
Model revolusi industri 4.0 lainnya yang akan menjadi tren adalah penggunaan robot. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir ini bermunculan robot humanoid (robot menyerupai manusia) di berbagai negara. Di antaranya robot Shopia (Hong Kong), robot Jiajia (China), robot Erica (Jepang), robot Actroid (Jepang), robot Asuna (Jepang). Mereka dibuat untuk membantu mempermudah pekerjaan manusia di dunia pelayanan.
Hal sama juga diterapkan di Indonesia. Berbagai teknologi robot turut dikembangkan dan diperbantukan dalam sejumlah pelayanan. (Baca: Peritel Jepang Ganti Tenaga Manusia dengan Robot)
Presiden Direktur Pusat Robot Indonesia (PURI) Jully Tjindrawan mengatakan pihaknya telah membawa berbagai jenis robot untuk membantu memudahkan bisnis layanan jasa. Misalnya robot-robot untuk layanan jasa di restoran, kantor-kantor, rumah sakit, dan merawat orang jompo.
“Contohnya, Amy, robot kantor dan pengiriman. Dia dapat membawa barang hingga berat 10 kg di nampannya. Dia dilengkapi SLAM tech yang membuat navigasi menjadi mudah,” ujarnya.
Robot Amy tersebut cocok untuk memenuhi berbagai pelayanan di kantor maupun restoran. Sebab dia adalah robotyang akan atraktif saat berada di antara kerumunan.
Untuk industri manufaktur, penggunaan robot juga sudah tidak asing. Dikutip dari website Kampus Bina Nusantara, salah satu jenis robot yang cocok untuk manufaktur adalah robot artikulasi. Robot tersebut menyerupai lengan manusia dalam konfigurasi mekanisnya. Keunggulan jenis robot ini adalah memiliki kecepatan tinggi serta jangkauan kerja luas dengan penempatan ruang yang sedikit. Sementara kekurangannya membutuhkan pengontrol robot khusus, pemrograman yang rumit, dan kinematika rumit.
Robot serta berbagai teknologi digital lainnya yang mengiringi revolusi industri 4.0 ini sudah dipastikan berdampak pada tenaga kerja di Indonesia. Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia, Mirah Sumirat, menyebut di seluruh sektor industri sekarang telah terjadi banyak pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
Data yang dimiliki Aspek, sejak 2015 dari berbagai sektor puluhan ribu pekerja mengalami PHK. Aspek yang merupakan federasi nasional menaungi 80 anggota serikat pekerja dari seluruh sektor industri di 12 provinsi.
Untuk sektor ritel, dari salah satu supermarket ternama jumlah anggota Aspek dari 15.000 orang tersisa 2.000 orang yang masih bekerja di supermarket tersebut. “Pengurangan tenaga kerja di ritel itu lebih disebabkan pola konsumsi yang berubah. Namun di sisi lain juga dampak dari banyaknya toko online,” jelasnya.
Mirah mengungkapkan, anggota Aspek dari sektor logistik juga tengah resah karena kedatangan mesin baru. Mesin pengangkatan barang-barang yang hanya perlu mencocokkan barcode pada mesin. Nanti mesin tersebut yang memindahkan barang. PHK karyawan di bidang telekomunikasi juga sudah banyak, bahkan mereka mendapat dua ancaman. Pertama ,karena teknologi, dan kedua adalah banyak pekerja asing yang berdatangan ke Indonesia, terutama dari China.
Adapun di bidang automotif, Mirah mengungkapkan bahwa salah satu perusahaan automotif besar baru saja membeli alat baru yang dapat melaksanakan pekerjaan yang biasanya dilakukan 30 tenaga manusia. Dengan alat itu perusahaan hanya membutuhkan 2 tenaga pekerja.
Contoh lain, puluhan ribu pekerja di jalan tol harus mengalami PHK massal seiring pemerintah mewajibkan penggunaan uang elektronik. Bahkan pada 2020 nanti akan ada gardu otomatis, jadi ada alat yang dipasangkan ke mobil sehingga saldo akan otomatis berkurang saat melintasi gardu tol tersebut.
Puluhan ribu pekerja yang mengalami PHK itu hanya mendapat pesangon Rp100 juta-200 juta tanpa ada perhatian lainnya. “Janji pemerintah mentransfer teknologi atau mempekerjakan mereka melalui Jasa Marga itu tidak ada,” ungkap Mirah.
Teknologi memang tidak dapat dihindari karena membawa banyak manfaat. Namun menurut Mirah, sebagai negara dengan sumber daya manusia yang besar, seharusnya pemerintah juga melihat kesejahteraan pekerja yang terdampak.
Dalam permasalahan jalan tol misalnya, Mirah menyebut negara dengan berpenduduk banyak seperti China ternyata memiliki strategi sendiri dalam penggunaan teknologi di gerbang tol. Mereka tidak 100% menggunakan mesin karena masih ada gerbang tol yang dijaga manusia. (Baca juga: Negara-Negara Bagian di AS Ini, Sudah Tidak Pakai Tenaga Manusia)
“Masyarakat pengguna jalan tol diberi pilihan, nontunai atau tunai, sehingga tidak terjadi PHK massal. Begitu juga dengan Korea Selatan, Thailand, dan Amerika Serikat, masih ada gardu pembayaran tunai,” jelasnya.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Bidang Perindustrian, Johnny Darmawan, juga menyadari bahwa pelaku usaha tidak dapat menghindari industri 4.0. Namun dia meminta perkembangan industri itu tetap harus dilihat kelebihan dan kekurangannya. Menurutnya, perusahaan harus tetap memikirkan program padat karya karena 60% pekerja di Indonesia lulusan SD dan SMP atau sekitar 76 juta masyarakat Indonesia.
“Pemerintah dan pihak swasta jangan hanya memikirkan keuntungan jika tidak menggunakan tenaga manusia. Jangan hanya berpikiran jika mempekerjakan manusia akan lebih repot. Mereka harus turut bersama-sama negara menyejahterakan masyarakat,” jelasnya.
Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay menilai pemerintah harus cepat tanggap dalam perubahan yang akan terjadi. Sebab perubahan ini bukan yang pertama dalam sejarah perindustrian. Revolusi industri terjadi di mana pekerjaan yang dilakukan manusia digantikan mesin. “Ini harus cepat ditanggapi. Dulu hal itu menyebabkan daya saing antar negara semakin tinggi dan menimbulkan hegemoni kolonialisme. Itu jangan sampai terjadi di Indonesia,” ungkapnya.
Adapun untuk yang sudah di-PHK, Saleh meminta pemerintah segera menciptakan lapangan kerja baru melalui para investor yang datang ke Indonesia. Program pemerintah untuk meningkatkan kemampuan para pekerja juga harus segera dilakukan.
“Pendataan harus akurat sehingga benar-benar mereka mendapat vokasi yang sesuai. Itu harus segera diantisipasi setelah diputus kerjanya, sebab bagaimanapun juga hidup harus terus berjalan,” ujarnya.
Plt Dirjen Pembinaan Penempatan dan Perluasan Kerja, Kemenaker, Aris Wahyudi mengatakan bahwa pemerintah bertanggungjawab kepada angkatan kerja yang menjadi korban PHK. Salah satunya dengan pemasifan pelatihan vokasi dan mendorong pengembangan soft skill secara inklusif dalam penyelenggaraan diklat untuk angkatan dan calon angkatan kerja.
“Dalam masifikasi (pemasifan) pelatihan vokasi dikenal program tripple skilling, yaitu skilling untuk fresh graduate, upskilling untuk pekerja yang akan meningkatkan kompetensi atau upgrading, dan reskilling untuk korban PHK yang akan alih profesi,” papar Aris.
“Dalam masifikasi (pemasifan) pelatihan vokasi dikenal program tripple skilling, yaitu skilling untuk fresh graduate, upskilling untuk pekerja yang akan meningkatkan kompetensi atau upgrading, dan reskilling untuk korban PHK yang akan alih profesi,” papar Aris.
Pelatihan vokasi tersebut termasuk dalam program Kartu Prakerja. Tiga pihak itu yang akan dapat memperoleh manfaat program dari Kartu Prakerja dan diberikan kepada WNI berusia 18 tahun, yang tidak sedang sekolah. Program tersebut juga dikhususkan kepada pekerja karena dampak otomatisasi yang kini masih diselesaikan payung hukumnya. Yang jelas dari payung hukum itu akan diserahkan pengelolaannya kepada project management office (PMO). (Ananda Nararya)
AI dinilai akan melampaui batas manusia di bidang kecerdasan perseptual seperti speech to text, pemrosesan bahasa alami, dan pemahaman video. Adapun IoT menjadi sebuah proses transformasi digital.
Pada 2020 ini teknologi 5G, perkembangan pesat perangkat IoT, edge computing dan cloud akan mempercepat perpaduan antara sistem informasi, sistem komunikasi, dan sistem kontrol di sektor industri. Melalui IoT, perusahaan manufaktur dapat merasakan teknologi mesin yang otomatis, logistik di pabrik, dan penjadwalan produksi. Hal ini sebagai cara untuk merealisasi model bisnis C2B manufaktur (consumer to business smart manufacturing).
Model revolusi industri 4.0 lainnya yang akan menjadi tren adalah penggunaan robot. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir ini bermunculan robot humanoid (robot menyerupai manusia) di berbagai negara. Di antaranya robot Shopia (Hong Kong), robot Jiajia (China), robot Erica (Jepang), robot Actroid (Jepang), robot Asuna (Jepang). Mereka dibuat untuk membantu mempermudah pekerjaan manusia di dunia pelayanan.
Hal sama juga diterapkan di Indonesia. Berbagai teknologi robot turut dikembangkan dan diperbantukan dalam sejumlah pelayanan. (Baca: Peritel Jepang Ganti Tenaga Manusia dengan Robot)
Presiden Direktur Pusat Robot Indonesia (PURI) Jully Tjindrawan mengatakan pihaknya telah membawa berbagai jenis robot untuk membantu memudahkan bisnis layanan jasa. Misalnya robot-robot untuk layanan jasa di restoran, kantor-kantor, rumah sakit, dan merawat orang jompo.
“Contohnya, Amy, robot kantor dan pengiriman. Dia dapat membawa barang hingga berat 10 kg di nampannya. Dia dilengkapi SLAM tech yang membuat navigasi menjadi mudah,” ujarnya.
Robot Amy tersebut cocok untuk memenuhi berbagai pelayanan di kantor maupun restoran. Sebab dia adalah robotyang akan atraktif saat berada di antara kerumunan.
Untuk industri manufaktur, penggunaan robot juga sudah tidak asing. Dikutip dari website Kampus Bina Nusantara, salah satu jenis robot yang cocok untuk manufaktur adalah robot artikulasi. Robot tersebut menyerupai lengan manusia dalam konfigurasi mekanisnya. Keunggulan jenis robot ini adalah memiliki kecepatan tinggi serta jangkauan kerja luas dengan penempatan ruang yang sedikit. Sementara kekurangannya membutuhkan pengontrol robot khusus, pemrograman yang rumit, dan kinematika rumit.
Robot serta berbagai teknologi digital lainnya yang mengiringi revolusi industri 4.0 ini sudah dipastikan berdampak pada tenaga kerja di Indonesia. Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia, Mirah Sumirat, menyebut di seluruh sektor industri sekarang telah terjadi banyak pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
Data yang dimiliki Aspek, sejak 2015 dari berbagai sektor puluhan ribu pekerja mengalami PHK. Aspek yang merupakan federasi nasional menaungi 80 anggota serikat pekerja dari seluruh sektor industri di 12 provinsi.
Untuk sektor ritel, dari salah satu supermarket ternama jumlah anggota Aspek dari 15.000 orang tersisa 2.000 orang yang masih bekerja di supermarket tersebut. “Pengurangan tenaga kerja di ritel itu lebih disebabkan pola konsumsi yang berubah. Namun di sisi lain juga dampak dari banyaknya toko online,” jelasnya.
Mirah mengungkapkan, anggota Aspek dari sektor logistik juga tengah resah karena kedatangan mesin baru. Mesin pengangkatan barang-barang yang hanya perlu mencocokkan barcode pada mesin. Nanti mesin tersebut yang memindahkan barang. PHK karyawan di bidang telekomunikasi juga sudah banyak, bahkan mereka mendapat dua ancaman. Pertama ,karena teknologi, dan kedua adalah banyak pekerja asing yang berdatangan ke Indonesia, terutama dari China.
Adapun di bidang automotif, Mirah mengungkapkan bahwa salah satu perusahaan automotif besar baru saja membeli alat baru yang dapat melaksanakan pekerjaan yang biasanya dilakukan 30 tenaga manusia. Dengan alat itu perusahaan hanya membutuhkan 2 tenaga pekerja.
Contoh lain, puluhan ribu pekerja di jalan tol harus mengalami PHK massal seiring pemerintah mewajibkan penggunaan uang elektronik. Bahkan pada 2020 nanti akan ada gardu otomatis, jadi ada alat yang dipasangkan ke mobil sehingga saldo akan otomatis berkurang saat melintasi gardu tol tersebut.
Puluhan ribu pekerja yang mengalami PHK itu hanya mendapat pesangon Rp100 juta-200 juta tanpa ada perhatian lainnya. “Janji pemerintah mentransfer teknologi atau mempekerjakan mereka melalui Jasa Marga itu tidak ada,” ungkap Mirah.
Teknologi memang tidak dapat dihindari karena membawa banyak manfaat. Namun menurut Mirah, sebagai negara dengan sumber daya manusia yang besar, seharusnya pemerintah juga melihat kesejahteraan pekerja yang terdampak.
Dalam permasalahan jalan tol misalnya, Mirah menyebut negara dengan berpenduduk banyak seperti China ternyata memiliki strategi sendiri dalam penggunaan teknologi di gerbang tol. Mereka tidak 100% menggunakan mesin karena masih ada gerbang tol yang dijaga manusia. (Baca juga: Negara-Negara Bagian di AS Ini, Sudah Tidak Pakai Tenaga Manusia)
“Masyarakat pengguna jalan tol diberi pilihan, nontunai atau tunai, sehingga tidak terjadi PHK massal. Begitu juga dengan Korea Selatan, Thailand, dan Amerika Serikat, masih ada gardu pembayaran tunai,” jelasnya.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Bidang Perindustrian, Johnny Darmawan, juga menyadari bahwa pelaku usaha tidak dapat menghindari industri 4.0. Namun dia meminta perkembangan industri itu tetap harus dilihat kelebihan dan kekurangannya. Menurutnya, perusahaan harus tetap memikirkan program padat karya karena 60% pekerja di Indonesia lulusan SD dan SMP atau sekitar 76 juta masyarakat Indonesia.
“Pemerintah dan pihak swasta jangan hanya memikirkan keuntungan jika tidak menggunakan tenaga manusia. Jangan hanya berpikiran jika mempekerjakan manusia akan lebih repot. Mereka harus turut bersama-sama negara menyejahterakan masyarakat,” jelasnya.
Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay menilai pemerintah harus cepat tanggap dalam perubahan yang akan terjadi. Sebab perubahan ini bukan yang pertama dalam sejarah perindustrian. Revolusi industri terjadi di mana pekerjaan yang dilakukan manusia digantikan mesin. “Ini harus cepat ditanggapi. Dulu hal itu menyebabkan daya saing antar negara semakin tinggi dan menimbulkan hegemoni kolonialisme. Itu jangan sampai terjadi di Indonesia,” ungkapnya.
Adapun untuk yang sudah di-PHK, Saleh meminta pemerintah segera menciptakan lapangan kerja baru melalui para investor yang datang ke Indonesia. Program pemerintah untuk meningkatkan kemampuan para pekerja juga harus segera dilakukan.
“Pendataan harus akurat sehingga benar-benar mereka mendapat vokasi yang sesuai. Itu harus segera diantisipasi setelah diputus kerjanya, sebab bagaimanapun juga hidup harus terus berjalan,” ujarnya.
Plt Dirjen Pembinaan Penempatan dan Perluasan Kerja, Kemenaker, Aris Wahyudi mengatakan bahwa pemerintah bertanggungjawab kepada angkatan kerja yang menjadi korban PHK. Salah satunya dengan pemasifan pelatihan vokasi dan mendorong pengembangan soft skill secara inklusif dalam penyelenggaraan diklat untuk angkatan dan calon angkatan kerja.
“Dalam masifikasi (pemasifan) pelatihan vokasi dikenal program tripple skilling, yaitu skilling untuk fresh graduate, upskilling untuk pekerja yang akan meningkatkan kompetensi atau upgrading, dan reskilling untuk korban PHK yang akan alih profesi,” papar Aris.
“Dalam masifikasi (pemasifan) pelatihan vokasi dikenal program tripple skilling, yaitu skilling untuk fresh graduate, upskilling untuk pekerja yang akan meningkatkan kompetensi atau upgrading, dan reskilling untuk korban PHK yang akan alih profesi,” papar Aris.
Pelatihan vokasi tersebut termasuk dalam program Kartu Prakerja. Tiga pihak itu yang akan dapat memperoleh manfaat program dari Kartu Prakerja dan diberikan kepada WNI berusia 18 tahun, yang tidak sedang sekolah. Program tersebut juga dikhususkan kepada pekerja karena dampak otomatisasi yang kini masih diselesaikan payung hukumnya. Yang jelas dari payung hukum itu akan diserahkan pengelolaannya kepada project management office (PMO). (Ananda Nararya)
(ysw)