NASA Lanjutkan Program Roket Bertenaga Nuklir, Lebih Cepat Mencapai Planet Mars
loading...
A
A
A
FLORIDA - Rencana untuk mengirimkan misi berawak ke Bulan dan Mars telah mendorong NASA untuk melanjutkan kembali program pengembangan roket bertenaga nuklir . Di antaranya membuat roket generasi berikutnya menggunakan sistem propulsi termal nuklir (nuclear thermal propulsion systems/NTP).
Teknologi ini dipelajari pada tahun 1950-an dan 60-an, tetapi disimpan pada awal tahun 70-an karena tantangan teknologi. Selain itu, tidak ada kebutuhan untuk misi yang jelas untuk sistem propulsi termal nuklir.
Kepala Insinyur Direktorat Misi Teknologi Luar Angkasa NASA, Jeff Sheehy mengatakan, waktu telah berubah. Kemajuan di bidang manufaktur, ilmu material, dan teknik, telah memungkinkan untuk merancang elemen bahan bakar dan reaktor nuklir yang lebih baik.
“Terlebih lagi, sekarang ada keinginan untuk mengirim kru ke luar angkasa. Beberapa tahun terakhir pengembangan kemampuan itu, telah memperbaharui minat pada NTP sebagai pilihan,” kata Sheehy dikutip dari laman popularmechanics, Senin (23/1/2023).
Mesin roket propulsi termal nuklir akan menggunakan reaktor nuklir kecil untuk menghasilkan panas dari bahan bakar uranium. Energi panas itu kemudian akan ditransfer ke propelan cair, mungkin hidrogen cair, yang mengembang menjadi gas.
Kemudian ditembakkan melalui nosel untuk menghasilkan daya dorong. “Jadi Anda membuat knalpot bergerak sangat cepat dari belakang,” lanjut Sheehy.
Untuk mulai mengerjakan mesin roket NTP baru, NASA memberikan kontrak senilai USD18,8 juta kepada BWXT Nuclear Energy pada Agustus 2017. BWXT akan merancang reaktor nuklir yang menggunakan low-enriched bahan bakar nuklir uranium dalam bentuk batang "Cermet" (Ceramic Metallic atau logam keramik).
NASA juga bermitra dengan Aerojet Rocketdyne untuk merancang mesin yang dapat dipadukan dengan reaktor untuk menghasilkan daya dorong. NASA akan mempelajari opsi penyimpanan kriogenik untuk membawa propelan hidrogen cair.
Terakhir, NASA dan BWXT akan bekerja untuk mengembangkan sistem penangkap knalpot yang akan digunakan untuk pengujian mesin NTP di masa mendatang. Proyek ini didesain menggunakan elemen uranium rendah yang diperkaya, bukan uranium tinggi yang diperkaya.
“Kami melihat penggunaan campuran bahan dapat dikurangi hingga di bawah 20 persen. Jadi untuk penanganan dan keamanan, diperkirakan tidak seberat uranium untuk senjata yang diperkaya tinggi. Ini adalah jenis sistem yang mungkin diterapkan pada berbagai reaktor secara universal,” tutur Sheehy.
Propulsi termal nuklir memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan sistem propulsi kimia dan listrik saat ini. Pesawat luar angkasa yang menggunakan NTP dapat memangkas waktu perjalanan ke Mars hingga 20 atau 25 persen dibandingkan dengan mesin roket kimia. Dengan propulsi termal nuklir memungkinkan mengurangi waktu transit ke Mars menjadi 45 hari.
Berdasarkan teknologi propulsi konvensional, misi berawak ke Mars bisa bertahan hingga tiga tahun. Misi ini akan diluncurkan setiap 26 bulan ketika Bumi dan Mars berada pada posisi paling dekat dan akan menghabiskan minimal enam hingga sembilan bulan dalam perjalanan.
Transit selama 45 hari (enam setengah minggu) akan mengurangi keseluruhan waktu misi menjadi berbulan-bulan, bukan bertahun-tahun. Ini akan secara signifikan mengurangi risiko utama yang terkait dengan misi ke Mars, termasuk paparan radiasi, waktu yang dihabiskan dalam gayaberat mikro, dan masalah kesehatan terkait.
Teknologi ini dipelajari pada tahun 1950-an dan 60-an, tetapi disimpan pada awal tahun 70-an karena tantangan teknologi. Selain itu, tidak ada kebutuhan untuk misi yang jelas untuk sistem propulsi termal nuklir.
Kepala Insinyur Direktorat Misi Teknologi Luar Angkasa NASA, Jeff Sheehy mengatakan, waktu telah berubah. Kemajuan di bidang manufaktur, ilmu material, dan teknik, telah memungkinkan untuk merancang elemen bahan bakar dan reaktor nuklir yang lebih baik.
“Terlebih lagi, sekarang ada keinginan untuk mengirim kru ke luar angkasa. Beberapa tahun terakhir pengembangan kemampuan itu, telah memperbaharui minat pada NTP sebagai pilihan,” kata Sheehy dikutip dari laman popularmechanics, Senin (23/1/2023).
Mesin roket propulsi termal nuklir akan menggunakan reaktor nuklir kecil untuk menghasilkan panas dari bahan bakar uranium. Energi panas itu kemudian akan ditransfer ke propelan cair, mungkin hidrogen cair, yang mengembang menjadi gas.
Kemudian ditembakkan melalui nosel untuk menghasilkan daya dorong. “Jadi Anda membuat knalpot bergerak sangat cepat dari belakang,” lanjut Sheehy.
Untuk mulai mengerjakan mesin roket NTP baru, NASA memberikan kontrak senilai USD18,8 juta kepada BWXT Nuclear Energy pada Agustus 2017. BWXT akan merancang reaktor nuklir yang menggunakan low-enriched bahan bakar nuklir uranium dalam bentuk batang "Cermet" (Ceramic Metallic atau logam keramik).
NASA juga bermitra dengan Aerojet Rocketdyne untuk merancang mesin yang dapat dipadukan dengan reaktor untuk menghasilkan daya dorong. NASA akan mempelajari opsi penyimpanan kriogenik untuk membawa propelan hidrogen cair.
Terakhir, NASA dan BWXT akan bekerja untuk mengembangkan sistem penangkap knalpot yang akan digunakan untuk pengujian mesin NTP di masa mendatang. Proyek ini didesain menggunakan elemen uranium rendah yang diperkaya, bukan uranium tinggi yang diperkaya.
“Kami melihat penggunaan campuran bahan dapat dikurangi hingga di bawah 20 persen. Jadi untuk penanganan dan keamanan, diperkirakan tidak seberat uranium untuk senjata yang diperkaya tinggi. Ini adalah jenis sistem yang mungkin diterapkan pada berbagai reaktor secara universal,” tutur Sheehy.
Propulsi termal nuklir memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan sistem propulsi kimia dan listrik saat ini. Pesawat luar angkasa yang menggunakan NTP dapat memangkas waktu perjalanan ke Mars hingga 20 atau 25 persen dibandingkan dengan mesin roket kimia. Dengan propulsi termal nuklir memungkinkan mengurangi waktu transit ke Mars menjadi 45 hari.
Berdasarkan teknologi propulsi konvensional, misi berawak ke Mars bisa bertahan hingga tiga tahun. Misi ini akan diluncurkan setiap 26 bulan ketika Bumi dan Mars berada pada posisi paling dekat dan akan menghabiskan minimal enam hingga sembilan bulan dalam perjalanan.
Transit selama 45 hari (enam setengah minggu) akan mengurangi keseluruhan waktu misi menjadi berbulan-bulan, bukan bertahun-tahun. Ini akan secara signifikan mengurangi risiko utama yang terkait dengan misi ke Mars, termasuk paparan radiasi, waktu yang dihabiskan dalam gayaberat mikro, dan masalah kesehatan terkait.
(wib)