Jepang Teliti Dampak Kadar CO2 dan Penyebaran COVID-19 dalam Kereta, Hasilnya Mengejutkan
Selasa, 04 Januari 2022 - 16:38 WIB
TOKYO - Untuk menekan angka kasus COVID-19, Jepang melakukan penelitian dampak kadar karbondioksida (CO2) dalam gerbong kereta dengan tingkat infeksi virus Corona. Jepang sudah menetapkan batas maksimal kadar CO2 yang aman dalam suatu ruangan untuk mencegah penularan COVID-19.
Dikutip SINDOnews dari laman asahi.com, Selasa (4/1/2022), penelitian ini dilakukan pada 21 dan 22 Oktober 2021 oleh Institut Nasional Sains dan Teknologi Industri Lanjutan (AIST), yang berbasis di Tsukuba, Prefektur Ibaraki, atas permintaan kementerian transportasi. Para peneliti menggunakan kereta delapan gerbong dari Jalur Fukutoshin Tokyo Metro Co.
Dalam penelitian kereta ekspres tidak berhenti di beberapa stasiun dan bergerak sekitar 9 menit tanpa membuka atau menutup pintu. Salah satu gerbong kereta di bagian tengah kosong dibiarkan kosong dan melepaskan CO2 ke gerbong itu melalui tabung. (Baca juga; Jepang Luncurkan Mobil yang Bisa Jalan di Aspal dan Rel Kereta )
Levelnya sama dengan jumlah CO2 yang dihembuskan jika penumpang telah mengisi mobil hingga 150 persen dari kapasitasnya. Ada 21 indikator di dalam mobil menemukan bahwa konsentrasi CO2 naik menjadi rata-rata 3.200 bagian per juta (ppm) atau 0,32 persen, ketika jendela ditutup.
Jika dua jendela terbuka sekitar 10 sentimeter, konsentrasi CO2 menjadi rata-rata 2.700 ppm atau 0,27 persen. Atau, sekitar 15 persen lebih rendah jika jendela tertutup. Begitu juga jika membuka jendela di kereta yang penuh sesak dapat mengurangi tingkat karbondioksida sekitar 15 persen.
Data dari Masyarakat Jepang untuk Kesehatan Kerja (The Japan Society for Occupational Health) kadar konsentrasi CO2 yang dapat diterima untuk mencegah berdampak negatif terhadap kesehatan pekerja adalah 5.000 ppm atau 0,5 persen, atau lebih rendah. (Baca juga; Canggih, Jepang Ciptakan Layar TV yang Bisa Dijilat dan Dirasakan )
Undang-Undang tentang Sanitasi Gedung menetapkan standar kualitas udara yang nyaman sekitar 1.000 ppm, atau 0,1 persen, atau lebih rendah. Kemudian sebagai tindakan mencegah COVID-19 di bar dan restoran, pemerintah Jepang menetapkan tingkat konsentrasi CO2 dalam ruangan tidak boleh melebihi 1.000 ppm.
Belum ada keterangan detail bagaimana penerapan peraturan tersebut dalam gerbong kereta yang biasa dipadati penumpang. Apalagi dari hasil penelitian itu tingkat CO2 dalam gerbong kereta sekitar 3.200 ppm (jendela tertutup) dan 2.700 ppm (jendela dibuka sedikit).
Padahal konsentrasi CO2 yang aman dalam ruangan untuk mencegah penyebaran COVID-19 harus lebih rendah dari 1.000 ppm. Hasil penelitian ini bisa menjadi pertimbangan juga bagi penerapan transportasi, khususnya kereta api di Indonesia.
Dikutip SINDOnews dari laman asahi.com, Selasa (4/1/2022), penelitian ini dilakukan pada 21 dan 22 Oktober 2021 oleh Institut Nasional Sains dan Teknologi Industri Lanjutan (AIST), yang berbasis di Tsukuba, Prefektur Ibaraki, atas permintaan kementerian transportasi. Para peneliti menggunakan kereta delapan gerbong dari Jalur Fukutoshin Tokyo Metro Co.
Dalam penelitian kereta ekspres tidak berhenti di beberapa stasiun dan bergerak sekitar 9 menit tanpa membuka atau menutup pintu. Salah satu gerbong kereta di bagian tengah kosong dibiarkan kosong dan melepaskan CO2 ke gerbong itu melalui tabung. (Baca juga; Jepang Luncurkan Mobil yang Bisa Jalan di Aspal dan Rel Kereta )
Levelnya sama dengan jumlah CO2 yang dihembuskan jika penumpang telah mengisi mobil hingga 150 persen dari kapasitasnya. Ada 21 indikator di dalam mobil menemukan bahwa konsentrasi CO2 naik menjadi rata-rata 3.200 bagian per juta (ppm) atau 0,32 persen, ketika jendela ditutup.
Jika dua jendela terbuka sekitar 10 sentimeter, konsentrasi CO2 menjadi rata-rata 2.700 ppm atau 0,27 persen. Atau, sekitar 15 persen lebih rendah jika jendela tertutup. Begitu juga jika membuka jendela di kereta yang penuh sesak dapat mengurangi tingkat karbondioksida sekitar 15 persen.
Data dari Masyarakat Jepang untuk Kesehatan Kerja (The Japan Society for Occupational Health) kadar konsentrasi CO2 yang dapat diterima untuk mencegah berdampak negatif terhadap kesehatan pekerja adalah 5.000 ppm atau 0,5 persen, atau lebih rendah. (Baca juga; Canggih, Jepang Ciptakan Layar TV yang Bisa Dijilat dan Dirasakan )
Undang-Undang tentang Sanitasi Gedung menetapkan standar kualitas udara yang nyaman sekitar 1.000 ppm, atau 0,1 persen, atau lebih rendah. Kemudian sebagai tindakan mencegah COVID-19 di bar dan restoran, pemerintah Jepang menetapkan tingkat konsentrasi CO2 dalam ruangan tidak boleh melebihi 1.000 ppm.
Belum ada keterangan detail bagaimana penerapan peraturan tersebut dalam gerbong kereta yang biasa dipadati penumpang. Apalagi dari hasil penelitian itu tingkat CO2 dalam gerbong kereta sekitar 3.200 ppm (jendela tertutup) dan 2.700 ppm (jendela dibuka sedikit).
Padahal konsentrasi CO2 yang aman dalam ruangan untuk mencegah penyebaran COVID-19 harus lebih rendah dari 1.000 ppm. Hasil penelitian ini bisa menjadi pertimbangan juga bagi penerapan transportasi, khususnya kereta api di Indonesia.
(wib)
tulis komentar anda