100 Tahun Stasiun Radio Malabar, Pertama Kali Sistem Pemancar Nirkabel Dunia Dioperasikan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Genap 100 tahun lalu, tepatnya pada tanggal 5 Mei 1923, Stasiun Radio Malabar (Radiostasion Malabar) resmi beroperasi. Kehadiran Stasiun Radio Malabar telah menghubungkan komunikasi antara Kota Bandung dan Den Haag yang jaraknya terbentang sejauh 12.000 Km.
Stasiun Radio Malabar yang diresmikan penggunaannya oleh Gubernur Jenderal Dirk Fock, tercatat dalam sejarah telekomunikasi sebagai salah satu komunikasi nirkabel pertama dan satu-satunya di dunia. Lokasinya terletak di kawasan Gunung Puntang, Pegunungan Malabar, desa dan Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung.
Saat itu, Stasiun Radio Malabar merupakan stasiun radio terbesar dengan sistem operasi tercanggih yang digunakan. Stasiun Radio Malabar telah menggunakan sistem pemancar tanpa kabel atau nirkabel yang merupakan satu-satunya dan pertama di dunia.
Dikutip dari laman Postel.go.id, teknologi komunikasi untuk memancarkan gelombang radio dengan membentangkan antena sepanjang 2 km antara Gunung Puntang dan Halimun. Ketinggian antena dari dasar lembah rata-rata 350 meter. Untuk ketinggian rentang kabel rata-rata 250-750 meter di atas permukaan laut.
Dalam buku Tjitaroemplein-Bandung (2014) Sudarsono Katam menyebutkan, pemancar radio tersebut menggunakan sistem peluncur listrik untuk mengangkat gelombang sebesar 750 Volt dan daya 1 MA. Dari situ gelombang radio ribuan kilowatt bisa terbangun, dan dikirimkan melalui antena yang mengarah ke Den Haag, Belanda yang berjarak sekitar 12.000 km dari Gunung Puntang.
Stasiun Radio Malabar menggunakan sebuah transmisi radio VLF (Very low frequency) dengan kekuatan 2400 kW, salah satu alat trasmisi paling kuat yang pernah dibuat. Transmisi radio VLF digunakan untuk frekuensi radio (RF) dalam kisaran 3–30 kHz, sesuai dengan panjang gelombang dari 100 hingga 10 km.
Pita gelombang ini juga dikenal sebagai pita myriameter atau gelombang myriameter karena rentang panjang gelombang dari satu hingga sepuluh myriameter. (satu myriameter sama dengan 10 kilometer). Pita VLF digunakan untuk beberapa layanan navigasi radio, stasiun radio pemerintah, dan untuk komunikasi militer yang aman.
Sebab, gelombang VLF dapat menembus setidaknya 40 meter ke dalam air laut, gelombang ini digunakan untuk komunikasi militer dengan kapal selam. Dengan kecanggihan teknologi radio ini, komunikasi dari Bandung ke Den Haag pun terhubung dengan baik.
Pembangunan Stasiun Radio Malabar dicetuskan oleh Cornelius Johannes de Groot (1883-1927) alumnus teknik listrik dan rekayasa Delftse Polytechnische School, Karlsruhe, Jerman. De Groot yang memimpin Departemen Pos Telepon dan Telegraph (PTT) mulai mendirikan pemancar di kaki Gunung Malabar akhir 1916.
De Groot memesan perangkat teknologi dari perusahaan elektronik Telefunken, Jerman. Akhirnya pada 1923 Stasiun Radio Malabar resmi dioperasikan dan pada tahun 1929 oleh Queen-Mother Emma dikomersialkan sebagai sambungan telepon.
Saat ini bangunan Stasiun Radio Malabar yang megah dan canggih sudah tinggal puing-puing saja yang tersisa. Stasiun Radio Malabar dihancurkan dengan dinamit pada 24 Maret 1946 agar tidak jatuh ke pasukan Belanda yang ingin menjajah kembali Indonesia.
Stasiun Radio Malabar yang diresmikan penggunaannya oleh Gubernur Jenderal Dirk Fock, tercatat dalam sejarah telekomunikasi sebagai salah satu komunikasi nirkabel pertama dan satu-satunya di dunia. Lokasinya terletak di kawasan Gunung Puntang, Pegunungan Malabar, desa dan Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung.
Saat itu, Stasiun Radio Malabar merupakan stasiun radio terbesar dengan sistem operasi tercanggih yang digunakan. Stasiun Radio Malabar telah menggunakan sistem pemancar tanpa kabel atau nirkabel yang merupakan satu-satunya dan pertama di dunia.
Dikutip dari laman Postel.go.id, teknologi komunikasi untuk memancarkan gelombang radio dengan membentangkan antena sepanjang 2 km antara Gunung Puntang dan Halimun. Ketinggian antena dari dasar lembah rata-rata 350 meter. Untuk ketinggian rentang kabel rata-rata 250-750 meter di atas permukaan laut.
Dalam buku Tjitaroemplein-Bandung (2014) Sudarsono Katam menyebutkan, pemancar radio tersebut menggunakan sistem peluncur listrik untuk mengangkat gelombang sebesar 750 Volt dan daya 1 MA. Dari situ gelombang radio ribuan kilowatt bisa terbangun, dan dikirimkan melalui antena yang mengarah ke Den Haag, Belanda yang berjarak sekitar 12.000 km dari Gunung Puntang.
Stasiun Radio Malabar menggunakan sebuah transmisi radio VLF (Very low frequency) dengan kekuatan 2400 kW, salah satu alat trasmisi paling kuat yang pernah dibuat. Transmisi radio VLF digunakan untuk frekuensi radio (RF) dalam kisaran 3–30 kHz, sesuai dengan panjang gelombang dari 100 hingga 10 km.
Pita gelombang ini juga dikenal sebagai pita myriameter atau gelombang myriameter karena rentang panjang gelombang dari satu hingga sepuluh myriameter. (satu myriameter sama dengan 10 kilometer). Pita VLF digunakan untuk beberapa layanan navigasi radio, stasiun radio pemerintah, dan untuk komunikasi militer yang aman.
Sebab, gelombang VLF dapat menembus setidaknya 40 meter ke dalam air laut, gelombang ini digunakan untuk komunikasi militer dengan kapal selam. Dengan kecanggihan teknologi radio ini, komunikasi dari Bandung ke Den Haag pun terhubung dengan baik.
Pembangunan Stasiun Radio Malabar dicetuskan oleh Cornelius Johannes de Groot (1883-1927) alumnus teknik listrik dan rekayasa Delftse Polytechnische School, Karlsruhe, Jerman. De Groot yang memimpin Departemen Pos Telepon dan Telegraph (PTT) mulai mendirikan pemancar di kaki Gunung Malabar akhir 1916.
De Groot memesan perangkat teknologi dari perusahaan elektronik Telefunken, Jerman. Akhirnya pada 1923 Stasiun Radio Malabar resmi dioperasikan dan pada tahun 1929 oleh Queen-Mother Emma dikomersialkan sebagai sambungan telepon.
Saat ini bangunan Stasiun Radio Malabar yang megah dan canggih sudah tinggal puing-puing saja yang tersisa. Stasiun Radio Malabar dihancurkan dengan dinamit pada 24 Maret 1946 agar tidak jatuh ke pasukan Belanda yang ingin menjajah kembali Indonesia.
(wib)