Studi Terbaru, Hujan dan Salju Diduga Jadi Penyebab Gempa Bumi
Jum'at, 10 Mei 2024 - 14:30 WIB
JAKARTA - Penyebab gempa bumi umumnya oleh gerakan tiba-tiba di sepanjang patahan dalam Bumi. Sebuah studi baru justru menunjukkan curah hujan dan salju lebat dapat berperan dalam memicu gempa.
Wionews melansir, Jumat (10/5/2024) ilmuwan MIT dalam jurnal Science Advances yang terbit Rabu (8/5/2024) mengindikasikan adanya kaitan potensial antara salju lebat di Semenanjung Noto Jepang dan ribuan gempa yang terukur di sana sejak akhir 2020.
William Frank, penulis studi dan profesor asisten di Departemen Ilmu Bumi, Atmosfer, dan Planet MIT (EAPS), mengatakan, "Kami melihat bahwa salju dan pembebanan lingkungan lainnya di permukaan memengaruhi keadaan tegangan di bawah tanah, dan waktu kejadian curah hujan intens terkait dengan dimulainya rangkaian gempa bumi ini."
Jadi, iklim jelas berdampak terhadap respons kepadatan bumi dan bagian dari respons tersebut berupa gempa bumi. Misalnya, pada 1 Januari lalu, pantai barat Jepang dilanda gempa bumi besar berkekuatan 7,6 magnitudo dekat Semenanjung Noto di prefektur Ishikawa. Kondisi ini menjadi gempa terkuat yang melanda daerah itu lebih dari satu abad terakhir. Gempa itu menewaskan 213 orang dan meninggalkan 26.000 orang dalam perlindungan darurat.
Gambar satelit mengungkapkan bahwa gempa kuat itu bahkan menggeser garis pantainya sejauh 800 kilometer. Sejak gempa awal itu, semenanjung Noto, yang terletak sekitar 190 mil di sebelah barat laut Tokyo di Laut Jepang, mengalami hampir 600 gempa susulan.
Ratusan gempa kecil telah mengguncang Semenanjung Noto sejak akhir 2020. Para peneliti menganalisis ribuan gempa bumi yang melanda semenanjung itu. Mereka menemukan bahwa jumlah gempa bumi di daerah tersebut meningkat secara signifikan, dengan ratusan yang tercatat setiap hari, setelah hujan salju besar pada tahun 2021.
Dalam studi terbaru, para peneliti memusatkan pada serangkaian gempa bumi di Semenanjung Noto. Temuan ini mengungkapkan bahwa aktivitas seismik di wilayah tersebut tidak terduga terkait dengan perubahan tekanan subterranean, yang dikendalikan oleh pola musiman salju dan hujan.
Para peneliti percaya bahwa hubungan baru antara gempa bumi dan iklim ini mungkin tidak terbatas hanya pada Jepang dan mereka juga berpikir pengaruh iklim terhadap gempa bumi bisa lebih besar dengan pemanasan global dan kenaikan suhu.
"Jika kita memasuki iklim yang berubah, dengan peristiwa curah hujan ekstrem lebih banyak, dan kita mengharapkan redistribusi air di atmosfer, lautan, dan benua, itu akan mengubah bagaimana kerak Bumi dimuat. Itu pasti akan memiliki dampak, dan itu adalah hubungan yang bisa kita telusuri lebih lanjut," kata Frank.
Wionews melansir, Jumat (10/5/2024) ilmuwan MIT dalam jurnal Science Advances yang terbit Rabu (8/5/2024) mengindikasikan adanya kaitan potensial antara salju lebat di Semenanjung Noto Jepang dan ribuan gempa yang terukur di sana sejak akhir 2020.
William Frank, penulis studi dan profesor asisten di Departemen Ilmu Bumi, Atmosfer, dan Planet MIT (EAPS), mengatakan, "Kami melihat bahwa salju dan pembebanan lingkungan lainnya di permukaan memengaruhi keadaan tegangan di bawah tanah, dan waktu kejadian curah hujan intens terkait dengan dimulainya rangkaian gempa bumi ini."
Jadi, iklim jelas berdampak terhadap respons kepadatan bumi dan bagian dari respons tersebut berupa gempa bumi. Misalnya, pada 1 Januari lalu, pantai barat Jepang dilanda gempa bumi besar berkekuatan 7,6 magnitudo dekat Semenanjung Noto di prefektur Ishikawa. Kondisi ini menjadi gempa terkuat yang melanda daerah itu lebih dari satu abad terakhir. Gempa itu menewaskan 213 orang dan meninggalkan 26.000 orang dalam perlindungan darurat.
Gambar satelit mengungkapkan bahwa gempa kuat itu bahkan menggeser garis pantainya sejauh 800 kilometer. Sejak gempa awal itu, semenanjung Noto, yang terletak sekitar 190 mil di sebelah barat laut Tokyo di Laut Jepang, mengalami hampir 600 gempa susulan.
Ratusan gempa kecil telah mengguncang Semenanjung Noto sejak akhir 2020. Para peneliti menganalisis ribuan gempa bumi yang melanda semenanjung itu. Mereka menemukan bahwa jumlah gempa bumi di daerah tersebut meningkat secara signifikan, dengan ratusan yang tercatat setiap hari, setelah hujan salju besar pada tahun 2021.
Dalam studi terbaru, para peneliti memusatkan pada serangkaian gempa bumi di Semenanjung Noto. Temuan ini mengungkapkan bahwa aktivitas seismik di wilayah tersebut tidak terduga terkait dengan perubahan tekanan subterranean, yang dikendalikan oleh pola musiman salju dan hujan.
Para peneliti percaya bahwa hubungan baru antara gempa bumi dan iklim ini mungkin tidak terbatas hanya pada Jepang dan mereka juga berpikir pengaruh iklim terhadap gempa bumi bisa lebih besar dengan pemanasan global dan kenaikan suhu.
"Jika kita memasuki iklim yang berubah, dengan peristiwa curah hujan ekstrem lebih banyak, dan kita mengharapkan redistribusi air di atmosfer, lautan, dan benua, itu akan mengubah bagaimana kerak Bumi dimuat. Itu pasti akan memiliki dampak, dan itu adalah hubungan yang bisa kita telusuri lebih lanjut," kata Frank.
(msf)
tulis komentar anda