Misteri Air Terjun Darah di Antartika Terungkap, Bukan Berasal dari Mineral
Selasa, 27 Juni 2023 - 17:54 WIB
WASHINGTON - Misteri air terjun berwarna merah darah yang mengalir dari Gletser Taylor di lanskap es Antartika mulai terungkap. Sebuah tim ilmuwan mengklaim telah memecahkan misteri lama di balik air merah dari Air Terjun Darah Antartika (Antarctica’s Blood Falls).
Pemandangan aneh dan tampak mengerikan itu pertama kali ditemukan pada tahun 1911 oleh ahli geologi Thomas Griffith Taylor. Dia mengatakan warna merah itu disebabkan oleh ganggang merah.
Baru setengah abad kemudian warna merah tua diidentifikasi akibat garam besi. Hal paling menarik, air yang mengalir awalnya jernih tetapi berubah menjadi merah setelah muncul dari es. Ini akibat besi yang teroksidasi saat terpapar udara.
Penelitian terbaru mengungkap fakta bahwa besi yang muncul dalam bentuk yang tidak terduga. Ternyata secara teknis zar besi ini bukan mineral, melainkan berbentuk nanosfer yang ukurannya 100 kali lebih kecil dari sel darah merah manusia.
“Segera setelah saya melihat gambar mikroskop, saya perhatikan bahwa ada nanosfer kecil ini dan kaya akan zat besi. Mereka memiliki banyak elemen berbeda di dalamnya selain besi, ada silikon, kalsium, aluminium, natrium, dan semuanya bervariasi,” kata Ken Livi peneliti dari Departemen Ilmu dan Teknik Material, Universitas Johns Hopkins, Amerika Serikat dikutip dari laman NewAtlas, Selasa (27/6/2023).
Temuan ini memiliki implikasi di luar Antartika dan bahkan di luar Bumi. Beberapa tahun yang lalu, para ilmuwan berhasil melacak air kembali ke sumbernya berupa danau subglasial yang sangat asin.
Danau yang berada di bawah lapisan tanah bertekanan tinggi, tanpa cahaya atau oksigen, dan ekosistem mikroba yang tetap terisolasi selama jutaan tahun. Ini menunjukkan ada kehidupan dalam kondisi yang tidak ramah di bawah lapisan tanah.
“Untuk benar-benar memahami sifat permukaan planet berbatu, diperlukan mikroskop elektron transmisi,” tambah Livi.
Pemandangan aneh dan tampak mengerikan itu pertama kali ditemukan pada tahun 1911 oleh ahli geologi Thomas Griffith Taylor. Dia mengatakan warna merah itu disebabkan oleh ganggang merah.
Baru setengah abad kemudian warna merah tua diidentifikasi akibat garam besi. Hal paling menarik, air yang mengalir awalnya jernih tetapi berubah menjadi merah setelah muncul dari es. Ini akibat besi yang teroksidasi saat terpapar udara.
Penelitian terbaru mengungkap fakta bahwa besi yang muncul dalam bentuk yang tidak terduga. Ternyata secara teknis zar besi ini bukan mineral, melainkan berbentuk nanosfer yang ukurannya 100 kali lebih kecil dari sel darah merah manusia.
“Segera setelah saya melihat gambar mikroskop, saya perhatikan bahwa ada nanosfer kecil ini dan kaya akan zat besi. Mereka memiliki banyak elemen berbeda di dalamnya selain besi, ada silikon, kalsium, aluminium, natrium, dan semuanya bervariasi,” kata Ken Livi peneliti dari Departemen Ilmu dan Teknik Material, Universitas Johns Hopkins, Amerika Serikat dikutip dari laman NewAtlas, Selasa (27/6/2023).
Temuan ini memiliki implikasi di luar Antartika dan bahkan di luar Bumi. Beberapa tahun yang lalu, para ilmuwan berhasil melacak air kembali ke sumbernya berupa danau subglasial yang sangat asin.
Danau yang berada di bawah lapisan tanah bertekanan tinggi, tanpa cahaya atau oksigen, dan ekosistem mikroba yang tetap terisolasi selama jutaan tahun. Ini menunjukkan ada kehidupan dalam kondisi yang tidak ramah di bawah lapisan tanah.
“Untuk benar-benar memahami sifat permukaan planet berbatu, diperlukan mikroskop elektron transmisi,” tambah Livi.
(wib)
tulis komentar anda