Mengukur Dampak Radiasi Jika Reaktor Nuklir Zaporizhzhia Ukraina Meledak
Minggu, 06 Maret 2022 - 20:13 WIB
KIEV - Perang Rusia Ukraina memasuki babak baru ketika satu persatu kota di Ukraina yang memiliki reaktor nuklir berhasil direbut Rusia. Terakhir, Rusia berhasil menguasai reaktor Zaporizhzhia yang dikhawatirkan bisa menghasilkan radioaktif hingga 10 kali lipat dari bencana nulir terburuk di Chernobyl jika meledak.
Seorang ahli nuklir di Universitas Sydney, Profesor David Fletcher mengatakan 'skenario terburuk' untuk reaktor Zaporizhzhia akan mirip dengan apa yang terjadi di Fukushima Jepang pada tahun 2011. "Bencananya tidak seperti di Chernobyl yang bisa mengakibatkan kematian langsung," katanya dilansir Daily Mail, Minggu (6/3/2022).
Kekhawatiran sebenarnya dari reaktor ini adalah ketika ada kerusakan pada sistem pendingin yang diperlukan bahkan ketika reaktor dimatikan. "Jenis kerusakan inilah yang menyebabkan kecelakaan Fukushima," ujar Fletcher yang pernah bekerja di Badan Energi Agtom Inggris ini.
Sementara Chernobyl memiliki reaktor moderator grafit, Zaporizhzhia menggunakan reaktor moderat air yang umumnya dianggap lebih aman. Dalam reaktor nuklir, moderator digunakan untuk mengurangi kecepatan putaran neutron.
Profesor Claire Corkhill, ahli nuklir di Universitas Sheffield, mengatakan, di Chernobyl moderator grafit terbakar selama 10 hari. "Asap radioaktif dari reaktor dibawa tinggi ke atmosfer, yang merupakan alasan mengapa penyebaran radiasi begitu luas, di seluruh Eropa," ujarnya.
Ini tidak bisa terjadi di Zaporizhzhia karena tidak ada grafit. Setiap pelepasan radiasi akan jauh lebih terlokalisasi. Keuntungan lainnya dari reaktor Zaporizhzhia adalah bahwa inti reaktor mengandung lebih sedikit uranium.
Ini menurunkan risiko peristiwa fisi tambahan yang terjadi dan oleh karena itu membuat reaktor lebih aman dan lebih terkendali.
Dr Mark Wenman, Ahli Nuklir di Nuclear Energy Futures, Imperial College London mengatakan, Zaporizhzia terlindungi dengan baik jika terjadi serangan langsung.
Seorang ahli nuklir di Universitas Sydney, Profesor David Fletcher mengatakan 'skenario terburuk' untuk reaktor Zaporizhzhia akan mirip dengan apa yang terjadi di Fukushima Jepang pada tahun 2011. "Bencananya tidak seperti di Chernobyl yang bisa mengakibatkan kematian langsung," katanya dilansir Daily Mail, Minggu (6/3/2022).
Kekhawatiran sebenarnya dari reaktor ini adalah ketika ada kerusakan pada sistem pendingin yang diperlukan bahkan ketika reaktor dimatikan. "Jenis kerusakan inilah yang menyebabkan kecelakaan Fukushima," ujar Fletcher yang pernah bekerja di Badan Energi Agtom Inggris ini.
Sementara Chernobyl memiliki reaktor moderator grafit, Zaporizhzhia menggunakan reaktor moderat air yang umumnya dianggap lebih aman. Dalam reaktor nuklir, moderator digunakan untuk mengurangi kecepatan putaran neutron.
Profesor Claire Corkhill, ahli nuklir di Universitas Sheffield, mengatakan, di Chernobyl moderator grafit terbakar selama 10 hari. "Asap radioaktif dari reaktor dibawa tinggi ke atmosfer, yang merupakan alasan mengapa penyebaran radiasi begitu luas, di seluruh Eropa," ujarnya.
Ini tidak bisa terjadi di Zaporizhzhia karena tidak ada grafit. Setiap pelepasan radiasi akan jauh lebih terlokalisasi. Keuntungan lainnya dari reaktor Zaporizhzhia adalah bahwa inti reaktor mengandung lebih sedikit uranium.
Ini menurunkan risiko peristiwa fisi tambahan yang terjadi dan oleh karena itu membuat reaktor lebih aman dan lebih terkendali.
Dr Mark Wenman, Ahli Nuklir di Nuclear Energy Futures, Imperial College London mengatakan, Zaporizhzia terlindungi dengan baik jika terjadi serangan langsung.
tulis komentar anda