Sangmong Harimau Bali yang Mempunyai Tempat Khusus di Pulau Dewata
Senin, 01 April 2024 - 10:06 WIB
Dan tidak hanya dilakukan oleh penduduk setempat, dimana Bali sebagai pulau yang tidak begitu luas, maka perkembangan hidup manusia Bali yang tumbuh dan memerlukan banyak ruang tentu mengantar banyak spesies binatang asli Bali menuju kepunahan bahkan benar-benar hilang dari peradaban.
Namun kolonialisme era kolonial Belanda kala itu juga mendorong banyaknya perubahan secara massive dalam ekologi Bali, dimana jalan-jalan untuk kendaraan mulai dibangun, lapangan terbang hingga area perkebunan dan juga yang paling jahat adalah berdatangannya para pemuja hobi berburu yang menjadikan hewan-hewan eksotis sebuah wilayah jajahan sebagai binatang buruan untuk pemenuhan hobi. Tak hanya di Sumatra dan Jawa namun juga terjadi di Bali.
Tentu perburuan secara massive baik oleh kepentingan orang Bali yang memerlukan ruang lebih luas hingga mendesak Sang Mong dalam kepunahan, lalu ditambah kolonialisme Belanda dengan segala dampak negatifnya selain perang saudara. Yaitu budaya baru berburu dengan senapan, telah ikut merusak habitat Sang Mong serta membuatnya punah.
Selain diambil untuk dipelhara dan digunakan dalam atraksi-atraksi binatang eksotis yang menjadi trend kala itu di Eropa dengan pertunjukan sirkus, maka kulit hingga kuku dna tulang belulangnya pun diambil dan dijadikan komoditi.
Sangat sedikit catatan pertemuan yang dapat diandalkan dan bahkan lebih sedikit dokumentasi visual yang tersisa. Salah satu catatan terlengkap ditinggalkan oleh baron Hungaria Oszkár Vojnich, yang menjebak, memburu, dan memotret harimau Bali.
Pada 3 November 1911, ia menembak mati seekor spesimen dewasa di wilayah barat laut, antara Gunung Gondol dan Sungai Banyupoh, yang mendokumentasikannya dalam bukunya In The East Indian Archipelago. (Wikipedia) ( Dari catatan Facebook Adimelali/Dee Gorra 13 September 2014)
Namun kolonialisme era kolonial Belanda kala itu juga mendorong banyaknya perubahan secara massive dalam ekologi Bali, dimana jalan-jalan untuk kendaraan mulai dibangun, lapangan terbang hingga area perkebunan dan juga yang paling jahat adalah berdatangannya para pemuja hobi berburu yang menjadikan hewan-hewan eksotis sebuah wilayah jajahan sebagai binatang buruan untuk pemenuhan hobi. Tak hanya di Sumatra dan Jawa namun juga terjadi di Bali.
Tentu perburuan secara massive baik oleh kepentingan orang Bali yang memerlukan ruang lebih luas hingga mendesak Sang Mong dalam kepunahan, lalu ditambah kolonialisme Belanda dengan segala dampak negatifnya selain perang saudara. Yaitu budaya baru berburu dengan senapan, telah ikut merusak habitat Sang Mong serta membuatnya punah.
Selain diambil untuk dipelhara dan digunakan dalam atraksi-atraksi binatang eksotis yang menjadi trend kala itu di Eropa dengan pertunjukan sirkus, maka kulit hingga kuku dna tulang belulangnya pun diambil dan dijadikan komoditi.
Sangat sedikit catatan pertemuan yang dapat diandalkan dan bahkan lebih sedikit dokumentasi visual yang tersisa. Salah satu catatan terlengkap ditinggalkan oleh baron Hungaria Oszkár Vojnich, yang menjebak, memburu, dan memotret harimau Bali.
Pada 3 November 1911, ia menembak mati seekor spesimen dewasa di wilayah barat laut, antara Gunung Gondol dan Sungai Banyupoh, yang mendokumentasikannya dalam bukunya In The East Indian Archipelago. (Wikipedia) ( Dari catatan Facebook Adimelali/Dee Gorra 13 September 2014)
(wbs)
Lihat Juga :
tulis komentar anda