Pendaratan ke Bulan, Kegagalan Jepang dan Tuduhan Teori Konspirasi Amerika Serikat

Rabu, 26 April 2023 - 14:52 WIB
loading...
Pendaratan ke Bulan, Kegagalan Jepang dan Tuduhan Teori Konspirasi Amerika Serikat
Amerika Serikat berhasil mengirim astronot mereka ke bulan pada 20 April 1969. Foto/DOK. NASA
A A A
JAKARTA - Jepang harusnya mencatatkan sejarah besar dalam dunia antariksa, Rabu (26/4/2023) ini. Sebuah perusahaan rintisan atau startup dari negeri matahari terbit, ispace, mengirimkan sebuah pesawat luar angkasa tak berawak ke bulan, HAKUTO-R.

Sejatinya pesawat luar angkasa itu sudah terbang dari bumi pada 11 Desember 2022. Setelah menempuh jarak 384.400 kilometer, direncanakan pada Rabu ini HAKUTO-R akan mendarat di bulan.

Menyambut momen historis itu, ispace sudah menyiapkan segalanya. Mereka bahkan menyiapkan kanal khusus di YouTube untuk semua orang yang ingin melihat langsung sejarah besar itu. Seluruh pegawai ispace termasuk CEO mereka, Takeshi Hakamada juga ikut datang melihat langsung dan terlihat ceria.

Hanya saja semua wajah yang ceria langsung berubah kaku ketika jarak antara HAKUTO-R dengan permukaan bulan tinggal 10 meter lagi. Tiba-tiba petugas kontrol ispace yang ada di bumi kehilangan sinyal yang dikirimkan oleh HAKUTO-R saat bekerja.

Dalam press conference, Ryo Ujiie Chief Technical Officer (CTO) ispace, sambil menahan tangis, menjelaskan penyebab hilangnya sinyal HAKUTO-R. Dia meyakini pesawat luar angkasa itu bukan mendarat tapi jatuh menabrak permukaan bulan.

"Ada kesalahan dalam pengukuran ketinggian dari permukaan bulan," ujarnya.

Dia meyakini bahwa HAKUTO-R mendarat di tempat yang salah dan menghabiskan semua bahan bakar yang dibutuhkannya untuk melambat. Akhirnya jatuh bebas ke bulan.

Bukan Jepang namanya jika menyerah. Kegagalan ini justru memicu mereka untuk mencoba lagi melakukan pendaratan ke bulan yang direncanakan akan dilakukan pada 2024.

"Berdasarkan ilmu yang diperoleh kali ini, kami akan meningkatkan lagi teknis pendaratan bulan," ujar Ryo Ujiie.

Kegagalan itu memang jadi sumber daya yang baik buat ispace untuk mewujudkan keinginan mereka. Apalagi saat ini ilmu dan teknologi yang semakin moderen juga jadi modal yang tak kalah penting.

Kondisi itulah yang kemudian menimbulkan pertanyaan mengapa Amerika Serikat pada tahun 1960-an justru bisa berhasil sampai ke bulan dengan kondisi perkembangan teknologi tidak semoderen saat ini?



Pendaratan ke Bulan, Kegagalan Jepang dan Tuduhan Teori Konspirasi Amerika Serikat


Mengapa dengan kondisi yang minim seperti itu pada 16 Juli 1969, pesawat Apollo 11 yang diawaki Neil Amrstrong mampu terbang dari bumi ke bulan.

Di kondisi seperti itu juga pada 20 Juli 1969, tidak hanya pesawat luar angkasa, tapi dua orang astronot Amerika Serikat justru berhasil menjejakkan kaki di bulan. Lalu apa sebenarnya yang beda dengan kondisi sekarang dengan kondisi Amerika Serikat saat itu?

Bisa dipastikan situasi dan kondisi yang dialami Amerika Serikat di tahun itu pun tidak sama dengan sekarang. Akselerasi teknologi dan ilmu pengetahuan pun belum secepat sekarang. Hanya saja buktinya Amerika Serikat toh masih mampu melakukannya.

Faktanya lagi program Amerika Serikat ke bulan yang dicanangkan baru-baru ini, Artemis, juga seakan tidak sedigdaya saat negeri Paman Sam itu menginisiasi program Apollo. Perjalanan misi Artemis I dan Artemis II seakan kedodoran.

Berkali-kali NASA melakukan revisi ulang upaya pengiriman pesawat luar angkasa Artemis ke bulan. Bahkan pesawat Artemis II yang sejatinya ingin didaratkan di bulan justru dikonfirmasi NASA hanya akan terbang di orbit bulan.

NASA baru berencana mengirimkan Artemis III ke bulan pada 2025. Sebuah perjalanan yang tentunya jauh lebih rumit di tengah kondisi ilmu pengetahuan yang semakin mudah didapatkan dan lebih canggih.

Tidak heran jika hal tersebut membuat orang bertanya-tanya. Benarkah Amerika Serikat memang benar-benar berhasil mengirim orang ke bulan? Jangan-jangan semuanya hanya tipu daya semata seperti yang pernah diungkap penulis buku dan pengamat astronomi, Bill Kaysing.

Dalam buku We Never Went to The Moon, Bill Kaysing mengungkap banyak hal yang menunjukkan bahwa program pendaratan ke bulan hanyalah rekayasa. "Jika mereka memang benar-benar sampai ke bulan, mengapa para astronot tidak membuat sebuah sinyal dari bulan yang bisa kita lihat dari bumi. Bukan hanya menunjukkan video yang ada di televisi," tulisnya.



Pendaratan ke Bulan, Kegagalan Jepang dan Tuduhan Teori Konspirasi Amerika Serikat


Dia menuduh Amerika Serikat melakukan penipuan besar itu hanya karena ingin terlihat digdaya. Amerika Serikat tidak mau kehilangan muka dari Rusia yang memiliki sejarah emas di dunia antariksa.

Hanya saja memang membandingkan kondisi yang ada saat ini dengan kondisi sebelumnya bukanlah perbandingan yang adil. Apalagi mengaitkannya dengan tipu daya Amerika Serikat tentang pendaratan ke bulan.

"Hanya karena kita bisa sampai ke bulan 50 tahun yang lalu bukan berarti kita semakin mudah datang lagi. Sejujurnya kita masih dalam fase yang sangat dini dalam memahami bulan," ujar Csaba Palotai, Program Chair of Space Sciences Department of Aerospace, Physics and Space Sciences dari Florida Institute of Technology.

Dia mengatakan saat ini teknologi dan ilmu yang ada memang semakin canggih dan akseleratif. Hanya saja bulan tetap sebuah tempat yang memang belum begitu dipahami dengan baik.

Masih banyak kondisi di bulan yang tidak terduga. Mulai atmosfer yang sangat tipis, ketiadaan sinyal GPS di permukaan bulan, hingga faktor bahan bakar yang sangat menentukan.

NASA bahkan perlu melakukan panduan yang sangat komprehensif dari bumi buat astronot yang mendarat di bulan. Perlu perhitungan yang sangat teliti dan margin kesalahan yang sangat minim agar pesawat bisa berhasil mendarat.

Kemungkinan kesalahan itu yang dialami ispace saat mengirimkan HAKUTO-R ke permukaan bulan.

Csaba Palotai melanjutkan program pendaratan ke bulan juga makin berat seiring waktu. Apalagi kali ini NASA memang punya misi yang berbeda.

"NASA melalui Artemis ingin datang ke lokasi bulan yang belum terjangkau sebelumnya. Ini menjadi tantangan yang lebih besar lagi," jelas Csaba Palotai.
(wsb)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1278 seconds (0.1#10.140)