15 Menit Setelah Meninggal, Seseorang Masih Merasakan Seperti Mimpi
Selasa, 22 Februari 2022 - 18:35 WIB
LOUISVILLE - 15 menit setelah meninggal dunia, seseorang masih merasakan dirinya seperti berada di alam mimpi . Berbagai kejadian yang terekam dalam memori di otaknya selama hidup berkelebatan hadir kembali.
“Seluruh hidup saya melintas di depan mata saya” adalah ungkapan yang sering didengar, dari berbagai pengalaman, tentang orang yang mendekati waktu kematiannya. Proses ini akibat peningkatan aktivitas jenis gelombang otak yang dikenal sebagai osilasi gamma.
“Melalui pembangkitan osilasi yang terlibat dalam pengambilan memori, otak memutar peristiwa kehidupan sebelum kita mati. Kondisi ini mirip dengan yang dilaporkan dalam pengalaman orang yang mendekati kematian,” kata Dr Ajmal Zemmar, neurosurgeon dari University of Louisville, Amerika Serikat (AS) dikutip SINDOnews dari laman NewAtlas, Selasa (22/2/2022).
Hasil penelitian Dr Ajmal Zemmar yang ditulis dan dipublikasikan dalam jurnal Frontiers in Aging Neuroscience, bisa dibilang sesuatu yang kebetulan. Sebab, studi ini tidak secara khusus dirancang untuk mengukur aktivitas otak di sekitar waktu proses kematian.
Pada awalnya para peneliti memantau gelombang otak pasien epilepsi berusia 87 tahun menggunakan EEG, untuk mengamati bagaimana proses kejang terjadi. Namun, selama perawatan pasien tiba-tiba mengalami serangan jantung dan meninggal.
Kejadian ini membuat para peneliti secara tak sengaja berhasil merekam aktivitas otak selama 15 menit selama proses kematian. Para peneliti kemudian memusatkan perhatian pada 30 detik awal ketika dua sisi jantung berhenti berdetak.
Para peneliti mendeteksi ada peningkatan aktivitas dalam jenis gelombang otak yang dikenal sebagai osilasi gamma. Aktivitas ini biasa terjadi dalam proses seperti bermimpi, meditasi, dan pengambilan memori. Sehingga, memberikan gambaran sekilas tentang peristiwa yang pernah dialami seseorang, pada saat-saat terakhir mereka.
“Sesuatu yang dapat kita pelajari dari penelitian ini adalah: meskipun orang yang kita cintai menutup mata dan siap meninggalkan kita untuk beristirahat (selamanya). Otak mereka masih memutar ulang beberapa momen terbaik yang dialami dalam hidup mereka,” kata Zemmar.
Tim mengatakan bahwa pengamatan menunjukkan otak mampu melakukan aktivitas terkoordinasi, bahkan setelah darah berhenti mengalir ke otak. Ini menjadi bahan awal untuk berbagai penelitian penting, misalnya terkait donor organ tubuh.
“Temuan ini menantang pemahaman kita tentang kapan tepatnya kehidupan berakhir dan menghasilkan pertanyaan penting berikutnya, seperti yang terkait dengan waktu donasi organ,” pungkasnya.
“Seluruh hidup saya melintas di depan mata saya” adalah ungkapan yang sering didengar, dari berbagai pengalaman, tentang orang yang mendekati waktu kematiannya. Proses ini akibat peningkatan aktivitas jenis gelombang otak yang dikenal sebagai osilasi gamma.
“Melalui pembangkitan osilasi yang terlibat dalam pengambilan memori, otak memutar peristiwa kehidupan sebelum kita mati. Kondisi ini mirip dengan yang dilaporkan dalam pengalaman orang yang mendekati kematian,” kata Dr Ajmal Zemmar, neurosurgeon dari University of Louisville, Amerika Serikat (AS) dikutip SINDOnews dari laman NewAtlas, Selasa (22/2/2022).
Hasil penelitian Dr Ajmal Zemmar yang ditulis dan dipublikasikan dalam jurnal Frontiers in Aging Neuroscience, bisa dibilang sesuatu yang kebetulan. Sebab, studi ini tidak secara khusus dirancang untuk mengukur aktivitas otak di sekitar waktu proses kematian.
Pada awalnya para peneliti memantau gelombang otak pasien epilepsi berusia 87 tahun menggunakan EEG, untuk mengamati bagaimana proses kejang terjadi. Namun, selama perawatan pasien tiba-tiba mengalami serangan jantung dan meninggal.
Kejadian ini membuat para peneliti secara tak sengaja berhasil merekam aktivitas otak selama 15 menit selama proses kematian. Para peneliti kemudian memusatkan perhatian pada 30 detik awal ketika dua sisi jantung berhenti berdetak.
Para peneliti mendeteksi ada peningkatan aktivitas dalam jenis gelombang otak yang dikenal sebagai osilasi gamma. Aktivitas ini biasa terjadi dalam proses seperti bermimpi, meditasi, dan pengambilan memori. Sehingga, memberikan gambaran sekilas tentang peristiwa yang pernah dialami seseorang, pada saat-saat terakhir mereka.
“Sesuatu yang dapat kita pelajari dari penelitian ini adalah: meskipun orang yang kita cintai menutup mata dan siap meninggalkan kita untuk beristirahat (selamanya). Otak mereka masih memutar ulang beberapa momen terbaik yang dialami dalam hidup mereka,” kata Zemmar.
Tim mengatakan bahwa pengamatan menunjukkan otak mampu melakukan aktivitas terkoordinasi, bahkan setelah darah berhenti mengalir ke otak. Ini menjadi bahan awal untuk berbagai penelitian penting, misalnya terkait donor organ tubuh.
“Temuan ini menantang pemahaman kita tentang kapan tepatnya kehidupan berakhir dan menghasilkan pertanyaan penting berikutnya, seperti yang terkait dengan waktu donasi organ,” pungkasnya.
(wib)
tulis komentar anda